5. Mencurigai Seseorang

33.9K 2.7K 55
                                    

"Cuma mau satu, dibalas cinta sama kamu"

-Aileen-


Huru-hara terjadi setelah semua siswa bubaran pulang ke rumah, salah satu icon penting menjadi pelindung SMA Mandala tidak lepas dari pujian serta rasa segan semua siswa. Alvarez sebagai pemimpin secara nyata sudah tidak heran bila banyak kaum betina berbondong-bondong mengincarnya, laki-laki itu selalu disegani di mana pun keberadaannya. Mempunyai nama yang selalu dikenal dengan julukan ketua Calveraz.

Sepulang sekolah, mereka berkumpul di tepi jalan memantau kepulangan teman-temannya. Alih-alih tebar pesona terhadap adik junior atau teman seangkatan, Cakra sebagai laki-laki buaya darat memimpin paling depan diikuti Jeno sang sahabat. Berbeda dengan Revan, Gibran dan Ghazi, tiga laki-laki itu tidak terlalu tertarik persoalan perempuan sama seperti Alvarez.


"Aman, Rez?" Tanya Ghazi saat Alvarez baru saja datang.

"Aman," jawab laki-laki itu seraya turun dari motor.

Jeno menghampiri, menunjuk plester di kening sahabatnya. "Buset, dapet dari mana plester beginian? Mana gambarnya winnie the pooh, sehat lo, Rez?"

"Ck. Sialan lo."

"Haha ... gue tau, pasti Aileen kan?"

"Udah gue bilang, dia itu lucu, sayang banget kalau lo lewatin. Sekarang baru plester, besok-besok bisalah kepastian?" Cakra ikut menyahut, menggoda Alvarez dengan jurus seribu candaannya.

"Yo'i, markas pahit banget kalau nggak ada ibu ketuanya, nggak ada yang ngatur keuangan, mana akhir-akhir ini pengeluaran banyak banget, nggak tau dana masuk berapa, eh habisnya belasan juta," timpal Jeno.

"Itu karena lo terlalu boros, beli peralatan motor yang nggak penting-penting banget," sahut Ghazi berdecak.

"Mana ada, gue bagi rata sama semuanya, masing-masing ganti knalpot baru. Tanya aja Cakra, ya kan, Cak?" kilahnya menyenggol lengan Cakra. Untungnya laki-laki itu mau kerjasama dengannya.

Mengabaikan perdebatan mereka, Alvarez memilih duduk di dekat Revan dan Gibran, menurutnya hanya mereka berdua yang sedikit waras, tidak mau ikut campur kalau bukan masalah serius. Satu batang rokok dikeluarkan dari bungkusnya, menghidupkan pematik lalu menyesapnya. Gibran menolak saat ditawari, pun dengan Revan.

"Masalah Jerry biar jadi tanggungjawab gue. Lo nggak perlu pusingin dia," kata Gibran.

"Terlepas dia mata-mata atau bukan, gue mau dia keluar. Kembali ke peraturan nomor satu, penghianat nggak ada kata maaf."

"Iya, Rez. Gue tau kesalahan dia emang fatal. Tapi bisa dipikirin dulu matang-matang, Jerry begitu juga karena diancam seseorang. Tugas kita sekarang cari tau siapa orangnya," saran Revan.

"Nggak jauh-jauh pasti petinggi Blackcrow."

"Lo yakin?"

"80% yakin, sisanya orang resek yang mau cari ribut sama kita."

"Asal kita nggak salah gerak pasti ketemu siapa dalangnya. Santai dulu selagi mereka nggak ngibarin bendera perang," tukas Gibran berucap serius.

Mereka sependapat, selalu kompak bila menyangkut tentang harga diri nama Calveraz. Diiringi banyak motor lewat di jalanan, ada pemandangan spesial yang dinikmati semua siswa. Motor petinggi Calverz berjejer rapi di tepi jalan dengan pemiliknya duduk sembari mengawasi.

Satu bungkus rokok habis tanpa sisa, perokok aktif seperti Alvarez, Cakra dan Jeno merasa kurang bila harus membagi isi 12 kepada tiga orang. Sebenarnya, semua teman-temannya itu suka merokok, hanya saja tidak terlalu over dan memilih menjaga kesehatan jantung dan paru-paru.

Calveraz Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang