[Sembilan] Perjalanan Pulang Bersama Taya

1.6K 235 8
                                    

"Mama?"

Setelah berangkat tadi dengan penuh drama dan juga tangisan pada akhirnya bocah itu tertidur di mobil. Dan sekarang sudah terbangun. Saat ini, keluarga kecil ini pulang ke rumah mereka di Jakarta sana. Sengaja puasa pertama dengan keluarga ayahnya dan bertepatan dengan akhir minggu.

"Abang sudah bangun, mau minum?" tawar Baheera sigap. Tentu saja Taya dan mamanya duduk di belakang. Ayahnya sendiri di depan.

"Sampe lumah Taya?"

"Belum Nak, masih macet. Abang mau sesuatu?" tawar Baheera lagi.

Byakta masih meliriknya dari spion tengah, memperhatikan putra gembulnya yang masih setengah sadar.

"Lame-lame apa itu?"

Taya menunjuk sembarangan, masih belum sadar sepenuhnya. Namun ia tertarik melihat kerumanan orang yang terjebak macet bersama mereka di samping mobil.

"Rame apa Bang?"

"Itu olang lual sana, lame." tunjuknya lagi lebih fokus mengarah kepada penggendara motor samping mereka.

"Macet Bang, itu pakai motor." Byakta memberi penjelasan, agar terlibat dalam obrolan Taya dan mamanya.

"Ayah ndak motol? Naik cal kan yah, jauh. Kelja juga, Taya naik tlain waktu dulu sama Mama ke lumah Necan."

Suaranya masih terdengar parau, menceritakan hal random yang pernah ia lakukan dulu. Bahkan dulu Taya mencerikan kisahnya naik kereta bersama mamanya ke semua orang, itu adalah pengalaman yang menyenangkan bagi bocah itu.

"Ada kan motor di rumah, tapi kalau ke rumah Necan jauh. Jadi kita pakai mobil."

"Huuh."

Taya hanya menanggapinya sekilas, tidak benar-benar peduli. Sepertinya sisa kantuknya masih terasa. Setelah tanggapan singatnya, Taya kembali terdiam. Dia pandangan fokus ke samping mobil mereka.

Byakta dan Baheera membiarkan saja putranya itu. Tidak berusaha menganggu konstrasi bocah gembul itu dalam melamun.

"Mama ada olang putih-putih itu, sakit?" tiba-tiba saja ia bertanya mengenai apa yang dilihatnya setelah keheningan yang cukup panjang tadi.

"Orang siapa Bang yang putih?" Baheera ikut melihat keluar jendela mobil, memastikan objek pertanyaan putranya.

"Itu olang putih-putih. Bawa kaldus kan?" tunjuknya keluar memberitahu mamanya apa yang ia maksudkan.

"Ah itu manusia silver. Abang belum pernah lihat yah."

Setelah menyadari objek yang dimkasudnya putranya Baheera kembali ke posisi yang lebih baik, tidak terlalu condong kearah putranya.

"Malam-malam begini masih ada yah. Depok luar biasa." komentar Byakta menyadari pembicaraan putranya itu.

"Silvel apa? Putih itu Mama..."

Memang sih, kalau dari dalam mobil terlihat seperti putih. Apalagi pantulan cahaya malam hari. Tapi kalau aslinya warnanya bukan putih, tapi silver.

"Bukan Bang, itu warna silver."

"Putih Ayah?"

"Silver Bang."

"Ndak itu putih." ngototnya tak mau salah. Pokoknya warnya putih kok, itu putih orangnya. Bukan silver seperti yang mama sama ayah bilang.

"Mama itu apa?" tanyanya lagi setelah mobil berjalan cukup lama.

"Lampu jalan Nak."

"Mama itu apa?"

"Yang mana?"

"Udah ndak ada Mama. Mama ndak lihat."

"Mama ini jalan apa? Ndak ada olang banyak banyak?"

"Jalan tol Bang, masuk tol biar cepat sampai."

"Mama itu apa yellow banyak?"

"Tanda jalan nak."

"Tanda apa?"

"Umm petunjuk jalan agar kita di jalan tol tau batas kiri dan kanan jalan."

Pertanyaan dari Taya tentu saja tak henti disitu. Banyak lagi pertanyaan, dari satu pertanyaan muncul pertanyaan lain. Entah itu saling berkaitan atau tidak.

Tentu saja dengan suara Taya yang cerewet membuat perjalan pulang mereka lebih menyenangkan.

Ramadhan with NatayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang