[Empat] Sholat Subuh bersama Taya

2.3K 244 9
                                    

Semua orang bersiapa untuk sholat subuh, namun bocah gembul itu masih tak bergeming, "Abang sholat di rumah atau ikut Ayah sama Kasan ke Masjid nak?"

"Ndak sholat dulu Ayah." Jawabnya sambal lalu.

Lah bisa begitu tidak sholat dulu.

"Kenapa?"

Oke, Byakta harus sabar. Pokoknya harus banyak bersabar selama bulan Ramadhan ini.

"Libul Ayah, ndak shalat masjid sana."

Bocah gembul itu masih asik rebahan kekenyangan sehabis sahur tadi. Lagipula mana ada libur sholat.

"Nggak ada libur loh Bang kalau sholat, emang Abang tahu libur apa?" Byakta sangsi bahwa putranya itu tahu arti libur apa.

"Libul kan ndak sholat Ayah. Uhhh Ayah ndak tahu sih." Taya terdengar bangga sekali dengan informasi miliknya. Bocah gembul itu tak ada niat sama sekali untuk bangun dan berangkat sholat subuh ke masjid sana.

"Abang belum siap-siap Nak?" Kakeknya menghampiri bocah gembul itu.

"Ndah sholat loh Kasan." Tolaknya lagi untuk kesekian kalinya.

"Wah padahal nanti bisa naik sepede loh pas pulang sholat."

"Ndak ada kulma masjid sana."

Ada saja alasannya, padahal memang Taya tak ada keinginan untuk berangkat ke masjid sana bersama ayah dan kakeknya.

"Lah kan Abang puasa, sudah sahur pula tadi. Nggak ada kurma kalau masih pagi, tapi nanti waktu berbuka biasanya ada kok. Yuk siap-siap, sebentar lagi mau masuk subuh."

Byakta tak akan heran dengan alasan putranya itu, biasanya banyak sekali akalnya. Entah Taya belajar dari mana.

"Ganti baju dulu yuk sama Mama, sini pakai baju koko baru. Kemarin di beliin Necan kan, Abang belum pakai yah. Katanya mau di pakai sholat."

Baheera mengambil alih situasi, alasan libur tak bisa Baheera terima. Kecuali Taya ketiduran, sebisa mungkin Byakta dan Baheera membiasakan Taya untuk sholat di masjid bersama ayahnya. Namun disisi lain, mereka juga melihat situasi dan kondisi Taya, tidak memaksa. Jika dirasa bisa dan sedang dalam mood yang baik, maka Baheera akan membujuk putranya untuk berangkat bersama ayahnya.

Terkadang hal seperti ini menjadi pengerat ikatan ayah dan anak. Ada momen yang tak akan terulang dan harus mereka ciptakan.

"Pakai baju balu yah." Pintanya dengan binar senang.

Kalau pakai baju baru Taya semangat kok pergi ke masjidnya.

"Iya pakai baju baru, hari ini saja yah. Baju barunya satu saja soalnya, besok-besok bisa pakai baju Abang yang lain yah."

Baheera dan Taya ke kamar untuk mengganti pakaian, membiarkan kakek dan ayahnya menunggu di ruang tengah. Untung saja masih cukup waktunya.

"Mama, ndak baju balu setiap hali?"

Tanyanya begitu baju koko terpasang manis di tubuh gembul itu.

"Setiap hari pakai baju baru?"

"Iya setiap hali loh."

"Buat apa?"

"Bagus loh Mama, baju balu setiap hali. Nanti Necan beli setiap hali?"

Waduh, bisa gawat kalau bocah gembul itu meminta kepada neneknya untuk dibelikan baju baru setiap hari. Bukannya tidak mampu namun untuk apa?

"Kalau beli baju baru setiap hari berarti baju Abang sama mainan Dino dijual yah? Buat beli baju baru itu."

Baheera tak bisa membayangkan permintaan putranya itu.

"Mama ndak ada uang?"

"Ada kok, tapi nggak bisa buat beli baju baru setiap hari."

"Ndak ada itu. Kasan sama Necan juga? Ama sama Ami?" Taya mengabsen satu persatu nenek kakeknya dari kedua belah pihak orangtuanya.

"Ada kok. Yuk sudah siap. Ayo berangkat, ditunggu Kasan sama Ayah."

"Ayah ayoo masjid sana..."

Larinya menghampiri ayah dan kakeknya, ingin segera ke masjid. Sudah lupa sepertinya alasan libur sholat tadi.

"Abang sudah wudhu?"

"Masjid sana aja."

Baiklah, yang terpenting sekarang Taya sudah mau berangkat ke masjid dengan sukarela bersama ayah dan kakeknya.

Ramadhan with NatayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang