23. Luka Hati

462 57 3
                                    

Ku Lupakan Kamu dengan Bismillah

By Dwinda Darapati

Jumat Mubarak

Allahumma shalli ala Muhammad
Wa ala Alihi Muhammad

Selamat Membaca 🥰

***

Tiga bulan setelahnya.

Kamar bewarna ungu tampak berantakan, kertas laporan, map dan foto-foto berserakan disana. Sedang penghuni kamar masih membaca satu-persatu kertas tersebut dan melingkari bagian yang penting. Tak ada orang selain dirinya disana, maka dari itu dia bisa bebas.

Selama membalikkan kertas, menandai informasi penting gadis itu menaikkan satu kakinya sedang kaki lainnya berselonjor. Rambutnya kusut, namun diikat ke atas karena kali ini tidak memperdulikan penampilan.

"Jadi Ibu baru kembali dari Amerika setelah puluhan tahun, dan itu tepat tiga tahun  terakhir." Dia mengangguk-anggukkan kepala.

Memilih untuk berbaring, meregangkan otot-ototnya. Winda kembali duduk meraih botol minum ungu milik Rahmat dan meminum isinya.

"Aku pikir ... Ibu ga pernah kembali. Apa ibu datang ke sini ingin menemui aku?" tanya Winda.

"Tapi ibu ... apa ibu masih menganggap aku anaknya?" pikirnya menduga-duga.

"Ibu tahu, kan kalau ayah sudah meninggal?" tanya Winda pada dirinya sendiri.


Putusan pengadilan memutuskan hak asuh anak jatuh pada sang suami. Nurmala, Ibu Winda juga sudah resmi bercerai dengan ayahnya.

Malam itu, Nurmala mengemas barang-barangnya. Calon suaminya sudah menunggu di luar, sementara Winda masih mengikuti kemana langkah Nurmala.

Gadis sepuluh tahun itu menangis, ayahnya tak memperdulikan. Lelaki itu sibuk menyesap kopi pahit di dapur.

"Apa ibu akan pergi?" lirih Winda dengan linangan air mata.

Gadis itu menuju dapur menemui ayahnya. "Ayah, kenapa ayah biarin ibu pergi? Kenapa ayah ga larang ibu pergi? Siapa yang akan antar Nda pergi sekolah?"

Lelaki itu membuang napas. "Mulai sekarang dia bukan lagi ibu kamu. Ayah yang akan mengantar kamu ke sekolah, memasakkan kamu nasi goreng."

Winda menangis, dia kembali mengikuti ibunya ke kamar.

"Apa ibu akan ninggalin aku?" tanya Winda. Sedang sang ibu diam seribu bahasa. "Ibu ... jawab!" Dia semakin menangis.

Nurmala akhirnya selesai mengemasi barang-barangnya. Dia menunduk dan mencium dahi Winda.  Kemudian berlalu begitu saja.

"Ibu....! Ibu....!"

Winda memanggil, dia mengikuti ibunya ke arah pintu. Namun wanita itu acuh, dia berjalan menuju mobil mewah yang sudah menantinya, masuk dan menutup rapat kaca mobil.

Winda berlari mengejar mobil, dia terus memanggil sang ibu. Dan dengan kejam, mobil itu berjalan meninggalkan gadis itupun hingga dia tersungkur.

"Ibu...!"

Winda tersenyum tipis. Bayangan itu kembali hadir, menghantui pikirannya selama ini. Belum lagi ayahnya yang meninggal karena sakit. Sungguh, terlalu banyak cobaan yang telah dialaminya.

"Aku menyimpan dendam," ucapnya. "Aku bahkan membenci ibu karena ibu ga lagi anggap aku anaknya." Air mata gadis itu lagi-lagi menetes. "Aku ga pernah mencari ibu karena aku yakin ibu sudah bahagia bersama keluarga barunya."

"Abang yang mengingatkan semuanya. Abang mengingatkan tentang ibu. Kalau aja Abang ga nyuruh aku mencari ibu, aku ga akan pernah tahu kalau ibu kembali ke Indonesia. Dan juga kecelakaan itu..."

Sebuah pesan masuk, Winda segera membacanya. Setelah itu dia tergesa-gesa untuk bersiap, merapikan pakaian dan rambutnya yang diikat asal-asalan, tak lupa juga dengan jilbab ungu kesukaannya.

***

Dia berhenti di parkiran RS Fatmawati, gadis itu segera keluar dan menelpon Hanif.

"Pak ... aku udah sampai," beritahunya.

"Lantai empat, ruangan VVIP."

Winda bergegas masuk ke dalam RS, dia berjalan menuju lift namun saat itu lift sedang penuh. Maka dari itu, Winda segera berjalan ke tangga untuk mencapai lantai empat.

"Ibu ... ibu..." panggilnya.

Akhirnya gadis itu sampai di lantai empat, disambut oleh Hanif. Hanif mengarahkannya ke sebuah ruangan, dimana itu adalah ruangan VVIP dengan perawatan khusus.

Winda meraba kaca, dia melihat seorang wanita terbaring dengan alat-alat yang menempel ditubuhnya. Dia mengenal wanita itu, dia adalah Nurmala, ibunya.

Perawat mengarahkan agar Winda memakai baju khusus, dia pun mengikuti. Setelah itu dia dan Hanif masuk ke ruangan tersebut untuk melihat kondisi Nurmala.

"A-apa yang terjadi?" tanya Winda.

"Kecelakaan itu menyebabkan ibu kamu berbaring disini," beritahu Hanif.

"Banyak alat yang menancap di tubuhnya, apa itu balasan terhadap ibu?" tanya Winda. Dia tak mampu menahan air matanya. "Allah membalas kejahatan ibu sama Nda!"

"Kata dokter, sejak kecelakaan waktu itu beliau mengalami koma. Sudah hampir tiga tahun, pihak keluarga sudah putus asa. Mereka bahkan sudah ikhlas apabila dokter melepas ventilator. Namun seseorang melarangnya, membuatnya bertahan hidup dengan kondisi ini." Hanif memaparkan semua informasi yang dia peroleh.

Perawat yang ada disana angkat bicara. "Dia bilang masih ada harapan untuk hidup. Karena tidak ada yang tahu suatu saat ibu ini bangun dari komanya."

Winda menatap perawat tersebut. "Apa mungkin akan bangun?" Dia meragukan.

Perawat itu hanya mengangkat bahu, dia sungguh tidak tahu. Baik bangun atau tidak itu semua sudah di takdirkan oleh Allah.

"Boleh tahu siapa seseorang itu?" tanya Winda.

"Dia adalah korban yang sempat ditabrak oleh Nurmala. Namanya Asy Syauqi Rahmat."

***

Alhamdulillah update 😇

Jangan lupa tinggalkan jejak yaaa💜

Terima kasih 🥀

Bab ini pertama kali di publikasikan pada 10 Juni 2024

Kembali di publikasikan setelah di revisi pada 25 September 2024

Ku Lupakan Kamu dengan BismillahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang