7. Permata Indah

457 54 3
                                    

Ku Lupakan Kamu dengan Bismillah

©Dwinda Darapati

.
.
.
.
.

Selamat Membaca dan selamat menjalankan ibadah puasa

***

Kini pandangan Rahmat sama sekali tidak beralih dari sebuah kalung dengan liontin permata indah berbentuk oval yang sangat indah, putih berkilau dan sangat indah.
Rahmat merasa bahwasanya permata indah itu adalah miliknya yang pernah hilang puluhan tahun yang lalu. Sangat mirip bahkan sangat serupa.

"Sudah ketemu siapa yang punya, Mat?" tanya Rohid. Dia tentu saja tahu tentang kalung itu karena sedari tadi Rahmat mencari tahu siapa pemiliknya.

"Belum, Pak." Dia menunduk lesu. "Permata ini mirip dengan punya saya, Pak."

"Hanya mirip, Rahmat. Belum tentu milikmu." Rohid memberikan jawaban yang masuk akal. "Dimana kamu menemukan?" tanyanya pria paruh baya itu.

"Di shaf perempuan setelah shalat subuh tadi, pak. Aneh saja, kenapa ada santri yang ceroboh seperti ini." Dia menggerutu kesal. "Sudahlah pak, saya simpan dulu. Nanti kalau ada yang kehilangan beri tahu saya, ya, Pak."

Rohid mengulas senyum tipis. "Pasti."

***

Fatimah mengajak seluruh santri untuk bergotong royong membersihkan pekarangan. Dimana rumput kecil sudah tumbuh disana. Aneh saja, padahal belum beberapa waktu yang lalu seluruh warga Desa Jeruk baru saja melaksanakan gotong royong.

Winda dan Nayla yang tidak biasa dengan kegiatan  seperti itu bersikap ogah-ogahan. Takut akan tangannya lecet apabila melakukan hal tersebut.

Kayla, selaku kedisiplinan tentu saja muak melihat dua sahabat ini. "Kalian berdua disana!" perintahnya menunjuk tanah yang berlumpur.

"Disini bukan tempatnya anak manja, kalau terus-terusan seperti ini apa gunanya ikut kegiatan?!" perintah Kayla, dia blak-blakan dengan hal yang tidak disukainya. Meskipun demikian Kayla adalah orang yang baik.

Dengan berat hati, Nayla dan Winda tanpa suara menuju tempat yang dimaksud. Merungut tak suka. Bahkan sempat mencibir ke arah Kayla terang-terangan.

Nayla dibuat kaget lantaran ketika dia menjulurkan lidah dibelakang Kayla, pandangan matanya bertemu dengan Hamid. Sementara Hamid yang melihat itu langsung menggelengkan kepalanya.

"Apa-apaan kita disuruh di bagian sini? Udah semak, lumpur kotor juga. Ini tuh baju mahal!" omel Nayla. Dengan gerakan kesal mencabut satu persatu rumput disana.

"Terima aja, Nay. Lagian kalau disini bisa cuci mata," sahut Winda yang asik sendiri.

"Apanya yang cuci mata, Win?!"

"Itu..." Winda menunjuk ke arah depan, dimana dia dapat melihat langsung Rahmat yang sedang melatih santri laki-laki bersilat.

"Heleh, kampret Lo, Win!"  Nayla tersenyum kecil. "Oh iya, Win. Kalung Lo udah ketemu?" tanya Nayla.

"Belum ... bisa-bisanya hilang," resah Winda. "Gue taruh dimana, ya?"

"Jangan-jangan ada yang nyuri lagi," kata Nayla menerka-nerka.

"Ga mungkin kali." Winda masih saja membantah. Karena dia yakin tidak akan ada yang akan suka kalungnya mengingat itu adalah kalung lama.

***

Kedua sahabat itu misuh-misuh ketika berjalan dibelakang tiga orang musyrif mereka. Ada Geri, Rahmat dan Hamid yang berjalan di depan mereka.

"Kan apa gue bilang!" seru Nayla.

"T-tapi kenapa bisa?" Winda masih tak percaya ketika dia tahu bahwa pencuri kalungnya adalah Rahmat.

Tiga sahabat yang berada di depan mereka menyadari keberadaan dua gadis itu. Spontan saja Hamid menoleh ke belakang.

"Kalian ngapain? Disini kantin putra," katanya memberitahu. "Kalau mau ke kantin, menuju kantin putri saja."

Nayla tersenyum cengengesan. "Kita ga mau jajan, kok. Mau itu amb----!"

"Engga! Apaan sih, Nay!" Winda mencubit tangan Nayla yang hampir saja mengungkapkan tujuan mereka.

Geri dan Rahmat pun berbalik. Melihat dua sahabat yang terlihat saling menyalahkan dan malu-malu.

"Ada apa?" tanya Geri.

"Kalungnya Winda hilang dan ternyata dicuri ustadz Rahmat!" kata Nayla dengan terus terang. "Aww! Sakit Winda!" Dia mengusap tangannya yang dicubit oleh Winda.

"Mat, antum mencuri?" tanya Hamid mengerutkan dahinya.

"Abang ... engga! Itu ... elo sih, Nay! Abang itu kalung aku kan tadi yang Abang pegang waktu di taman." Winda berkata terbata-bata ketika mendapat tatapan dingin dari Rahmat sedang jantungnya di dalam sana tidak bisa dikatakan baik-baik saja.

"Punya kamu?" tanya Geri.

"I-iya," jawab Winda.

"Di ruangan saya," jawab Rahmat dengan sangat singkat. "Saya ambil dulu, antum silahkan duluan," suruhnya.

Rahmat berjalan melewati Winda dan Nayla menuju ruangannya. Sementara Nayla meninggalkan Winda. "Udah urusan kalian berdua, bye!"

"Nayla!!"

"Ikutin sana, gih. Bisalah cari kesempatan!"

"Nayla setan!"

***
Tbc!

Jangan lupa tinggalkan jejak nya dengan pencet bintang di sudut kiri bawah

Bab ini pertama kali di publikasikan pada 5 April 2022

Kembali di publikasikan setelah di revisi pada 19 September 2024


Ku Lupakan Kamu dengan BismillahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang