31. Rahasia Hati

506 61 29
                                    

Ku Lupakan Kamu dengan Bismillah

By Dwinda Darapati

.
.

Selamat Membaca 🥰🥰

***

Tengah malam, angin bertiup dengan kencang, hujan beserta angin terus menerpa Desa Jeruk. Badai menghadang desa itu, seolah sedang mengamuk, menerbangkan atap rumah warga, membuat bunyi yang menakutkan.

Semua orang berkurung di dalam rumahnya, menaikkan selimut hingga menutupi tubuh. Berusaha menghangatkan tubuh dari gelombang angin yang kian menjadi-jadi.

Namun, seorang pria tidak menghiraukan hal tersebut. Dengan langkah tegap dia berjalan menuju tempat berwudhu. Melaksanakan shalat tahajud dibawah terpaan badai.

Dia yang biasanya shalat di masjid memilih untuk tetap di kamar saja. Biarlah tidak di masjid, asalkan tetap melaksanakan shalat tahajud.

Dalam shalatnya dia berusaha untuk khusyu' meski derai air mata tak mampu ia tahan. Membasahi sajadahnya kala bersujud pada sang pemilik bumi.

Ini sudah satu bulan semenjak hilangnya Winda. Rahmat merasakan kesedihan yang luar biasa. Yang awalnya dia merasa baik-baik saja, nyatanya semakin hari semakin menyesakkan dadanya. Ada sesuatu yang berontak dalam jiwanya untuk dikeluarkan.

Namun bertahun-tahun dia memendam, menyimpan rapi di dalam hati bahkan sampai menyiksa dirinya sendiri.

Setelah salam, dia kembali berdiri untuk menambah beberapa rakaat lagi. Menghabiskan waktu malam untuk bermunajat pada sang maha pengampun.

Hingga akhirnya dia memutuskan untuk mengakhiri shalatnya. Mengucap istighfar berkali-kali  memohon ampun. Lalu mengangkat tangan untuk berdoa.

"Ya Allah  ... ampuni hamba yang begitu egois. Ampuni hamba yang sering membuat hati hamba kesayangan-Mu menangis. Ampuni hamba...."

"Aku kalah Ya Rabb, aku pikir aku mencintainya karena Mu. Nyatanya kepergiannya membuatku menangis tersedu-sedu."

"Hamba mencintainya Ya Rabb... Hamba mencintainya..."

"Selamatkan dia ya Allah, selamatkan dia. Walau itu terdengar mustahil, pada siapa lagi Hamba berharap? Hamba mohon pada Mu."

Lalu Rahmat mengusap wajahnya, menghapus air matanya yang terus mengalir tanpa henti.

"Asyifa Winda ... kamu berhasil menghukum saya atas semua yang telah saya lakukan terhadap mu." Rahmat mengutuk dalam tangisnya.

"Asyifa Winda ... saya mencintai kamu, sungguh saya mencintai kamu. Tolong ... selamat lah meski mustahil!" Dia merintih.

Rahasia yang Rahmat pendam selama ini, yang dia jaga di dalam hati. Dia mencintai Winda.

Tidak ada yang tahu perkara ini, hanya dirinya. Bahkan sang ibu yang paling dekat dengannya sekalipun tidak Rahmat beritahu. Dia menyimpan dengan rapi perasaan itu, menyembunyikan dengan hebat.

Saking merahasiakan, dia tak pernah sekalipun menyebut nama Winda dalam doanya. Dia mengunci rapat-rapat dalam hatinya.

Suara ketukan di pintu kamarnya membuat Rahmat beranjak berdiri dan menghapus air matanya dengan cepat. Dia membuka pintu  yang ternyata adalah Geri.

Tanpa izin Geri langsung masuk, dia mengambil posisi duduk di ranjang Rahmat.

"Antum menangis, suara antum terdengar ke sebelah." Geri memberitahu.

"Apa antum menangis karena Winda? Karena musibah itu?" tanya Geri.

Rahmat ikut duduk disamping Geri. Sejenak dia menghapus air matanya yang masih tersisa. "Ana ... ana merasa bersalah," ungkapnya.

"Hanya karena bersalah? Apa tidak ada yang lain?" pancing Geri. Karena Geri mendengar semuanya, dia tahu apa yang dikatakan Rahmat kala sendiri tadi.

"Antum mencintai dia, kan?" tanya Geri.

Meski berat Rahmat menganggukkan kepalanya. "Ana mencintai dia tapi..."

Sungguh dia tidak ingin ada yang tahu tentang perasaan ini.

Geri segera memotong perkataannya. "Antum menyakitinya. Dia sudah berusaha mendekati antum tapi antum sama sekali tidak membuka hati. Ana sendiri pun juga penasaran, kenapa antum begitu keras kepala."

"Antum seakan membenci dia tanpa alasan. Sekarang katakan apa alasan antum melakukan itu semua?"

Lelaki itu menangis, dia tampak rapuh dihadapan sahabatnya itu.

"Ana mencintai dia ... Ana hanya tidak bisa mengungkapkan bahwa ana mencintai dia karena dia belum halal bagi ana. Ana tidak berhak mengatakan bahwa ana mencintai dia!" Dia menangis luruh bersamaan dengan napas yang tersengal.

"Ana menyembunyikan perasaan ini karena takut kehilangan dia."

Dibalik sikap kasarnya, ada cinta yang mendalam. Ada cinta yang didasari ketaatan pada Tuhannya.

Geri paham, dia memegang pundak Rahmat untuk menenangkan sahabatnya itu. Dia sungguh terharu dengan sahabatnya yang menjaga cinta itu dengan baik.

"Tidak ada yang salah dalam jatuh cinta, Rahmat. Rasa itu hadir bukan karena kamu  menginginkan, namun itu alamiah. Itu takdir, kamu mencintai dia itu sudah takdirmu. Bukan berarti itu salah." Geri berbicara meninggalkan kebiasaan mereka kala bercakap.

Dia menggunakan bahasa formal seperti orang-orang lainnya.

"Ada yang aneh," ujar Geri. "Antum sejak kapan mencintai Winda?"

Rahmat tersenyum tipis. "Sejak dia pertama kali menghampiri ana. Meminta izin ingin menyebut nama ana dalam doanya."

"Sudah lama sekali. Dan hebatnya antum bisa baik-baik saja padahal antum sangat mencintainya."

Rahmat tersenyum tipis mengingat segala hal yang pernah dia lewati
Cinta yang tulus dia sia-siakan, karena menjaga keimanannya.
Dia selalu berlaku kasar hanya karena tidak ingin memberi harap pada sang gadis pujaannya.
Bukan karena dia jahat, namun karena Rahmat tak yakin bisa membersamai Winda dalam ikatan halal.

Sekarang, segala hal yang telah dilakukan oleh Winda harus dibayar oleh Rahmat. Dengan air mata mengurangi kesedihan, menahan rindu yang semakin dalam tanpa bisa bersua.

Dan mencintai dalam bayang.

Beruntung Winda seorang artis yang kalau dia rindu d bisa mencari fotonya media sosial, atau menonton film yang dibintanginya.

Namun itu tidak ada artinya karena sang cinta telah pergi.

Dahulu dia meminta Winda melupakannya. Dia berhasil melupakan lelaki itu dengan keadaan ini.

Namun, takdir yang dijalani oleh Rahmat, apa mampu membuatnya untuk lupa pada Winda?

Pertanyaannya, apakah dia bisa?

***

Alhamdulillah akhirnya bisa sampai di titik ini😇

Jangan lupa tinggalkan jejaknya yaaa💜

Mari berteman dengan Nda lebih dekat.

Bab ini pertama kali di publikasikan pada 16 Juni 2022

Kembali di publikasikan setelah di revisi pada 30 September 2024


Ku Lupakan Kamu dengan BismillahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang