A/N : maaf banget aku ngilang lama. setelah positif kopid, aku juga positif writblock dan demotivasi berkepanjangan.
oke aku udah kebanyakan alasan. i'm back, dan makasih banget buat yang kemarin udah nagihin update cerita ini :'
silakan tagih terus, gedor DM-ku biar rajin nulis lagi, dan keluarkanlah kebarbaran ketikan kalian wahai watijen!
diriku memang harus dikasarin kayaknya >:'(
**
"Maaf..." Beberapa kali kata itu terulang dari mulut gugup Ran.
Senior menawan di hadapannya malah tersenyum. "Nggak papa, kok. Santai aja."
Suara renyah Varda membuat Ran sedikit merinding. Selain karismatik, mikro ekspresi dari sang primadona sekolah juga memberikan efek yang sedikit... mengintimidasi.
"Namamu Rantika, ya?" lanjut Varda.
"Eh... iya, Kak." Ran menunduk untuk menyadari sematan nama panjangnya di bordiran dada seragam.
"Kamu bestie-nya Celine, kan? Adiknya Matteo?"
"Betul, Kak." Oh, benar. Ran ingat kalau Varda ini juga sekelas dengan Matt.
"Kok nggak bareng dia?" tanya Varda.
"Em—siapa?" bingung Ran.
"Ya bestie kamu lah, si Celine."
"Oooh... nggak dulu, Kak."
"Hmmm, gitu." Mata Varda kemudian memindai Ran yang merunduk. memungut buku paketnya yang terjatuh. "Matematika, ya? Oh iya, kamu sekarang kelas tiga kan? Apa kamu kesulitan belajar, Rantika?"
Pertanyaan Varda membuat Ran merasa sedikit rikuh. Sambil menunduk, gadis berambut ikal itu mengangkat bahu sambil menjawab, "saya sedang berusaha kok, Kak."
Kini tawa renyah Varda terdengar.
"Hahahah. Santai aja lagi, aku cuma nanya. Eh iya, aku sering loh mentorin adik-adik di rumah, mau MTK atau bahasa Inggris, kita libas semua! Kamu kalau stuck pas belajar, bilang aku aja deh. Nanti pasti aku bantu."
Tawaran itu membuat Ran berpikir ulang. Mengapa bisa ada manusia sekomplit Varda? Cantik, populer, memiliki kuasa, ditambah pintar pula. Belajar di bawah bimbingan sayap Varda akan menjadi kehormatan untuk Ran. Tapi...
"Makasih atas tawarannya ya, Kak." Ran menjawab dengan rancu, sebab jujur, dirinya merasa tidak cukup pantas untuk dirangkul oleh cewek titisan Medusa itu.
"Ya udah kalau gitu," ucap Varda sambil memberi jalan, tanda Ran sudah bebas menuntaskan tujuannya ke kamar mandi.
"Saya duluan, Kak," pamit Ran sebelum menghilang di balik pintu toilet.
**
Minggu demi minggu berlalu, tak terasa Ujian Nasional yang menentukan kelulusan sudah terpampang di depan mata.
Semenjak kejadian kerikil kolam ikan tempo hari, Ran tidak pernah lagi bertandang ke rumah keluarga Lafleur-Tan, terlepas Selin yang sudah mengajaknya beberapa kali—yang tentu saja, selalu berbuah penolakan.
Ini membuat pertemuan mereka jadi terbatas di tempat les dan sekolah saja, di mana setiap bersitatap dengan Selin, Ran mulai sukses membangun tembok secara perlahan, membuat interaksi mereka semakin tipis dan senggang.
Beberapa kali juga Ran berpapasan dengan Kak Varda di sekolah, entah di kantin atau perpustakaan, tapi yang jelas setelah pertemuan pertama mereka di depan toilet perempuan kala itu, sikap Kak Varda terhadap Ran menjadi semakin baik dan ramah.
KAMU SEDANG MEMBACA
La Tubéreuse
ParanormalRan hanya menginginkan dua hal dalam hidupnya; bisa melihat hantu, dan tahu rasanya punya kakak. Tumbuh dalam didikan trah Kuncoro, famili Jawa klenik yang bisa melihat makhluk gaib, Ran merasa kesepian karena dia satu-satunya manusia 𝘯𝘰𝘳𝘮𝘢𝘭...