[Sembilanbelas] Masih Buka Puasa Bersama Taya

1.4K 212 5
                                    

Keceriaan terdengar menggema. Semua orang menikmati kumpul bersama sambil berbuka puasa bersama.

"Nataya, makanannya nak jangan di mainin." Baheere menegur bocah gembul itu begitu melihat gelagatnya yang ingin melempar makanannya ke lantai bawah kursinya.

Mendapati mamanya menegur Taya mengurungkan niatnya. Tak jadi membuang makanannya. Kenapa yah mamanya bisa saja melihat kelakuannya. Padahal tadi Taya sudah memastikan mamanya tak melihat kearahnya.

Tidak seru sekali.

Taya tak ingin makan, dia sudah kenyang. Tadi sudah minum banyak, makan kurma juga. Ada jus juga, Taya suka.

"Ayo makan cepat, boleh main kalau sudah makan." Ajak Bayu antusias, ia paling senang makan. Teman yang lain juga makan dengan damai, tapi tidak semua kok.

"Kita mau sholat magrib kata Papa, boleh main kalau sudah selesai sholat." Raihan mengingatkan teman-temannya. Siapa tahu mereka lupa atau tidak mendengarkan, atau tidak diberitahu oleh papanya.

"Nanti beldiri depan waktu sholat." Timpal Taya tak mau kalah.

"Kita belakang saja, nanti biar bisa main." Dion memberikan usul.

"Sholatnya yang benar, nggak boleh sambil main loh."

Akmal, lagi-lagi berperan dengan baik. Memberikan nasehat kepada adik-adiknya yang sudah mulai mengatur strategi untuk kabur dan bermain.

Namun bocah tetap saja bocah, apa yang bisa diharapkan? Kesunyian dan patuh tak terbantahkan?

Tidak bisa.

Kalau perkumpulan bocah itu sunyi, para orangtua wajib waspada. Ada kekacauan besar dibalik itu yang akan membuat para orangtua belajar bersabar dan ihklas tiada akhir.

"Makan dulu semuanya yah, nanti kita sholat magrib." Para ayah berusaha menegur melihat gelagat anak-anak mereka yang tak berniat menghabiskan makannya.

"Taya, Taya ayo sini...." panggil Afif dan Zia. Kedua bocah itu sedang memungut batu, entah untuk apa.

"Mama tolong, plisss..." pintanya manis, ia tak bisa turun sendiri. Kursinya lumayan tinggi dan ia tak mau ambil resiko jatuh.

"Abang sudah selesai makan?"

Baheere menghampiri putranya yang kesulitan untuk turun, makannya hanya dicolek sedikit, lebih banyak tak tersentuh. Sudah kenyang sepertinya, dan Baheera juga tak akan memaksa putranya untuk makan. Soalnya tadi sudah makan roti dan beberapa kue.

"Afif, sama Zia sana. Taya sana Mama..."

Begitu sudah turun ia langusng kabur begitu saja, tak menunggu jawaban mamanya. Taya menghampiri teman-temannya.

"Afif ambil batu?"

"Taya mau?" Tawar Zia memberikan batu dari genggamannya, batu hias yang sengaja di simpan disisi tanaman restoran itu.

"Ini Taya pungut juga."

Taya menerima pemberian itu dengan senang hati, mengikuti kedua temannya untuk memungut batu. Entahlah untuk apa, nanti akan ada saja kreasi yang mereka lakukan.

Mereka asik memungut batu, beberapa anak-anak lainnya main lari-larian, ada juga yang masih makan. Mereka mulai membentuk kelompok sendiri sesuai keinginan ingin main apa. Yang paling penting tak ada rasa iri, mereka bisa membaur dengan siapa saja dan mudah akrab.

"Nataya ayo sholat, sama Afif sama Zia juga."

Byakta menghampiri mereka yang sibuk dengan batu-batu ditangan mungil itu. Apa saja yang sudah mereka bicarakan? Byakta jadi penasaran.

"Mau kumpulin batu Ayah." Taya cemberut karena kegiatannya terganggu.

"Om Byakta mau batu?" Si kecil Zia menawari Byakta batu, sepertinya gadis mungil ini senang sekali berbagi, tadi juga ia membagi batunya untuk Taya.

"Terimakasih Zia, batunya nanti saja yuk. Simpan sini dulu saja, kita sholat magrib dulu."

"Nanti ambil batu lagi Om?" Afif menatap Byakta dengan mata polosnya, menggemaskan sekali.

"Batunya buat hiasan, boleh buat main tapi tidak dibawa pulang yah."

"Mau bawa pulang." Aku Afif tak rela kalau harus disimpan lagi.

"Kita simpan dulu yuk Nak, sholat dulu yuk." Ajak Byakta lagi, lebih lembut dan fokus. Jangan mudah tergoda oleh rayuan bara bocil.

Pada akhirnya Byakta berhasil menggiring ketiga bocah itu menuju tempat sholat. Tentu saja tak semudah kelihatannya

Ramadhan with NatayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang