[Lima] Puasa bersama Taya

2.1K 243 12
                                    

"Necan maam dong..." pintanya begitu melihat neneknya di samping rumah.

Belum ada jam 9 bocah gembul itu sudah minta makan. Sepulang dari masjid sibuk main sepeda dan lari-larian. Tentu saja haus. Bilangnya saja mau puasa sampai magrib, belum juga setengah hari sudah minta makan.

Mantap.

"Abang nggak puasa?"

"Puasa loh Necan, tapi nanti yah. Taya mau maam dulu, nanti puasa lagi boleh kan?"

Mata polos itu menatap neneknya dengan binar yang menggemaskan. Mana yakin sekali mau puasa lagi habis makan.

"Mau makan pakai apa?" tawar neneknya tak tega. Belum ada kewajiban juga sih buat Taya untuk puasa. Dikenalkan saja sudah bagus, dan ia memahami esensi puasa juga orangtuanya sudah bersyukur.

Tidak perlu yang muluk-muluk.

"Mau pakai telul Necan..."

"Sudah bilang Mama?"

"Belum, bilang Ayah sama Kasan sana. Boleh maam kok Necan."

Taya belum melihat mamanya, jadi belum bilang kalau mau makan. Kalau di rumah Depok Taya bisa minta makan sama Necannya atau sama Budhe.

"Telul campul-campul Necan, sama Budhe telul campul-campul Budhe..." pintanya begitu melihat Budhe yang membantu nenek kakeknya. Mengekori hingga dapur.

"Telur dadar yah Bang?" tanya Budhe memastikan.

"Huuh, telul dadal Necan? Campul-campul kan?"

Taya kan nggak tahu namanya apa, tapi dicampur semua kok telurnya, lalu di aduk. Itu namanya campur-campur kan yah?

"Tadi Abang main apa saja?" tanya neneknya sembari menunggu telur dadarnya matang.

Taya sudah duduk dengan manis, sepertinya benar-benar lapar. Tidak perlu disuruh makan lagi oleh mamanya.

"Wah Abang mau makan yah? Nggak puasa dong." Heboh Balqis melihat keponakan gembulnya sudah duduk manis menunggu makanannya.

"Puasa kok. Nanti habis maam." Balasnya tak mau kalah. Bocah itu sampai tak menjawab pertanyaan neneknya tadi.

"Asik nggak puasa. Masih kecil sih."

Entah mengapa Balqis senang sekali meledek Taya, seperti ada kebahagiaan tersendiri. Kalau ketemu ada saja kelakuan kedunya, giliran tak bersama saling mencari tiada akhir.

"Taya sudah Abang." Pekiknya tak terima diledek masih kecil.

Padahal memang masih kecil. Masih tiga tahun loh.

"Uhhhh nggak puasa loh ini Taya, nanti teman setan. Hiiii seram yah." Makin menjadi saja Balqis meledek keponakannya.

"Ndak teman setan. Uhh Anteu nakal, Necan Anteu teman setan kan yah? Ganggu-ganggu. Nakal."

"Abang masih kecil, boleh kok makan. Nanti lanjut puasa lagi yah."

Wajah bocah gembul itu berbinar senang, songong sekali kelihatannya. Apalagi setelah mendapatkan pembelaan dari neneknya. Uh terbaik deh necan itu.

"Ini nak makannya Abang. Masih panas yah, pelan-pelan."

"Jangan tiup-tiup loh, teman setan nanti."

Yaallah, Balqis dan Taya luar biasa sekali. Sepertinya keduanya tak pernah kehabisan ide untuk membuat suasana ramai.

Taya cemberut saja melihat tantenya, semuanya jadi menyebalkan. Tantenya nakal loh, nggak kayak Taya yang sudah jadi anak baik hari ini.

"Anteu sana aja, ndak maam Taya loh." Usirnya sebal.

"Nggak mau, mau liat Abang makan. Nggak puasa nih, hiiii...."

"Sana aja. Necan...." Adunya lagi sebal.

"Huh, Taya jadi tukang ngadu. Nggak seru loh."

"Anteu nakal. Ndak teman."

Bocah gembul itu memasang wajah cemberut tidak suka, jangan lupa pipinya membulat karena cemberut bercampur nasi dan telur.

Menggemaskan sekali.

"Kita memang nggak teman kok. Abang kan keponakan Aunty bukan teman."

"Anteu sana aja, ndak maam." Usirnya lagi.

"Kamu yah seneng banget godain keponakan kamu." Neneknya heran, Balqis dan Taya terlihat mirip sekali kelakuannya.

"Aunty bilangin Mamanya Abang ah, hari ini Abang nggak puasa. Aduh mana makannya sama telur lagi."

"Taya sudah bilang Ayah sama Kasan kok. Ndak puasa, puasa nanti habis maam." balasnya tak mau kalah.

Ramadhan with NatayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang