[Dua Puluh Tujuh] Sore Hari Bersama Taya

1.5K 232 11
                                    

"Amaaa, ini boleh tangkap?"

Taya menunjukan hasil tangkapannya kearah kakeknya. Bagaimana yah, Taya ini bertanya setelah ia melakukan sesuatu terkadang. Soalnya Taya tahu jika izin terlebih dahulu pasti tak diizinkan. Jadi lakukan dulu baru izin atau beritahu.

"Jangan anaknya, nanti di patuk sama induknya." panik kakeknya begitu melihat anak ayam itu sudah berada ditangan cucu kesayangannya itu.

Induknya pasti marah.

"Huwaaaa.... Huwaaa Amaaa...."

Tuh kan, belum juga sedetik diberitahu induk ayam sudah mematok Taya karena menculik anaknya.

"Lepas Nak. Husss.... hus....hus...."

Kakeknya berusaha menghalau ayam yang akan mematok Taya, namun tak benar-benar berhasil. Masalahnya anaknya masih ada dalam genggaman Taya.

"Huwaaa nakal. Huwaaaa..." jeritan disertai tangisannya menggema.

Taya mencoba kabur, tapi tetap saja diikuti dengan ganas.

"Lepas Nak..."

Amanya menggendong bocah gembul itu kasihan. Takut trauma dengan ayam. Tapi disisi lain kasian juga dengan anak ayamnya Terlihat kepayahan dalam genggaman bocah gembul itu.

"Nakal, nakal.... Maam Taya, nakal..." berontaknya kesal.

Padahal Taya mengira mereka sudah bestie. Tadi masih akur saja kok, main bersama.

Ayam peliharaan kakeknya terlihat ramah. Ayam itu sudah lumayan lama, ada karena Taya ingin ada ayam ketika datang ke Malang.

Namun lihat sekarang, ia dipatok. Padahal Taya tidak merasa salah kok.

Cuma tanggap anaknya saja satu.

Taya nggak ambil semua.

Satu aja kok.

"Ayamnya nggak nakal, Abang tadi ambil anaknya sih."

Tak baik juga membenarkan Taya menyalahkan hal lain karena suatu kejadian.

"Sudah turun yuk. Main biasa saja yah, jangan tangkap anak ayam. Oke?"

Taya senang berada di rumah nenek kakeknya di Malang. Halamannya masih luas di belakang, dan iya bisa main sepuasnya.

"Ayam pelgi..." adunya lagi, sepertinya tak kapok tadi sudah dipatok.

Sore hari ini kakek nenek Taya sengaja hanya berada di rumah. Bermain bersama cucu gembul kesayangannya yang baru saja sampai.

Tak ada lelahnya, tapi tadi Taya sudah tidur siang dan juga makan.

Pamernya sama nenek kakeknya kalau puasa, tapi minta makan sama mamanya.

"Jangan di kejar..."

"Taya mau tangkap...."

"Nanti dipatok lagi loh Cah Bagus. Taya bantu Ama kasih makan ikan yuk."

Kakeknya menggandeng Taya agar segera menjauh dari ayam-ayam itu.

Waktu dipatok ayam nangis, lalu ketika ayamnya pergi tak kapok dan ingin mengulanginya.

Mantap.

"Mancing boleh?"

"Abang mau mancing?"

Posisi kolam ikannya tak besar sih, namun lumayan karena hasil kegabutan kakek Taya di rumah.

Padahal nenek kakek Taya bukan yang lowong waktunya. Mereka sibuk mengurus usaha keluarga.

"Ayo Amaa.. "

"Kita ambil dulu yah alat pancingnya."

"Taya mau tangkap ikan banyak. Besal besal kan Ama. Nanti maam sama Ami sama Mama sama Ama sama Taya."

"Wah nanti jago yah..."

"Huuh pintal Ama..."

"Belajar darimana Abang? Ayo sini...."

"Taya pegang sendiri, lembal sendilii." tolaknya ketika kakeknya ingin membantu.

"Oke, hati-hati yah."

Kakeknya pasrah saja, lebih tepatnya sih senang senang saja dengan semua tingkah Taya.

Cukup lama mereka memancing, namun belum ada satupun yang tertangkap. Tentu saja bosan.

"Ama masuk aja, tangkap yah."

"Jangan...."

Aduh bocah gembul itu bikin panik saja, mana sudah ancang ancang mau nyemplung. Lumayan dalam sih.

"Ndak ada ikan maam loh. Ada sanaaa..."

"Dalam yah, nggak boleh masuk."

"Mau tangkap Amaa..." pintanya keras kepala.

"Diserokin aja yah. Sini kita ambil serokannya."

"Ndak mau."

Sore mereka jadi lebih berwarna. Taya merasa bebas dan sedikit menyebalkan.

Ramadhan with NatayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang