6. Dipatahkan Harapan

32.9K 2.5K 78
                                    

"Kalau memang kenyataan tidak sesuai dengan harapan, untuk apa diteruskan?"

-Alvarez-


"Kenapa semuanya masuk ke dalam kelas? Bukannya belum bel, ya?"

"Razia lagi? Gila banget kalau iya, baru juga kemarin, sekarang udah razia lagi." Dara menggerutu kesal.

"Bukan deh kayaknya, anak osis nggak ada yang pakai almamater, mereka juga sama masuk ke kelas."

"Jam berapa sih sekarang?" tanya Dara.

Aileen melihat jam tangan. "Setengah tujuh, tumben banget masih ada waktu 30 menit mereka kompak masuk sebelum bel," jawabnya heran.

"Kayaknya ada yang nggak beres deh, Ai." Dia melihat ke depan. "Ada Alvarez sama anak buahnya marah-marah di sana."

Aileen mengikuti arah pandang sahabatnya, dia tersentak saat mendengar Alvarez berteriak keras, mengintrupsi semua siswa kelas 11 untuk masuk ke dalam kelas. Aileen membeku, bayangan tentang kejadian kemarin tanpa sopan merayap ke dalam otak, rasa sakit itu masih membekas sampai sekarang, tidak pernah dia lupakan.

"SEMUA MASUK KE KELAS!"

"Jangan ada yang keluar tanpa izin dari gue!"

"MASUK!"

BRAK.

Pintu dibanting secara kasar membuat dinding ikut bergetar. Tidak ada yang berani membantah, semua siswa tergopoh-gopoh menuruti perintah pentolan sekolah. Alvarez memimpin paling depan dengan seragam berantakan, ada Gibran, Revan, Ghazi, Cakra dan Jeno mengikutinya dari belakang.

Tak ada kata yang lebih bagus untuk penyebutan mereka berenam, terkenal berandal tetapi punya aturan. Kegilaan ketua Calveraz memang selalu bikin geleng kepala, sulit sekali dicerna apalagi dipahami, pergerakan Alvarez tidak mudah untuk dibaca. Seperti sekarang, laki-laki itu melakukan penggeledahan karena seseorang yang dia lihat kemarin sore, cewek seangkatannya yang diduga mata-mata.

Haha, konyol sekali namun inilah Alvarez. Mempunyai kekuasaan dengan segala hukumannya. Ibarat kata, penguasa, abusive dan dominan.

"Kalau bukan keributan, bukan Alvarez namanya," cemooh Dara.

"Ayo, masuk. PR gue belum selesai," ajaknya sembari menggandeng tangan Aileen.

"Tunggu," potong Aileen. "Gimana kalau gue samperin Alvarez dulu?"

"Otak lo ketinggalan di rumah? Udah tau dia lagi marah-marah masih juga lo berani samperin dia."

Dara mencekal semakin kuat, menghalangi keinginan sahabatnya yang ingin menemui Alvarez. "Masuk, gue nggak mau karena ulah lo, kelas kita jadi bermasalah sama Calveraz!"

Galak sekali memiliki sahabat, Aileen sampai membuang nafas secara gusar. Tubuhnya ditarik sepanjang koridor, ternyata di kelas ramai membicarakan sikap Alvarez, mereka mengintip di lubang pintu sebagian melihat dari kaca jendela.

Di kelas sebelah, 12 Mipa 4, wajah mereka terlihat tidak santai. Cakra mengunyah permen karet seraya memainkan gunting, menyeringai dihadapan teman-temannya, sedangkan yang lain berdiri tengil sembari memasang ekspresi beringas.

Calveraz Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang