Prolog

110K 4.6K 64
                                    

"ALVAREZ."

"ALVAREZ, BERHENTI DONG."

"PELAN-PELAN, KAKI AKU CUMA DUA."

Menggerutu kesal, ia mengejar sosok laki-laki populer di sekolahnya. Bermodal tubuh tak seberapa, ia berlari mengikuti kemanapun laki-laki itu melangkah. Banyak kalimat terlontar, meminta untuk menunggu, dan memperlambat kakinya. Namun, tidak ada respon apapun, ia tersengal dalam setiap langkah demi menyamai seseorang yang telah ia sukai dari lama.

Aileen, perempuan keras kepala menyukai semua dunia tentang siswa paling berandal di SMA Mandala, Alvarez Mahatma Cavero. Segala cara dilakukan, tidak peduli hinaan, teriakan centil, dan tatapan rendah teman-temannya.

"Mau pulang, kan? Boleh ikut ya?" tanyanya penuh harap. "Nanti, aku ganti uang bensinnya, full tang, gimana?"

"Minggir."

"Iya, tapi jawab dulu, boleh apa enggak?"

"Nggak!"

"Ih, kok gitu sih. Aku lari dari lantai dua sampai sini, buat bisa pulang bareng sama kamu, tau." Aileen mengerucutkan bibir, bertingkah cewek menggemaskan, tapi sebaliknya di pandangan Alvarez.

"Nggak ada yang minta lo buat lari kesini, gue muak, minggir atau gue pakai cara kekerasan," peringat laki-laki itu.

"Punya muka, minimal ada rasa malu,   otak nggak seberapa mending gunain buat belajar. Gue geli, geli sama tingkah laku lo."

Menundukkan kepala sedih, perkataan Alvarez mampu mencabik perasaannya. "Kenapa bilang gitu sih, Rez. Ngejar kamu tuh butuh tenaga, nggak cuma otak doang, hargain kan bisa?"

"Minta berapa? Berapa duit yang lo butuhin? Harga diri lo, kan?" celanya menohok. Terlalu malas berhadapan dengan benalu setiap datang ke sekolah.

"Bukan uang, tapi hati. Hati kamu," balas Aileen pelan, lalu mencekal tangan Alvarez. Menahan laki-laki itu supaya tidak pergi meninggalkannya.

Menahan diri dengan mengepalkan tangan di sisi tubuh, Alvarez lantas menepis tangan Aileen secara kasar. Dia mengatur emosi yang mulai naik ke permukaan otak hanya demi menghargai teman-temannya.

"Jangan buat gue hilang kontrol, Aileen!" tegas Alvarez menekan kata.

"Minta pulang bareng, apa itu salah? Lagian, aku ganti kok uang bensin kamu," sahut Aileen keras kepala.

"Salah! Karena lo beban, dan gue nggak suka cewek beban seperti Lo!" tukasnya tak tanggung-tanggung.

"Minggir!"

"Sampai simpang depan deh, ya?" Memohon dengan sangat, justru memancing kemarahan.

Memainkan lidah dalam rongga mulut, Alvarez berdecak kesal. "Nggak tahu malu nih cewek."

"Sekali ini aja, boleh, ya?"

"Bangsat, lo—" Alvarez menahan kesal, nyaris berkata kasar di hadapan banyak orang. "Minggir, Aileen. Lo bisa tahu gimana kalau gue udah marah, habis lo!"

Memberikan penegasan seperti ancaman, Alvarez melewati tubuh Aileen dengan menyenggol bahu kirinya secara kasar. Tidak peduli perasaan perempuan itu, ia menancapkan gas kecepatan tinggi keluar dari lingkungan sekolah, tak lama disusul teman-temannya dan mereka beriringan seperti konvoi.

🦋🦋🦋🦋

"Turunin mata lo, kalau mau ribut nggak usah bawa orang satu kampung."Aileen menuding bengis, ia berdiri paling depan membela sahabatnya.

"Mulut lo bau, nggak usah ikut campur. Urusan ini antara gue sama Dara," sahutnya menantang.

"Dia sahabat gue, kalau lo cari dia, artinya lo nanti nantangin gue juga."

Yura, perempuan yang berhadapan dengan Aileen, dia mengeram marah karena masalahnya di ikut campuri dengan orang yang tak ada sangkut pautnya.

Aileen menggulung lengan seragam, maju selangkah, dan berkata, "Aileen Kristanabel Flonella, nama gue, catat baik-baik."

"Awas lo, tunggu pembalasan gue!" tuding Yura, setelah itu mengarahkan teman-temannya untuk melangkah pergi. "Sialan, kalau aja Aileen nggak ikut campur, habis Dara di tangan gue." Dia tahu, Aileen bukan tandingannya.

Dara menepuk pelan pundak sahabatnya, menenangkan Aileen dari sisa kemarahan. "Jangan belain gue terus, Ai."

"Gue yang salah di sini. Gue takut, takut lo berubah lagi seperti dulu," sambungnya pelan.

"Nggak peduli siapa yang salah, kalau sahabat gue diusik, gue nggak akan terima. Lo jelas tahu sikap gue seperti apa."

"Angkat kepala, jangan bikin malu."

🦋🦋🦋🦋

Aileen itu baik, pintar, lugu, dan polos. Ucap seseorang yang tak mengenal lebih dalam siapa perempuan itu. Ia salah satu pelajar yang dipaksa dewasa oleh keadaan, kehilangan kedua orang tua sekaligus ketiga sahabatnya.

Tragedi 4 tahun silam, menewaskan lima orang penting dalam hidupnya, Aileen menghadapi titik paling sulit hingga terseret depresi berat kala itu. Semua pergi, meninggalkannya seorang diri, tidak ada ucapan pamit, dan juga selamat tinggal. Tuhan merenggut setengah dari kebahagiaannya tanpa permisi.

Melupakan segala kenangan pahit di masa lalu, di sinilah cerita dia dimulai ...

🦋🦋🦋🦋

Calveraz Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang