Ku Lupakan Kamu dengan Bismillah
A spiritual story by
Dwinda Darapati.
.
.
.Satu bulan lebih Nda hiatus, hahahaha.
Selamat Membaca
***
Ketika semua orang pada tertidur, Winda menyelinap keluar dari kamar yang ia tempati. Sengaja keluar untuk mengangkat telpon dari sahabat artisnya. Tujuannya keluar supaya tidak menganggu orang lain yang sudah tertidur.
"Halo Ndy? Oh my god! Lo nelpon gue ga lihat waktu? Hello!" omel Winda ketika panggilan sudah tersambung.
Andy---sahabatnya yang juga artis itu menyahut dengan tawa besar. "Gua alihin ke Vidio call, ya?"
Dan langsung saja Winda mengikut. Menampakkan wajah Andy dari layar ponsel yang digenggamnya.
"Halo, Win! Lo apa kabar?" tanya Andy melambaikan tangannya. Wajahnya yang terpampang di layar ponsel agak buram di karenakan jaringan yang tidak stabil.
Winda tersenyum lebar, dia spontan memperbaiki jilbabnya yang berantakan yang nampak ketika dia melihat ke layar ponsel. "Hai, Ndy! Gue baik," jawabnya dengan suara lantang.
"Win, Lo ingat ga waktu gue lihatin foto cowok Malaysia yang DM gue di Instagram?" tanya Andy. "Gue di telpon terus, Win!"
Winda tertawa lepas. "Bodoh sih, katanya artis, masa sembarangan buka DM. Untung di telpon, kalau lebih dari itu gimana?" tanya Winda.
"Ini masalahnya beda, Win. Dia DM gue di second account. Gue penasaran ya ... dibuka!"
Winda menaikkan satu alisnya. "Terus?"
"Dia maksa gue buat Vidio call, aneh banget tuh orang! Gue ga yakin dia dari Malaysia. Mungkin dia orang Indonesia!"
"Bentar ... jangan bilang dia gay?" Winda menduga-duga.
"Gue mikirnya juga gitu, Win. Astaga!" sontak Andy dibuat panik. "Gue harus blokir itu sekarang."
Winda tertawa lepas melihat reaksi terkejut sahabatnya itu hingga tidak sadar bahwa suaranya terlalu nyaring bahkan bisa menganggu orang lain yang sudah tertidur.
"Win ... kurang apalagi gue coba? Ga cewek ga cowok suka sama gue!" Andy berkata antara bangga dan sedih. Disukai banyak perempuan wajar, tapi kalau laki-laki?
"Makanya ga usah sok cakep! Lo jelek padahal!" Dan sekali lagi Winda tak dapat menahan tawanya.
Plak!
Sebuah pukulan rotan mendarat di dinding rumah yang Winda tempati. Dia buru-buru menoleh ke belakang.
"Andy, gue matiin dulu, ya. Kaya ada yang ngamuk!" Dan dia memutuskan panggilan dengan sepihak.
Saat Winda menyimpan ponselnya ke dalam saku, baru saja hendak melangkah dia terkejut ketika mendapati Rahmat berada di hadapannya. Memberikan tatapan tajam tanpa ekspresi.
"Eh ... Abang Rahmat!" Dia memelas memberikan senyuman. Ketahuan Winda melanggar aturan jam tidur.
"Bukannya sudah disuruh istirahat? Kenapa masih disini?" tanya Rahmat dengan suara lantang penuh penekanan.
"T-tadi ada yang ..."
"Kamu pikir kegiatan ini liburan? Ini pesantren! Ikuti aturan, jangan melanggar," bentak Rahmat dengan suara dinginnya.
"Abang ... maaf, ya. Abang 'kan tahu kalau aku itu——"
Rahang Rahmat mengeras, dia tidak menyangka gadis ini akan banyak tingkah seperti ini. "Mau kamu artis, presiden sekalipun saya tidak peduli. Ketika kamu melangkahkan kaki ke desa ini, itu artinya kamu siap mematuhi aturan disini! Paham?"
"Ya Allah garang amat," gumam Winda namun dapat didengar jelas oleh Rahmat.
"Sekarang masuk dan istirahat! Besok pagi harus bangun jam tiga!" perintah Rahmat menunjuk Winda dengan rotannya.
"Oke. Siap Abang!" Winda menyatukan jari telunjuk dan jempolnya membuat tanda oke. Dia berjalan menuju pintu kamar. "Permisi Abang," ujarnya lalu membuka pintu.
Rahmat kembali menatap dengan tatapan dingin. "Jangan panggil saya Abang!"
Seulas senyuman licik terbit dari bibirnya. "Oke Abang!"
"ASYIFA WINDA!"
***
Setelah selesai melaksanakan shalat subuh, para santri langsung diajak ke lapangan untuk berolahraga pagi. Melihat pemandangan alam yang indah khas desa Jeruk. Dimana bisa melihat ilalang yang bergoyang, dan matahari yang telah mulai memancarkan cahayanya.
Mereka melaksanakan senam pagi, dipimpin oleh Fatimah dan lainnya untuk perempuan. Sedangkan Geri dan Hamid memimpin untuk yang laki-laki.
Usai melaksanakan senam, barisan dirapikan oleh Geri. Mengatur agar para santri lebih disiplin sehingga ia dengan sengaja membuat dirinya seolah pemarah agar para santri takut padanya.
Setelah barisan rapi, Rahmat ambil bagian. Rotan yang semalam dibawanya masih tetap setia ditangannya. Lelaki itu tampak lebih garang dari pada sebelumnya.
"Siapa yang membawa HP?!" tanya Kayla, salah satu pembimbing perempuan. Tampang sangar yang sesuai dengan suaranya yang lantang dan menakutkan.
Tidak ada yang menunjuk tangan kecuali Winda, karena nyatanya artis itu memang membawa ponsel dan bahkan sudah ketahuan oleh Rahmat.
"JUJUR!" Kayla membentak dengan suara keras.
Akhirnya satu persatu tangan diacungkan ke atas. Susah sekali membuat mereka jujur, harus ditakuti terlebih dahulu. Seperti anak-anak saja.
"Kedatangan kalian kesini adalah untuk mendisiplinkan diri, mendekatkan diri pada Allah. Bagaimana bisa disiplin dan dekat dengan Allah kalau masih saja bermain HP?" Rahmat angkat bicara. Dia memperbaiki posisi kopiahnya yang agak miring.
"Bahkan ada yang menelpon dengan pacarnya?!" tegas Rahmat yang spontan matanya mengarah pada Winda. Gadis itu tentu sadar bahwa dirinya lah yang sedang disindir.
"Itu bukan pacar aku, Abang!" jawab Winda karena tak terima.
Semua tatapan mata mengarah padanya, bisik-bisik terdengar dari semua orang ketika melihat artis itu. Bahkan tidak percaya ternyata alasan istirahat Winda waktu itu adalah karena mengikuti acara ini.
"Saya tidak bicara sama kamu!"
Winda kembali menantang. "Ga bicara sama aku, tapi lihatnya ke aku?!"
Geri menyadari satu hal ketika tidak sengaja mendengar bisikan para santri baru tentang siapa Winda sebenarnya. Dia bahkan cukup terkejut jika kampung mereka kedatang artis.
Geri berjalan ke arah Rahmat dan berbisik, "Jangan cari masalah. Dia artis, ente bisa viral!" Lalu Geri segera kembali ke tempatnya tadi.
"Siapapun kalian yang datang ke Desa Jeruk, baik itu artis, presiden sekalipun, ketika sudah melangkahkan kaki di Desa Jeruk, artinya kalian sudah siap mematuhi aturan disini!"
***
Jangan lupa tinggalkan jejaknya yaaa:3
Banyakin komentar biar Nda Semangat lagi🤭
Bab ini pertama kali di publikasikan pada 30 Januari 2022
Kembali di publikasikan setelah di revisi pada 18 September 2024
KAMU SEDANG MEMBACA
Ku Lupakan Kamu dengan Bismillah
Romantizm"Aku mencintaimu karena Allah, maka dengan nama Allah juga aku melupakanmu." Tentang cinta yang membara, juga tentang rasa yang bungkam. Tentang sebuah perjuangan, juga tentang ketidakpedulian. Dan juga tentang sebuah keikhlasan dengan melupakan. ©D...