"Ran... Ran, hei...."
Ran terus membalik lembar latihan soal dari buku 'Sukses UNAS Tingkat SMP' tanpa menyadari Selin yang sudah memanggilnya beberapa kali.
"Ran!" Kali ini Selin menarik pelan buku latihan soal itu, membuat coretan pensil tercoreng di atas kertas jawaban.
"Eh—maaf." Selin buru-buru melepaskan. "Habis kamu kupanggil-panggil nggak ngerespon..."
Ran meraih penghapus karet dan mulai menggosok coretan itu.
"Ada apa memangnya?" tanya Ran sebelum meniup serpihan karet sisa penghapus.
"Aku mau ngajakin kamu ke kantin dari tadi. Bel istirahat udah bunyi lima menit lalu, loh. Kamunya kenapa fokus banget sih belajarnya? Try out juga masih minggu depan."
Ocehan Selin itu dibalas Ran dengan tatapan datar. Classic, batin Ran, selalu ngentengin masalah pelajaran. Kamu mah enak, Sel, nggak diolemil sama mama sendiri karena nilai quiz di bimbel turun. Nggak kayak aku yang semalem...
"Yuk ah, kantin. Kamu nggak akan kenyang makan soal-soal begini." Selin berkata riang sembari menutup buku latihan soal Ran.
"Emmm..."
"Ayuuuk! Udah ditungguin anak-anak VIP, nih." Selin mendesak.
"Oke." Ran akhirnya bangkit, namun menyempatkan diri memungut buku latihan soal tadi dan sebatang pensil 2B. "Tapi aku bawa ini. Kata Bunda, aku harus mulai biasain belajar kapan aja, di mana aja, dalam kondisi apa aja."
Selin hanya bisa menganga saat melihat Ran berjalan mendahuluinya ke pintu kelas. Ran memeluk buku soal dan melangkah cepat, seakan-akan ingin lekas tiba di kantin untuk kembali mengerjakan.
"Gila... beneran jadi anaknya Tante Ajeng dia," gumam Selin sambil berjalan menyusul langkah cepat sahabatnya.
Di kantin, Ran terus menekuri buku soalnya, sesekali mencoret-coret jawaban pilihan ganda dan menyuap nasi kari makan siangnya.
Selin lebih banyak menghabiskan waktu dengan berbincang bersama geng VIP, sebab sempat beberapa kali dia berusaha mengajak Ran bicara, namun hanya dibalas kata 'hm', 'iya', 'oh', dan 'gitu, ya?' yang bernada datar. Tampak sekali Selin tidak berhasil memecah fokus Ran yang terlampau pekat.
Saat menyuap sendok terakhir dessert-nya, Selin mengerling ke arah Ran, menatap sahabat pertamanya di negara ini dari atas ke bawah seakan meneliti sebuah objek asing di meja mereka. Seketika Selin mendapat ide.
"Eh-eh, chingu-yah..." Selin memanggil teman-teman VIP-nya. "Gimana kalau mulai sekarang kita belajar bareng di rumahku?"
Perkataan Selin itu sukses menarik minat Oliv, ketua geng VIP. Ran pun juga tampak menjeda kegiatannya, mengangkat wajah untuk mendengarkan.
"Wah, ide bagus tuh! Boleh-boleh. Sekalian minggu ini kita juga ada tugas kelompok, ya kan Mon? Car?" Oliv membuat Monic dan Carol mengangguk kompak.
"Nah! Perfecto! Kita mulai nanti sore yuk, gimana? Ran, kamu ikut juga, ya! Kelihatannya kamu lagi semangat banget belajar. Cocok nih!" ujar Selin penuh semangat.
"Boleh, sih..." Ran menggumam tak yakin sebelum kembali menghadap buku soal.
**
Sore itu, lagi-lagi Matt dibuat gondok dengan kegaduhan yang disebabkan oleh tamu-tamu adiknya.
Sudah beberapa minggu ini sekumpulan remaja perempuan menguasai penuh ruang TV kediaman Lafleur-Tan, menggelar karpet tebal dan menggeser sofa layaknya sedang piknik dalam ruangan. Berbagai camilan dan minuman botol bertebaran, juga buku-buku pelajaran yang terbuka tanpa benar-benar dibaca, sebab Selin dan kawan-kawannya selalu sibuk mengobrol dan bercerita seputar idol mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
La Tubéreuse
ParanormalRan hanya menginginkan dua hal dalam hidupnya; bisa melihat hantu, dan tahu rasanya punya kakak. Tumbuh dalam didikan trah Kuncoro, famili Jawa klenik yang bisa melihat makhluk gaib, Ran merasa kesepian karena dia satu-satunya manusia 𝘯𝘰𝘳𝘮𝘢𝘭...