[Dua Puluh Sembilan] Malam Takbir Bersama Taya

1.5K 238 10
                                    

"Amaaa, ada Allahu akbal sana.."

Suara takbir sudah menggema sedari tadi, sebelum magrib sudah terdengar. Menyenangkan sekali bisa mendengarkan itu dan melewati ibadah ramadhan dengan baik.

"Iya, ada orang takbir."

"Taya ikut sana, suala Allahu Akbal itu Ama. Ayoooo...." ajaknya antusias.

Taya suka yang ramai begitu. Mana suaranya menyengakan lagi.

"Siap siap yah, minta ganti baju sama Mama."

Tentu saja kakeknya menuruti keinginan cucunya. Lumayan sih, nanti banyak anak yang akan keliling sambil takbiran dekat rumah mereka.

Setelah beberapa menit, Taya telah berganti pakaian. Memakai baju koko warna mocca, terlihat menggemaskan. Tapi mamanya menyuruhnya memakai peci, tetapi bocah itu tak mau.

"Abang mau kemana? sudah rapi begini?"

Byakta melihat putranya sudah siap, terlihat bersemanga sekali.

Byakta baru sampai hari ini, sehari sebelum lebaran. Tidak apa-apa, yang paling penting bisa berkumpul bersama keluarga.

"Mau Allahu akbal sana sama Ama loh. Ayah ndak ikut?"

"Ama mana?"

"Dalam sana, baju Koko sama Taya."

Taya mulai berlari kesana kemari, tak bisa diam tentu saja. Ada saja yang dilakukannya sambil menunggu kakeknya.

"Abang sudah pamit?"

"Pamit siapa?"

Taya bingung begitu ditanya seperti itu oleh kakekbnya.

"Pamit sama Ami, Mama, Ayah? Sudah bilang mau lihat orang takbiran?"

Taya menggeleng tanda belum, ia segera saja mencari mama sama neneknya. Kalau sama ayahnya sih nanti saja soalnya kan ayah lagi sama Taya di ruang tamu rumah.

Setelah berhasil pamit ia antusias sekali mengikuti kakeknya.

Mereka pergi menggunakan motor, tentu tak aman. Namun Byakta tak berani melarang karena sungkan dengan mertuanya dan juga tak tega dengan keceriaan putranya.

"Ama apa itu? Wah walna walni.. Bagus... Ama..."

Taya menunjuk antusias kearah kerumuan orang, mereka ada dipinggir jalan, menunggu rombongan yang takbir keliling.

"Itu obor trus ada yang bawa lampu warna warni."

"Lampu apa?"

"Itu yang nyala warna warni, lampu yang nyala kalau gelap."

"Ama ikut sanaa...." ajaknya menarik tangan kakeknya ingin ikut dalam rombongan.

"Lihat dari sini saja yah, kalau ikut nanti motornya hilang nggak ada yang jaga."

Taya jadi dilema, kalau motornya hilang pasti sedih. Taya saja waktu lupa tidy up mainan, ada yang hilang. Rasanya sedih loh. Tapi Taya juga mau ikut rombongan itu.

"Taya mau Allahu akbal Ama, bawa motol aja." tak kehabisan ide. Ia ingin ikut bersama kakeknya dan juga motornya.

"Lihat Bang, nggak ada yang pakai motor. Semua jalan kaki loh. Nonton sini yah, nanti beli lampu warna warni."

Bujukan seperti ini selalu barhasil sih untuk Taya.

"Ama itu apa panas ndak?"

Taya menatap takjub obor menyala dengan besar. Kalau yang lain kecil saja, ini lebih besar.

"Itu obor Bang. Bagus yah.."

"Panas ndak?"

"Panas kalau kena tangan. Harus hati-hati pegangnya."

"Buat lumah satu."

"Abang mau itu?"

Untung saja kakeknya sabar, plus super sayang. Apa saja bakal dituruti.

"Huuh, buat lumah satu. Nanti besal yah." Taya antusias membayangkan obor besar di rumah kakek neneknya itu.

"Ikut yuk Ama..." ajaknya kemudian.

Sepertinya bocah gembul ini belum lupa keinginannya untuk ikut.

"Nggak ada anak kecil tuh Bang. Lihat?"

"Anak besal semua?"

"Iyaaa...."

"Taya anak besal kok. Sudah Abang." tak mau kalah juga sih, Taya pengen ikut.

Pada akhirnya kakeknya menuruti keinginan Taya. Mengikuti dari belakang. Mereka sengaja menyimpan motor dulu ditempat parkir yang aman.

Ramadhan with NatayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang