4. Jatuh Cinta Sendirian

32.8K 2.8K 48
                                    

"Terkadang, menangis dibawah hujan tidaklah buruk. Namun, aku sangat membencinya. Ya, hujan"

–Aileen–


Hujan itu menyebalkan, tidak ada istimewanya. Dibalik keindahan air yang menetes ke bumi, ada ribuan sakit yang menyertai. Pahit itu terlalu nyata, menusuk dan tidak mudah dilupakan.  Sama seperti apa yang dirasakan oleh Aileen, perempuan itu menyendiri membayangkan masa lalu.

Dia masih mengingat betul bagaimana hujan merenggut banyak nyawa, mengambil orang-orang tersayangnya.
Melalui cuaca buruk, semua hal berubah dalam satu malam.

Terbesit ide gila merayap ke otaknya, ingin melompat dari ketinggian gedung Mandala dan menjadi trending topik di sekolah. Aileen berpikir bahwa dirinya bisa mencari perhatian dari kematiannya yang berakhir tragis, dengan begitu Alvarez akan ikut simpati atau bahkan sekedar menyebut namanya di pemakaman. 

Perempuan itu tersenyum tipis, bila dirasakan sungguh sakit menjadi dirinya. Kehilangan banyak orang dan tidak diinginkan semua orang. Mencintai sepihak terkadang harus memiliki mental sekuat baja, kalau tidak dipermalukan ya ditolak mentah-mentah.

"Jangan ditahan, kalau lo mau nangis, nangis aja." Seseorang tiba-tiba datang mengarahkan payung ke tubuh Aileen. 

Aileen mendongak. "Revan?"


"Banyak tempat yang lebih layak, kenapa pilih di sini?" kata laki-laki itu.

"Gue suka, gue nyaman."

"Bentar lagi reda mending balik ke kelas, jam terakhir fisika, kan?"

Perempuan itu menatap tidak berkedip, Revan sangat berbeda dengan Alvarez. "Lo sendiri ngapain di sini?"

"Lo ngeliatnya gue lagi ngapain?" balas Revan sedikit menunduk menatap manik mata Aileen. Laki-laki itu tetap pada posisinya, berdiri mengarahkan payung dengan satu tangan berada di saku celana.

"Jangan bilang, lo kesini karena gue?" tebaknya curiga.

"Percaya diri lo tinggi juga," desis Revan. "Nggak ada, gue cuma nggak sengaja lewat dan liat lo di sini hujan-hujan begini."

"Kenapa? Karena Alvarez, hm?"

"Tanpa gue jawab pun, lo tau jawabnya, Van."

"Cinta kadang bikin kita nggak waras, Ai. Parahnya nggak ada obatnya, lama-kelamaan bisa bikin gila."

"Lo pernah jatuh cinta?" Pertanyaan itu membuat keduanya saling pandang. Waktu seakan berhenti, mereka bersirobot dalam satu payung yang sama.

"Dulu," jawabnya. "Sama orang yang hampir bikin gue gila setengah mampus."

"Siapa?"

"Nggak tau, gue belum sempat kenalan dia udah pergi gitu aja."

"Jumpa angin lalu doang?"

Revan tersenyum tipis. "Bisa dibilang begitu."

"Anak jakarta?" Aileen semakin penasaran.

"Bukan, gue sendiri nggak tau dia asal mana, pertemuan gue sama dia singkat banget, cuma satu malam ditempat arena."

"Arena?" ulang perempuan itu. "Arena tempat balapan?"

Dari tatapan biasa menjadi sangat dalam, Revan tidak segera memberi jawaban. Laki-laki itu tidak mau membahas masa lalu, bagi dia terlalu memuakkan bila hidup terus berputar dengan kenangan dan kenangan menyakiti banyak hal.

Calveraz Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang