[Tujuh] Sholat Magrib Bersama Taya

1.9K 232 13
                                    

"Abang sudah rapi, ayo mulai yah."

Semua orang sudah siap dengan posisi masing-masing. Tentu saja dengan drama dan teriakan serta penolakan yang dilakukan oleh Taya. Namun pada akhirnya bisa juga dimulai.

"Taya depan aja." pintanya ingin posisi depan ayahnya. Sepertinya keren deh, berdirinya sendiri saja, nggak ada teman samping kiri kanannya.

Sedangkan Taya kan ada di belakang, posisi baris kedua bersama kakeknya. Lalu di belakang ada nenek, mama, aunty Balqis sama budhe.

"Depan sama Ayah?"

Yasalam, baru mau mulai sholat bocah ini sudah mulai berulah.

"Bukan, depan sendili. Taya aja depan, Ayah ndak depan lah. Ayah telus sama Kasan telus. Taya depan sana." protesnya tak suka.

Bocah itu sudah menenteng sajadahnya untuk di gelar di depan dan menutupi sajadah milik ayahnya.

Mau emosi tapi masih bocah, lalu kesayangan semua orang pula.

"Abang sama Mama aja di belakang sini. Mau ditengah atau mana?"

Rasanya Baheera ingin  menarik putranya secara paksa, tapi itu semua hanya keinginannya saja. Yang ada bocah itu akan semakin menjadi dan berulah.

"Depan sini lah, Ayah telus." protesnya cemberut. Taya sudah menginvansi sajadah milik ayahnya. Tak mau bergeser sedikitpun.

Kenapa sih setiap waktunya sholat ada saja tinggahnya bocah gembul ini. Hal itu sering membuat orang tua dan keluarganya gemas ingin menangis.

"Waktu magrib mau selesai loh Bang, di belakang yah. Sholat nanti Abang boleh depan, sekarang Ayah dulu, nanti Abang."

Byakta menatap putranya sayang dan penuh kesabaran. Memberikan pemahaman yang baik dan lembut. Membujuk dan bernegosiasi.

"Kenapa belakang telus, Taya mau depan."

Taya tetap tidak mau merubah posisinya. Wajahnya cemberut tidak dibolehkan berdiri sholat paling depan.

"Yuk belakang Bang. Sama Mama yuk, ini sudah mau mulai sholat."

Pada akhirnya Baheera menarik lembut putranya agar ke belakang. Berdiri di samping mamanya.

"Huwaaa Taya mau depan sana. Ayah saja depan telus, Kasan juga. Taya mau depan sana sholatnyaa." rancaunya dengan tangisan menggema.

" Huwaaa sholat depan sanaaa..."

"Ndak sholat teman setan, huwaaaaa... Mau depan."

Pada akhirnya tangisan Taya menggema. Mau tidak mau Baheera langsung mengangkut putranya ke ruang tengah. Meminta yang lain untuk sholat terlebih dahulu.

"Mama mau depan sana, sholat. Ayah depan telus, huwaaa Taya ndak bolehin depan."

Bocah gembul itu meraung sedih, ia mengeluarkan unek-uneknya. Baheera bersyukur, putranya bisa mengungkapkan keinganan dan pikirannya. Namun terkadang situasinya tidak mendukung seperti sekarang.

"Huwaaa... Hikss Mama..."

"Hiksss..."

Tangisan itu tentu saja tak henti begitu saja. Taya sedih.

"Abang dengarin Mama yah Nak. Dengar dulu yah," pinta Baheera lembut sambil menghapus air mata putra gembulnya, "kalau sholat depan harus sudah bisa baca Al-Quran. Abang kan masih belajar Iqro kan yah Nak?"

"Tapi sholat depan sayang Allah." jawabnya tak terima penjelasan mamanya.

"Allah sayang semua hambanya yang sholat dan sholeh. Abang sudah rajin sholat, terus sudah jadi anak sholehnya Mama juga, pasti Allah sayang."

Baheera menghibur putranya sayang, untung tangisannya mulai mereda namun belum berhenti tentu saja.

"Tapi Allah sayang banyak banyak sholat depan. Taya mau depan, Ayah telus depan huwaaa mau sholat depan." tangisannya mulai kencang kembali.

Astaga perkara mau sholat menjadi imam saja membuat magrib mereka penuh drama.  Tentu saja ini hal bagus, tapi masalahnya bocah gembul ini belum layak menjadi imam sholat.

"Allah sayang Abang banyak juga. Abang sholat aja sudah di sayang Allah." hibur Baheera.

"Ndak mauuu, ndak mauuu.."

Baheera berharap suaminya menyelesaikan sholatnya segera. Tak perlu doa yang panjang agar bisa menghibur dan memberi pengertian kepada putra mereka. Baheera juga butuh sholat secepatnya.

Ramadhan with NatayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang