13. Gara-gara berkata kasar

382 60 1
                                    

Ku Lupakan Kamu dengan Bismillah

By Dwinda Darapati

.
.
.
.
.

Selamat Membaca 💜

***

Hutan ini terasa tidak asing lagi bagi Winda. Setiap hari dia mencari kayu bakar dari utara ke selatan, dari timur ke barat. Seolah sudah hafal lika liku jalanan yang akan dilaluinya. Gadis itu sangat senang menjelajahi hutan sendirian, walaupun ada Rahmat yang mengawasi di depan sana, namun tidak masalah.

Hari ini agak susah, karena kayu sulit ditemukan. Mungkin karena sudah habis diambil oleh Winda setiap hari. Sekarang yang tersisa ranting kecil dan beberapa kayu utuh.

Hal ini membuatnya lelah, dia memilih untuk duduk dibawah pohon yang cukup rindang. Menjadikan karung sebagai alas duduk dan menatap ke langit.

Disana dia melihat awan dengan berbagai bentuk yang berarak dengan pelan. Menggambarkan perjalanan yang panjang. Awan indah itu nanti akan berubah menjadi hitam gelap lalu jatuh membasahi bumi. Setelah ini kembali menjadi awan kecil, mulai membesar dan menjadi seperti yang dilihatnya sekarang.

Dalam heningnya dia terkejut dengan kedatangan Rahmat yang tiba-tiba. Tidak dapat dipungkiri jantung gadis itu berdetak lebih kencang dari pada sebelumnya.

"Ada telpon untuk kamu," ucapnya seraya menyerahkan ponselnya.

Winda menatap heran, lalu meraih ponsel tersebut.

"Halo..."

"Winda oh my god! Lo di pesantren sampai kapan? Jangan bilang Lo lupa sama jadwal?" Suara Andy dari seberang terdengar ngos-ngosan.

"Apaan sih, jelas-jelas dong!" Winda menjawab dengan sinis.

"Are you forgot your job? Humaniora! Film yang dinanti-nanti akan segera shooting. Dan Lo masih keluyuran?"

Winda tersenyum miring. "Gue ga keluyuran, gue lagi nambah ilmu agama."

"Minggu depan kita akan ada pertemuan dan reading skenario. Lo harus datang!"

"Iya iya, insyaallah. Gue ga bisa janji."

"Hello, Winda! Kalau lo ga bisa datang, Lo sebagai tokoh utamanya bakal diganti!"

"What the fu....?" Winda terkejut bukan main ketika Rahmat merebut paksa ponsel dari genggaman.

Lelaki itu segera memutus panggilan sepihak lalu menatap Winda dengan tatapan tajam.

"Abang?" Gadis itu keheranan.

"Saya ingin sekali memukul mulutmu, Winda." Rahmat menggertak, dia sangat marah ketika mendengar Winda mengumpat tadinya.

Gadis itu segera sadar apa yang baru saja dia lakukan. Dia memicingkan mata lalu menepuk bibirnya berkali-kali karena keceplosan berkata kasar.

"Sudah berapa lama kamu disini, Winda? Apa pelajaran yang diberikan disini tidak mengubah sikap kamu?" tanya Rahmat. "Apa tujuan kamu datang ke pesantren ini? Belajar agama?" Dia seolah meremehkan.

"Bagaimana ilmu kamu akan bertambah jika kamu masih mengeluarkan kata-kata seperti itu? Sungguh tidak sopan!" Ada bagian yang retak di hati Rahmat, ada rasa sedih mendalam mengetahui bahwa gadis ini sama sekali tidak berubah.

"Abang ... maaf," pinta Winda menyatukan kedua tangannya.

"Datang ke pesantren ini bukan untuk berlibur, dari awal saya sudah mengatakan kalau disini tempat mengubah diri, tempat menimba ilmu  di majlis ilmu. Bukan tempat sembarangan. Apalagi berkata kasar seperti itu!" Rahmat terlihat sangat murka.

Ku Lupakan Kamu dengan BismillahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang