Kuncup · 17

943 207 17
                                    

"Ran..." Panggilan suara itu terdengar familier di telinganya.

Seketika gadis itu menghentikan langkah. Dia berbalik ke arah pintu dan memutar kuncinya.

"Ayah? Bunda?" Ran mengembuskan nada lega.

"Kamu ini, ada di rumah tapi Bunda ne dikancingi nek njobo ngene, piye thooo (dikunciin di luar rumah begini, gimana sih)?" omel Bunda yang langsung berjalan masuk, diikuti Ayah yang tangannya penuh membawa bungkusan besar dan sebuah karangan bunga, yang juga besar.

"Kami sudah salam dan manggil-manggil dari tadi lho, nggak denger ya?" ucap Ayah.

Ran nyengir. "Maaf, Yah, Bun, suara TV-nya ngalahin suara kalian kayaknya."

"TV? Lhaaa, kok kamu malah nonton TV, nggak belajar tho??" ujar Bunda melanjut omelannya.

Ran tidak menjawab dan malah menunjuk ke ruang TV, membiarkan Bunda melihat sendiri buku-buku pelajaran dan latihan soal yang sudah terbuka dan berserakan.

"Oalah...," gumam Bunda. "Yawis, bagus kalau kamu sudah belajar."

Bunda mengelus pucuk kepala Ran, sementara Ayah berkata setelah meletakkan bungkusan yang sedari tadi dibawanya itu di atas meja makan, juga karangan bunga di salah satu kursi.

"Sebagai reward karena sudah rajin sinau (belajar), kamu sekarang siap-siap ganti baju, malam ini kita makan enak di luar rumah. Piye (bagaimana), mau ya?"

Perkataan Ayah Sakti sukses membuat Ran terlunjak.

"Beneran, Yah? Makan-makan? Emangnya ada acara apa ini, Yah?" Ran bertanya.

"Anniversary kita, dong. Ulang tahun pernikahan Ayah sama Bunda." Ayah menjawab sambil menerima rangkuan dari Bunda.

Senyum Ran seketika mengembang melihat kehangatan orang tuanya itu. Tak biasanya Ran melihat orang tuanya mengumbar afeksi sedekat ini. Seketika itu menjelaskan bawaan kado dan bunga yang ditenteng Ayah. Pasti tadi Ayah menjemput Bunda di kampus.

"Mauuu!" seru Ran sambil menyerbu ayah dan bundanya dalam sebuah rangkulan erat. "Tapi sebentar ya Yah, Bun, aku mau masukin Micin ke dalem kandang dulu."

**

Malam hari sering dihabiskan Mattéo seorang diri di dalam kamar. Papa dan Mamanya belum pulang.

Kalau pun sudah, mereka biasanya hanya akan menemani makan malam, kemudian berakhir dengan cekcok di atas meja makan—yang entah kenapa semakin sering terjadi belakangan ini—dan dilanjutkan dengan Papa yang menghilang ke dalam kamar, serta Mama yang langsung menyibukkan diri di ruang kerja, terlepas ia sudah menghabiskan waktu seharian di kantor kedutaan.

Kalau dengan Celiné sendiri, jangan ditanya, sebab Mattéo dan adiknya itu tidak biasa menghabiskan waktu bersama. Well, tidak semenjak mereka tinggal di Indonesia.

Tapi, malam ini berbeda. Terdengar seseorang mengetuk pintu kamar Mattéo.

"Oppa..." Suara Celiné memanggil dari luar pintu.

Tak ada jawaban. Matt sengaja mengabaikan, berharap adik perempuannya itu segera enyah dari luar kamarnya.

"Koko." Sang adik mencoba lagi.

"...."

Akhirnya, dengan gedoran yang lebih kencang, Celiné memanggil panggilan 'lama' abangnya itu.

"Mattéo!"

Oke, sepertinya ini hal serius. Matt akhirnya membukakan pintu.

"Dois te dire quelque chose (aku mau ngomong sama kamu)." Celiné tak membuang tempo dan menyampaikan tujuannya mengganggu sang kakak.

La TubéreuseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang