Mekar · 29

540 151 16
                                    

Aku sudah tahu dari awal
Mencintai bukan perkara kebal
Jauh dari kata mudah dan asal
Kupelajari sedari kecil

**

Malam itu suasana sedikit berbeda di kediaman Lafleur-Tan.

Meja makan yang belakangan ini berfungsi sebagai perabotan formal, kini sungguh difungsikan dengan Gabi dan Victor menunggu duduk di sana. Anehnya, tidak ada sajian makan malam di atas meja.

"Kenapa Mama manggil kita?" tanya Matt sambil mendudukkan dirinya, diikuti sang adik di sisi kiri.

Celine menyimpan ponsel setelah mengetikkan balasan di grup chat geng VIP. Sebelum dipanggil ke bawah, tadinya remaja ini sedang asyik berbalas chat sambil rebahan di kamarnya.

Victor berdeham. Dia melirik sekilas pada Gabi, lalu berkata, "Jadi... kita punya kabar baik, juga kabar buruk."

"Kabar baiknya apa, Pa?" Celine bertanya dengan riang.

Melihat anak bungsunya menyahut dengan semangat, senyum Victor timbul juga.

"Toko Fleurs Mandraguna akan buka cabang di Bali," ucap Victor.

"Bali?" gumam Celine, tak berbalas oleh papanya.

Kedua orang tua mereka mengalihkan perhatian pada Matt, menunggu respons dari anak sulung yang pendiam itu.

Merasa diperhatikan, Matt tergerak untuk memutus basa-basi ini. "Berita buruknya?"

Kalimat Matteo bagaikan komando untuk Victor memandang Gabriella, yang juga balik menatapnya dengan pandangan dingin.

Kali ini, Gabriella yang buka suara. "Mama dan papa akan berpisah."

**

Gadis itu menopang dagu. Wajah cantiknya tampak sendu, kontras sekali dengan ekspresi yang biasa disuguhkan ke orang-orang di sekitarnya; pada teman-teman sekolahnya, pada Ran sahabatnya, pada Matt kakak semata wayangnya, pada Mama dan Papa, serta Tante Ajeng dan Om Sakti yang selama ini begitu baik padanya.

Pada semua orang, gadis itu selalu ramah dan ceria. Tapi tidak saat ini, saat dia sendirian. Celine Lafleur-Tan, tidak ramah terhadap dirinya sendiri.

Sejak kecil, Celine selalu menjadi anak bungsu yang sangat dicinta. Segala kebutuhannya dipenuhi, bak tuan putri. Akan sangat wajar jika Celine tumbuh menjadi gadis yang manja. Uniknya, kebangkrutan perusahaan sang papa membuat Celine mematang dengan tidak wajar. Mengerti penderitaan di tengah-tengah kemegahan.

Itu juga yang membuat Celine beranggapan bahwa memendam kenyataan di balik senyum adalah sebuah hal yang tepat. Menghindari konflik, menyimpan keburukan, dan mengubur semua yang jelek rapat-rapat. Jika di luar semuanya baik-baik saja, maka, mungkin saja, Celine juga akan baik-baik juga.

Tapi rasanya, cobaan yang terakhir ini sungguh... luar biasa.

Celine harus ekstra kebal menebalkan bibir dalam senyumannya, menutupi hati yang hancur dengan tawa ceria.

"Kamu nggak papa, Sel?"

Itu lah satu-satunya pertanyaan simpati yang keluar dari mulut orang terdekatnya. Kalimat itu terlontar dari bibir Rantika. Sejenak Celine lupa kalau dia sedang berada di kamar Ran.

Celine hanya mengangguk, lalu tersenyum lagi. Lebar. Dalam hati, ia merapal terima kasih atas perhatian Ran dan keluarganya—bagaimana Tante Ajeng sering mengajaknya dan Matt makan malam belakangan ini, sebab orang tua mereka sibuk mengurus perceraian di pengadilan hingga larut malam.

La TubéreuseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang