Chapter 3.

1.5K 102 0
                                    

Besok paginya Jihan yang sedang kerasukan semangat pagi itu sudah rapih untuk pergi ke kampus, celana jeans biru tang top putih yang dipadukan blazer dengan warna yang senada membuat penampilan sederhana terlihat sangat cantik dipakai oleh seorang park Jihan.

"Pagi Ma! Pa!." Sapa Jihan kemudian mencium pipi mama dan papanya sebelum duduk untuk sarapan.

"Pagi sayang, tumben kamu udah rapih biasanya nunggu mama kamu marah-marah dulu baru bangun." Ucap papa dengan nada meledeknya.

"Mama juga bingung ada apa dengan Jihan pagi-pagi sekali udah bangun."

"Aku itu ada kelas pagi Ma! Pa! Lagi kalian tuh aneh deh, anaknya bangun pagi salah bangun kesiangan salah, emang ya anak itu selalu salah."

"Gak gitu sayang, kami hanya heran doang kok, tapi gak apa-apa setidaknya ada peningkatan untuk kamu bangun pagi." Ucap papa.

"Udah mending sekarang kamu sarapan dulu, nanti berangkat nya mau di antar sama papa atau naik taksi lagi?!." Tanya mama.

"Bareng papa aja deh, udah lama aku gak di antar sama papa, boleh kan pa?!."

"Boleh dong sayang, malahan papa suka kalo nganterin kamu ke kampus, jadi ingat dulu papa selalu nganterin kamu ke sekolah juga." Ucap papa tersenyum lebar ketika mengingat masa lalu saat ia selalu mengantar Jihan pergi ke sekolah.

Saat mereka larut dalam menikmati sarapan pagi mereka, papa melirik ke arah Jihan yang sedang asik menghabiskan nasi goreng kimchi buatan mama nya.

"Jihan, nanti malam keluarga Park akan datang ke rumah kita, jadi papa mohon sama kamu bersiap-siap dan bersikap baiklah nanti."

"Aku tau kok pa, papa tenang saja, tapi ngomong-ngomong ada sesuatu yang ingin aku tanyakan sama papa."

"Bicara saja nak."

"Kalo semisalnya keluarga Park akan datang nanti malam, otomatis aku dengan pria yang dijodohkan dengan ku akan bertemu dan kita akan menyetujui perjodohan ini, terus kalo semisalnya nanti aku menikah aku akan tetap tinggal di sini kan?!."

Tatapan mata mama dan papa saling bertemu kemudian mama tersenyum dengan mengelus rambut jihan.

"Kalo kamu sudah menikah kamu akan tinggal bersama suami kamu, karena nanti kamu sudah menjadi tanggungjawab suami kamu bukan tanggungjawab mama dan papa lagi, tugas kami menjaga, membimbing dan merawat kamu sudah kami serahkan ke suami kamu nanti, tapi bukan berarti kami melepas kamu begitu saja." Ucap mama.

Jihan mengerucutkan bibirnya setelah mendengar ucapan mama, ia tak pernah menyangka menikah itu akan seserius ini pembicaraan nya.

"Benar apa yang di bilang sama mama, setelah kamu menikah nanti, kamu tidak boleh seperti sekarang yang bebas berkeliaran dan pulang sesuka hati kamu, setelah menikah kamu memiliki tanggungjawab sebagai istri, yang harus masak dan mengurus suami kamu, kalo mau pergi harus izin dengan suami kamu itu pun harus jelas tujuannya dan pergi dengan siapa." Ucap papa.

"Tapi kan kami berdua Belum tentu langsung memiliki perasaan layaknya dua pasangan yang jatuh cinta, bukankah tidak apa-apa kalo kami belum memiliki perasaan, kami bebas ingin ngapain saja?!." Tanya Jihan.

"Pernikahan bukanlah suatu hal yang bisa untuk dipermainkan, menikah adalah suatu hal yang sakral dimana kalian akan mengucap janji suci pernikahan di depan pendeta dan ribuan undangan, dijari kalian akan ada cincin yang menjadi saksi pernikahan kalian, Jihan, Jangan pernah kamu memainkan pernikahan nak, masalah perasaan itu pasti akan datang dengan sendirinya." Ucap Papa.

"Papa benar jihan, memiliki atau tidak kamu harus menghargai dia sebagai suami kamu, hargain pernikahan kamu, memang menjalani pernikahan itu gak mudah, tapi mama dan papa percaya sama kamu kalo kamu bisa menjadi istri yang baik untuk suami kamu nanti."

[✓] Mate: My Your Life || Park JihoonWhere stories live. Discover now