16. Dewa

13.7K 1.2K 93
                                    

Lagi-lagi Syasha mengeluarkan desahan kecil dari bibirnya, dia sudah ada di kelas baru pilihan daddynya karena memang mau tak mau ia harus menerima, demi keselamatannya.

Ck! Benar.

Ucapan kelewatan yang sejak tadi masih muncul di benaknya, membuat Syasha terus menerus merasa tak nyaman dan ingin segera pergi ke kantor daddynya lalu segera memeluk daddynya seharian.

Dia tak bermaksud untuk berbicara itu, fikiran dia hanya terlalu takut untuk merasakan penjara padahal tengah bersekolah. Hanya itu. Karena ia tahu ada daddy Azka yang menjadi pemilik sekolah, ditambah Revan dan Marvel sebagai abang yang sangat menyebalkan sekaligus posesif.

Memikirkan hal itu, Syasha jadi amat kesal saat di meja makan, terlebih lagi dia tak sempat berpamitan pada Manda yang notabene nya sudah jadi teman dekat selama di sekolah.

Syasha lagi-lagi tak konsen, guru yang sejak tadi tersenyum ramah seolah tahu Syasha adalah bagian dari pemilik sekolah, membuatnya memaklumi saat Syasha yang berkali-kali terlihat melamun dari pada mendengarkan.

"Ada masalah, Sya?"

Syasha berjengkit kaget lalu menoleh dan ternyata seisi kelas tengah melihat kearahnya, mereka masih tampak sungkan untuk dekat dengan Syasha yang sejak tadi duduk seorang diri, karena katanya orang yang duduk di sampingnya sedang sakit.

"Syasha mau ke kamar mandi." Akhirnya ucapan itu lolos dari bibirnya.

Guru itu mulai tersenyum kembali. "Silahkan, kamu tau letaknya? Mau di antar ibu?"

Syasha menggeleng. "Syasha mau sendiri aja."

"Ya sudah, kamu hati-hati. Nanti kalo susah nyarinya, bisa minta antar temen kamu di kelas."

Syasha mengangguk kaku, mungkin ini alasan yang tepat untuk dia menyendiri karena rasa bersalahnya yang terus merogoti hatinya. Dia harus merangkai kata untuk bertemu daddynya pulang nanti.

"Ini gara-gara bang Revan!" Syasha menghentakkan kakinya setelah berhasil keluar dari kelas. Untung saja saat Syasha di antar daddynya, sekolah sudah masuk. Dia jadi tak takut jika ada yang melihat pun, karena mereka tidak mengenalnya sebagai murid baru bahkan dari pemilik sekolah, kecuali di kelas.

"Tapi Syasha juga salahh," rengeknya tak tahan. Bibirnya mengerucut dan matanya terus memerhatikan koridor tempat ia berjalan.

Setelah lama berjalan, Syasha mulai lelah karena tak menemukan letak kamar mandi. Dia juga yakin seharusnya bisa menemukan ruangan daddy Azka yang pasti akan berbeda dengan ruangan yang lain.

Tapi kini, sejak tadi Syasha hanya melewati kelas-kelas, dia juga tak mungkin ke lantai satu sebab tak ada ruangan selain lapangan outdoor, taman dan tata usaha, hanya itu. Sisanya ada di lantai atas.

"Ini lantai dua? Kok besar banget," gumam Syasha pada dirinya sendiri. Mengingat ada lima lantai di sekolah ini, dia hanya tahu ada kantin yang sangat besar di tengah-tengah. Selebihnya lorong kelas, dan sekarang Syasha melewati kelas yang tak berpenghuni alias kelas-kelas kosong.

"Ini Syasha muter-muter?" gumam Syasha masih tak mengerti, padahal saat diingat-ingat dia belum melewati kelas seperti ini, jadi tak mungkin dia hanya berputar-putar saja.

"Grandpa mommy bikinnya besar banget, emang gak takut ada murid kesasar kayak Syasha sekarang?"

"Kalo Syasha bilang daddy, nanti sekolahnya jadi kecil gak ya?"

Syasha memikirkan kemungkinan terjadi jika ia tengah kesasar di sekolahnya sendiri. "Jangan deh, lagian kan daddy udah khawatir sama Syasha, masa mau bikin khawatir lagi?"

Syasha (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang