3. Mata-mata Mandala

33.4K 2.9K 31
                                    

"Jatuh cinta itu mudah, yang rumit perjuangannya"

Aileen–


"Ngapain masih di sini? Gue kira udah pulang."

"Pergi sana, gue nungguin calon pacar."

"Masih aja terus berharap. Mending berhenti deh mulai sekarang, Alvarez nggak akan suka balik sama lo. Dia itu keras, batu, nggak mungkin bisa cair."

"Ribet, gue nggak butuh ustadzah dadakan."

"Yee, ingus beruk. Gue udah nasehatin lo ya, awas aja ntar lo tiba-tiba ke rumah terus ngedongeng panjang lebar karena perlakuan Alvarez yang kasar dan bad attitude!"

"Dara!" Aileen berdecak kesal. Menghentakkan kaki merajuk ke sahabatnya.

"Pulang gue bilang. Alvarez itu buta nggak punya mata. Lo jungkirbalik sekalipun, dia nggak akan bisa ngeliat, jadi percuma dan stop!"

Tak ingin mendengar ocehan lebih lanjut, perempuan itu mendorong tubuh sahabatnya untuk pergi menjauh. Dara mencibir seraya mengumpat, mengatakan bahwa Aileen akan mendapat balasan tak sesuai dengan ekspetasinya. Seolah tidak perduli dan tetap kekeh, akhirnya Dara mengalah dan memilih pulang terlebih dulu.

"Kalau lo berpikir gue harus berhenti, coba liat ke diri lo sendiri, lo juga masih berharap sama cowok yang lo suka, kan?"

"Beda, Ai. Ini masalahnya Alvarez.  Alvarez Mahatma Cavero!"

"Sama aja, cuma beda sisi sifatnya," balas Aileen.

"Terserah deh. Intinya gue udah nasehatin lo panjang lebar. Bye!" tukas Dara lalu melanggang pergi. Dia meninggalkan area tempat parkir, menyisakan Aileen yang bersandar pada motor milik Alvarez.

Aileen sudah berdiri selama 15 menit sejak bel sekolah berdering tetapi tidak ada tanda-tanda kemunculan seseorang yang dia tunggu. Bahkan, tinggal beberapa motor tersisa di tempat parkir dan Aileen bisa menebak bahwa itu adalah motor milik anggota Calveraz. 

Dari banyaknya siswa yang ada di Mandala, entah mengapa hatinya jatuh kepada laki-laki berandal ketua geng motor. Memang jatuh cinta itu tidak salah, hanya saja terlalu bermimpi tinggi bila harus bersanding dengan Alvarez. Seantero sekolah pun mengincar laki-laki itu untuk dijadikan pasangan atau sekedar kencan buta semata.

Kata menyerah tidak ada dalam kamus perempuan itu, diusia remaja terbiasa sendiri membuatnya tak mudah putus asa. Aileen sudah banyak melewati kenyataan pahit, persoalan Alvarez tidak ada apa-apanya dibanding harus hidup seorang diri di kerasnya Ibu Kota. Meski sudah berulangkali Alvarez melayangkan penolakan, mempermalukannya, atau bahkan bersikap kasar, ia tetap berdiri tegap memperjuangkan cintanya.

"Jangan ada yang bertindak sendirian tanpa perintah dari gue."

"Gue nggak mau terima kabar baik dari anggota inti atau anggota yang lain, terlibat tawuran di luar jam sekolah."

"Intinya, kita dibentuk bukan untuk cari ribut, jangan sampai nama baik Calveraz rusak cuma gara-gara tawuran yang nggak jelas! Paham lo semua?"

"Siap, Bos. Tenang aja, soal itu kita pasti ikut arahan lo lebih dulu."

Sayup-sayup terdengar suara bersahut-sahutan, Aileen mengubah posisi, mendapati rombongan siswa laki-laki sedang menuju ke arahnya. Diantara mereka semua, satu yang menjadi arah fokusnya yaitu Alvarez. Alvarez berjalan paling depan dengan seragam berantakan, benar-benar mencerminkan siswa berandalan.

"ALVAREZ!!" teriaknya seraya melambaikan tangan ke udara.

"Kenapa baru keluar, bukannya bel pulang udah dari tadi, ya?"

Calveraz Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang