6. Saya Tidak Melihatnya

480 64 3
                                    

Ku Lupakan Kamu dengan Bismillah
A spiritual story by
Dwinda Darapati


.
.
.

Selamat Membaca 💜

***

Takbiratul ihram imam di masjid sudah terdengar namun Rahmat masih belum selesai berwudhu. Dia terlambat karena keasyikan menonton ceramah ustadz hingga kebablasan. Terpaksalah dia terburu-buru berwudhu agar tidak menjadi masbuk.

Saat lelaki itu keluar dari kamarnya, dia melihat seseorang berlari ke arah kamar hunian perempuan. Dan tentu saja Rahmat sangat mengenali siapa gerangan itu. Siapa lagi kalau bukan Winda.

Tidak ikut shalat berjamaah dan kabur ketika orang sedang shalat pasti ada sesuatu. Diam-diam Rahmat mengikuti Winda dari belakang. Dia pikir gadis itu ada halangan atau masalah apa, namun ketika melihat dia melempar mukenah di teras membuat Rahmat yakin bahwa ada yang  tidak beres. Dia terus mengikuti Winda dari belakang diam-diam dengan pelan. Hingga akhirnya mereka sampai di lapangan. Dimana Winda sudah ditunggu oleh tiga orang yang Rahmat sangat kenal dengan mereka.

Tiga orang itu adalah preman  desa sebelah yang suka mencari keributan dengan santri Desa Jeruk. Sudah kebiasaan mereka mencari masalah dan sepertinya target mereka kali ini sangat tepat mengingat Winda lah orangnya.

Rahmat pikir hanya akan ada pertengkaran mulut, akan tetapi sudah terjadi perkelahian. Dimana satu lawan tiga orang. Perkelahian yang tidak etis sama sekali.

"APA APAAN KALIAN INI?!" teriak Rahmat saat tiba disana. Akan tetapi, kedatangan Rahmat tidak dihiraukan oleh mereka.

"ASYIFA WINDA!"

Gadis cantik itu melepaskan cengkeramannya, dia melepaskan diri dari serangan tiga orang tersebut.

"Abang ... tolongin!" Dia malah meringis kesakitan saat terhuyung kesamping lalu jatuh.

"Malam malam begini mencari keributan? Kalian kenapa kesini?" tanya Rahmat pada tiga orang itu.

"Siapa lagi santri kami yang akan kalian ganggu?! Apa kalian tidak senang melihat santri kami? Siapa yang menyuruh kalian melakukan ini? Dan apa masalah kalian?" Tiga orang itu diberi berbondong pertanyaan oleh Rahmat.

Mereka tidak menjawab, setelah berancang-ancang ketiganya langsung berlari meninggalkan lapangan. Hingga disana hanya ada Rahmat dan Winda saja.

Asyifa Winda, gadis itu menoleh ke kiri dan ke kanan untuk meregangkan otot lehernya. Tentu saja pegal lantaran tadi jilbab yang dia kenakan ditarik hingga membuatnya mendongak ke atas.

"Abang sakit," rengeknya saat Rahmat melihat sambil geleng-geleng kepala.

Menahan amarah pria berkopiah itu bertanya, "Suka mencari keributan, ha?"

"Dia yang mulai Abang!"

"Tidak seharusnya kamu lawan!"

Winda berdiri dari duduknya. "Kalau ga dilawan, ga ada jeranya!"

"Kamu sok ajarin orang lain buat jera."

"Perlu, secara aku lebih tua dari mereka!"

"Kamu suka menjawab kata saya?" tantang Rahmat.

"Lah, Abang kan ngomong kasian dianggurin!"

"Asyifa Winda! Cukup panggil saya Abang! Semua orang disini manggil saya ustadz, kamu tidak ada sopan-sopannya!" tegur lelaki itu dengan napas tak beraturan. Merasa sangat kesal ketika Winda selalu saja memanggil dengan sebutan itu. Padahal kemarin dia sudah melarangnya.

"Terus mau panggil apa? Sayang?"

"Kamu!"

Winda malah terkikik geli melihat wajah Rahmat yang memerah. Sedangkan Rahmat membesarkan bola matanya. Entah kenapa juga pipinya merah karena panggilan itu?

***

"Abang ... kenapa kita jalannya ga beriringan?" tanya Winda. Dia berkali-kali menoleh ke belakang pada lelaki yang sudah membuat hatinya terpikat.

"Saya harus mengawal kamu supaya tidak kabur," jawab Rahmat singkat. Pandangannya lurus ke depan tanpa menghiraukan Winda yang selalu melihat ke arahnya. Gadis itu bahkan berkali-kali tersandung batu karena tidak melihat jalan.

"Tapi, Abang, dalam Islam laki-laki itu harus didepan, ga dibelakang. Di depan gih, Bang!" suruh Winda dengan santai. Sebenarnya ada niat terselubung, Winda ingin melepas jilbab karena panas setelah perkelahiannya.

"Kamu mau apa Winda?" tanya Rahmat.

Winda berdecih pelan, dasar cowok tidak peka. Dia menarik ujung jilbabnya dan menyingkapkan bagian leher. Udara dingin malam akhirnya masuk kesana, membuatnya merasa lebih sejuk dari pada tadi.

Akan tetapi udara sejuk itu berubah menjadi lebih dingin dan tanpa diduga hujan deras tiba-tiba menerpa jalanan mereka.

Keduanya sama-sama mencari tempat berteduh. Winda mengikuti Rahmat yang sudah berlari ke arah pondok kecil yang tidak jauh disana. Namun saat dia berlari, jilbab yang tadi teronggok di kepalanya malah lepas dan diterbangkan angin.

"Haaa! Jilbabnya!" paniknya saat kepala gadis itu tak lagi ditutupi apapun. Dia hendak kembali mengambil jilbab itu, namun Rahmat menahannya.

"Disini saja, hujan."

"T-tapi ..."

"Tidak apa-apa, saya tidak akan melihatnya."

"Abang..."

"Saya tidak akan melihat aurat kamu meski peluangnya sangat besar. Saya akan berbalik." Dia segera berbalik dan menundukkan kepalanya.

Ucapan Rahmat barusan membuat Winda tersentak. Dia menunduk lalu dengan sadar diri duduk di sudut pondok untuk menyembunyikan rambutnya yang terlihat.

Duduk menekuk lutut lalu membenamkan kepalanya disana. Tanpa Winda sadari air matanya jatuh kala itu juga. Menyadari betapa banyak dosa yang telah dia perbuat, mempertontonkan auratnya dihadapan orang  banyak.

"Winda..." panggil Rahmat kala mendengar isakan kecil sedangkan hujan masih turun dengan deras.

Dia tak bersuara, semakin menyembunyikan wajahnya diantar kedua lututnya.

"Kamu kenapa?" tanya Rahmat.

"Dosa."

Pria itu tersentak, satu kata yang diucapkan gadis itu membuat Rahmat paham dengan situasinya. Apa yang menyebabkan gadis itu menangis. Lelaki itu mengulum senyum,  gadis itu menyadari sesuatu. Ada rasa lega dihatinya, ada rasa yang membuncah yang tidak dapat dijelaskan. Rahmat merasa sebuah hidayah sudah sampai pada gadisnya.

Akhinya hujan reda, Rahmat membantu memungut jilbab Winda yang tadi jatuh ke jalanan. Dan mereka akhirnya kembali ke pesantren ketika semua orang sudah berisitirahat.

"Setelah ini shalat isya, jangan lupa minta ampun." Dan lelaki itu berjalan mendahului Winda lalu meninggalkannya.

***

Jangan lupa untuk pencet bintangnya meskipun cerita ini updatenya lama...
Nda janji, cerita ini pasti akan selesai, tapi Nda ga tau harus update kapan.
Bcs, sibuk menyibukkan diri😥

Terima kasih sudah membaca🔥

Bab ini pertama kali di publikasikan pada 6 Maret 2022

Kembali di publikasikan setelah di revisi pada 19 September 2024

Ku Lupakan Kamu dengan BismillahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang