[Tujuhbelas] Sahur Terlambat Bersama Taya

1.5K 216 10
                                    

"Wah Taya nggak puasa hari ini?"

Budhe Mayang yang main ke rumah melihat bocah gembul itu sedang sarapan, senang sekali menggodanya.

"Taya puasa kok, ini sahul."

Taya menjawab godaan itu dengan cemberut, tak mau sekali dianggap kalau tidak puasa. Padahal Taya saja masih bocah, dan belum ada kewajibannya puasa. Ibaratnya, bocah gembul ini tak mau kalah, karena menurutnya dengan puasa seperti orang dewasa itu keren.

"Jawabnya yang manis dong, nggak boleh galak." tegur Baheera lembut, aduh putranya itu sudah memasang wajah cemberut saja. Baru ditegur dengan lembut dan digoda sedikit saja merajuk.

Luar biasa.

Beda cerita kalau di goda tantenya, bisa sampai menangis. Giliran dipisahkan tak mau, dan saling mencari, tetapi setiap bertemu ada saja kejadian yang membuat drama.

"Tapi ini Taya mau puasa Mama..."

"Iya, Abang nanti bisa puasa habis sarapan. Ini bukan sahur yah." Baheera mengigatkan lagi putranya jika batas sahur itu adalah terbitnya matahari, lah sekarang sedang cerah-cerahnya itu matahari.

"Tapi puasa kan?"

"Puasa kok, Taya kan masih belajar. Tidak apa-apa yah." Hibur Budhe Mayang.

"Puasa kan Budhe? Boleh maam?" tanyanya mencari sekutu.

Taya tuh bisa bersikap manis nan menggemaskan begini, namun sering juga kok menguji kesabaran mama. Mungkin sekarang Taya lagi mode menggemaskan.

"Makannya sekarang saja, nanti puasa sampai azan yah."

Jika ditanyakan esensi puasa sendiri kepada Taya, tentu saja ia tak akan paham. Pemahaman Taya mengenai ibadah puasa di bulan Ramadhan ini hanya tidak makan dan tidak minum.

"Huuuh."

"Jawabnya Iya Budhe, bukan Huuh."

Kebiasaan sekali bocah ini menjawab seperti itu, entah bersama mamanya atau terkadang dengan orang lain. Baheera dan Byakta masih terus mengingatkan Taya mengenai kebiasaan tidak baiknya ini, mungkin terlihat sepele. Namun sebagai orangtua Baheera ingin putranya memiliki adab yang baik, perilaku yang baik, dan sikap yang baik, serta tutur kata yang baik. Tentu saja, hal ini harus dibarengi oleh contoh nyata dari orangtua dan keluarganya.

"Taya nggak bangun sahur yah tadi?"

"Ndak bangun Mama, Budhe. Taya bobo, ndak bangun Mama." Adunya imut.

Benar juga sih, Baheera dan Byakta sengaja tidak membangunkan Taya untuk sahur hari ini. Malamnya sebelum tidur Taya masih minum obat, takut bocah gembul itu kurang tidur.

"Mungkin karena Taya tidurnya nyenyak yah. Budhe Mayang dengar kemarin Taya sakit, jadi suruh tidur kan sama Mama."

"Setan tiup sakit Taya Budhe, kata Ayah." Taya mengingat cerita pengantar tidur yang dibacakan oleh ayahnya semalam.

"Sakitnya Taya karena ditiup setan?"

"Itu setan kasih sakit-sakit kan. Nanti ndak boleh malah sama Allah." Nasehatnya sok dewasa.

Baheera dan Budhe Mayang saling melirik gemas dengan pemikiran Taya.

"Iya, harus banyak sabar yah biar di sayang sama Allah." Hibur Budhe Mayang.

"Mama sudah...." Lapornya begitu makanan dipiringnya habis, kemarin dapat satu dua gigit saja penuh dengan perjuangan.

"Wah, Alahmdulillah." Baheera harus tetap bersyukur Taya masih mau makan, tadi pagi masih drama tak mau makan nasi, hanya mau makan roti dengan selai cokelat.

"Nanti puasa telus, lama lama telus. Tulun Mama, tolong." Pintanya manis.

Baheera dengan sigap membantu menurunkan putranya dari kursi makannya. Memang agak tinggi karena disesuaikan dengan tinggi meja makan.

"Alhamdulillah, sudah selesai sarapannya."

"Bukan, Taya sahul kok Mama." Protesnya tak suka.

"Iya, Abang sahurnya terlambat. Bukan sarapan." Sebenarnya Baheera ingin mendebat putranya itu, tapi masih pagi. Jadi tahan saja dulu menganggu bocah gembul itu.

Ramadhan with NatayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang