2. Jatuh Bangun Perjuangan

39.9K 3.1K 82
                                    

Alvarez Mahatma Cavero, disegani semua siswa karena sikap berandalnya menguasai SMA Mandala. Laki-laki pemilik mata tajam dengan ciri khas tato bunga mawar menyembul dari balik lengan seragamnya.

Perintah yang bikin geleng kepala, bahkan sekolah lain turut menghormatinya. Selain punya kuasa lebih di sekolah, Alvarez menjadi leader dari geng motor bernama Calveraz. Dia adalah laki-laki dengan segala penghukumnya, memiliki watak yang mendarah daging sejak lahir, dingin terhadap lawan jenis dan tidak suka menyukai perempuan lebih dulu.

Calveraz sendiri berdiri bukan dari manusia sampah ingin menguasai jalanan. Tapi, berdiri karena solidaritas tanpa batas tertanam pada diri mereka masing-masing. Harga matinya-pun tidak bisa di beli dengan apapun.

Bughk.

Bughk.

Bughk.

Suara tinjuan samsak beradu dengan tangan, pukulan demi pukulan dilakukan Alvarez untuk mengusir pikiran kacau dalam otaknya. Tidak perduli peluh keringat, tenaga habis, laki-laki itu tetap berdiri pada posisinya.

Mereka, para sahabat, duduk jenuh memandang aksi sang leader dan tidak tahu cara menghentikan Alvarez. Tinjuan semakin brutal menambah rasa kesal dalam diri mereka.

"Rez, dua jam, Rez." Cakra berdiri, ingin menghentikkan tapi di tahan oleh Revan.

"Biarin dulu, dia butuh ngeluapin emosinya."

"Gudang bisa roboh kalau dia nggak berhenti. Kasihan tangan sama tenaganya yang udah habis di ruangan ini," sela Cakra ikut campur.

"Samsak aja bisa hancur, apalagi lo, bisa-bisa jadi pengganti kemarahan Alvarez," sahut Jeno berdiri paling pojok dengan tangan dilipat di depan dada.

"Itu karena dia nggak pernah bilang sama kita, soal masalah apa yang bersarang di otaknya. Kalau kita tahu, beban dia nggak akan separah ini."

"Gibran udah dua kali, tapi gagal. Lo mau pakai cara apa?" Ghazi menyahut membuat Cakra menghentikan langkahnya. "Kasih dia waktu."

Membalikkan badan, nafas panjang terdengar berat dengan rasa kesal bercampur dalam otak Cakra. Ia kesal karena tidak bisa berbuat apa-apa selain menyaksikan sahabatnya meluapkan emosi di depan sana. Ada banyak pertanyaan yang ingin ia lontarkan, tentang perasaan Alvarez dan rencana kehidupan selanjutnya. 

"Cak!" Mereka sama-sama berteriak, tapi Cakra tetap lanjut menghampiri Alvarez dan merebut samsak dari tangannya.

"Come on bro, this will drive you crazy," tegurnya pelan.

"Ada masalah cerita. Kalau lo diam aja, gue sama yang lain nggak akan pernah tau masalah apa yang bersarang di otak lo."

Membuang nafas panjang, Jeno bangkit ikut mendekat. "Kenapa? Masih mikirin dia?"

"Dua jam lo buang tenaga, cuma karena cewek itu?" semburan tidak mengerti membuat Cakra kehabisan kata, tidak paham dengan jalan pikiran sahabatnya.

Cukup lama tidak ada jawaban, Alvarez sibuk melepas sarung tinju, minum sebotol air, kemudian menyeka keringat dengan handuk kecil. "Lo semua tau jawabannya!"

"Kita ke Bandung, cari cewek itu, kalau perlu gerakkin semua anggota buat menyebar cari dia."

"Buat apa? Tahun lalu kita ke sana, tapi apa yang kita dapat? Nggak ada. Cewek itu hilang ditelan bumi gitu aja," cecar Ghazi menimpali.

"Setiap tahun, pergantian tahun, lo selalu nungguin dia, kenapa bisa tahan banget sih, Rez? Di sekolah kita, ada cewek mati-matian ngejar lo, what the fuck, Bro."

Calveraz Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang