Ku Lupakan Kamu dengan Bismillah
By Dwinda Darapati
Selamat Membaca 💜
.
.
.***
"Fatimah ... bawang merah juga kurang!" Kayla berkata sembari memperlihatkan keranjang yang sudah kosong.
"Oke, berarti bawang juga." Fatimah menulis catatan shopping list-nya. "Apa lagi yang kurang, kak?"
Kayla kembali memeriksa. "Merica? Kita butuh merica?" Gadis itu juga bingung, karena mereka jarang sekali masak menggunakan benda itu.
"Kita jarang masak pakai itu, sih, Kak. Kalau mau beli juga gapapa," jawab Fatimah.
Kayla menggelengkan kepalanya. "Engga usah, aja. Kita bisa pakai cabe asli, buang-buang uang aja. Lebih prioritas cabe dibanding merica."
Fatimah mengulas senyum tipis. "Iya, benar juga." Dia mencoret kembali tulisan merica yang baru saja dibuatnya.
"Kamu beli sayur, kan, Timah?" tanya Kayla.
Fatimah mengangguk.
"Sekarang udah hampir jam sepuluh, sayur segar bisa habis. Buruan ke pasarnya sekarang!" Kayla mengingatkan.
Fatimah menepuk dahinya. "Oh iya, astaghfirullah. Apalagi yang kurang, Kak?"
Kayla celingak-celinguk memeriksa bahan makanan mereka. "Kalau sempat, beli daging satu kilo. Kalau uangnya juga lebih. Aku kepingin sup," ungkapnya malu-malu.
"Insyaallah, kak." Fatimah menuliskan di notes-nya. Dia mengenakan sepatu dan merapikan jilbabnya yang sempat kusut.
"Aku pergi, kak!" pamitnya.Fatimah berjalan keluar, melewati lapangan untuk sampai di parkiran. Sedang disana para santri tengah olah fisik. Fatimah menjadi pusat perhatian karena berjalan sendirian.
Sesampainya di parkiran, gadis itu menyalakan motor. Akan tetapi entah mengapa, mesinnya tidak bisa menyala. Fatimah memeriksa bensin, ternyata baik-baik saja. Ada masalah apa dengan motornya. Sementara dia terus melirik jam yang melingkar di tangan kanannya. Dia harus sampai di pasar sebelum pukul sepuluh, namun motornya malah berulah.
Sembari mengajarkan latihan fisik pada santri laki-laki, Rahmat memperhatikan Fatimah di parkiran. Dia tahu gadis itu harus mengejar waktu ke pasar untuk segera berbelanja. Menyadari bahwa motor gadis itu tak kunjung hidup, maka lelaki itu memilih mendekat.
"Kalau motor kamu ga bisa nyala, pakai motor saya saja." Seraya menyerahkan kunci motor.
Fatimah menoleh ke motor Rahmat. "Motor kakak?" Dia memastikan.
"Iya, ini kuncinya." Rahmat kembali menjulurkan.
"Masalahnya ..." Fatimah meragu. "Aku ga bisa bawa motor itu," katanya. "Aku cuma bisa bawa motor matic."
Rahmat menghembuskan nafasnya. "Astaghfirullah saya sampai lupa." Dia berjalan masuk ke arah parkiran. "Kamu mau beli sayuran, kan?" tanya Rahmat.
"I-iya, Kak."
"Mari saya antar."
***
"Perhatikan gerakannya baik-baik kalau kalian tidak ingin keseleo!" Geri berkata lantang.
Susah sekali mengatur kegiatan ini, bahkan santri yang sudah berumur itu lebih susah diatur dibandingkan anak SD.
"Gilang! Angkat tangannya lebih ke atas!" tegur Geri kala melihat santri putra yang mengangkat tangan seperti ogah-ogahan.
Sementara di barisan putri, tak jauh bedanya. Mereka melakukan dengan malas padahal kegiatan ini akan menyehatkan tubuhnya.
"Win ... ngapain ada kegiatan ini, sih? Gue paling benci olahraga!" rengek Nayla yang tidak tahan.
"Apa bedanya sama gue? Gue muak begini!" Winda ikut membenarkan. "Ikutin aja, dua puluh menit lagi berakhir."
Nayla menahan emosi, semenjak tahu bahwa dia akan segera pergi dari pesantren ini Winda tampak lebih serius. Sepertinya sahabatnya itu memang ingin belajar dengan baik.
Pandangan Nayla mengarah pada motor ninja yang berjalan ke arah mereka. Dengan sepasang laki-laki dan perempuan yang mengendarainya.
"Winda!"
"Apalagi, Nay? Kalau mau ngeluh jangan dulu deh!"
Nayla menarik kepala Winda, menunjukkan hal yang dilihatnya. "Ustadz Rahmat tuh!" Dan dia melihat siapa gerangan dibelakangnya. "Sama Fatimah!"
Mata Winda langsung membulat, membonceng perempuan dan itu adalah Fatimah? Darahnya serasa naik ke ubun-ubun. Rasa cemburu tak bisa dia tahan. Mengetahui Fatimah mencintai Rahmat saja sudah membuatnya cemburu berat apalagi hal seperti ini.
Dengan langkah besar Winda berjalan meninggalkan lapangan. Nayla berusaha mencegahnya namun gagal. Sedangkan Geri yang melihat hal tersebut langsung mengikuti Winda. Dia yakin gadis itu pasti akan berbuat onar.
Winda berdiri di tengah jalan, tepat sebelum Rahmat sampai di depannya gadis itu merentangkan tangan.
"STOP!"
Hampir saja Rahmat dan Fatimah jatuh karena mengerem mendadak. Lelaki itu langsung membuka helm-nya dan menatap tajam ke arah Winda.
"Kamu ingin mati?" tanya Rahmat.
"Abang!"
"Saya terburu-buru ke pasar, awas Winda!"
"Bersama Fatimah?" cibir Winda. Dia geram melihat Fatimah yang masih anteng duduk di belakang Rahmat.
"Abang ga boleh pergi!" Suara melengking Winda menarik perhatian santri yang ada di lapangan. Semua pusat perhatian mengarah pada mereka.
"Winda, kamu sedang dalam kegiatan!" Geri menegur.
Lelaki gagah itu membuang napas kasar, apa gadis ini tidak tahu jam belanja? Kenapa malah menghalangi?
"Kamu kenapa Winda?!" hardik Rahmat.
Winda mendekat, mendorong Fatimah hingga gadis itu terjatuh ke tanah.
"Ga ada yang boleh duduk disini selain aku, apalagi itu Fatimah!" tegas Winda.
Fatimah terkejut, dia berusaha untuk berdiri. "Kak, maaf tapi aku ..."
Winda segera memotong ucapan Fatimah. "Apa? Cari kesempatan?!"
"Kak ..."
"Mana catatan belanjanya?" Winda meminta paksa. "Biar aku yang beli sama Abang!"
Fatimah menoleh pada Rahmat meminta persetujuan dan Rahmat menganggukkan kepalanya. Dia terpaksa setuju mengikuti perintah Winda karena ingin pergi dari pusat perhatian.
"Untuk daging kalau misalnya uangnya kurang ----"
"Biar gue beliin buat Lo." Winda berkata dengan kasar. Dia melihat catatannya. "Sekilo 'kan? Gue beli lima kilo!"
Winda segera naik ke atas motor. Dia tersenyum smirk karena bisa mengalahkan Fatimah.
Bisik-bisik dari para santri tidak menjadi masalah. Baginya bersama Rahmat adalah hal yang terpenting. Namun imbas dari perbuatan Winda adalah Nayla. Dia yang menjadi sasaran santri lain atas perbuatannya.
***
Alhamdulillah update
Jangan lupa tinggalkan jejaknya yaaa 🖤
Sampai jumpa di chapter berikutnya 🖤🎈
Bab ini pertama kali di publikasikan pada 1 Juni 2022
Kembali di publikasikan setelah di revisi pada 22 September 2024
KAMU SEDANG MEMBACA
Ku Lupakan Kamu dengan Bismillah
Romance"Aku mencintaimu karena Allah, maka dengan nama Allah juga aku melupakanmu." Tentang cinta yang membara, juga tentang rasa yang bungkam. Tentang sebuah perjuangan, juga tentang ketidakpedulian. Dan juga tentang sebuah keikhlasan dengan melupakan. ©D...