9. Menjalani Hukuman

28.8K 2.2K 39
                                    

Selamat membaca. Tolong, jangan jadi reader silent, ya!



PLAK.

Suara tamparan melengking di dalam ruangan mengenai pipi seseorang. Tangannya mengepal setelah memberi pelajaran, ia merasa dipermainkan ketika ada yang ingin menusuknya dari belakang. Melihat wajah ketakutan lawan bicaranya, ia tersenyum miring.

"Lo nantangin gue?"

"Sorry, gue nggak ada maksud nantangin lo."

"Tanggung jawab lo apa setelah ini?"

"Gue bersedia terima hukuman dari lo, apa pun itu yang penting gue tetep di sini."

Dia mencondongkan badan, mengangkat dagu orang itu dengan satu jarinya. Seringaian kecil terdengar rendah, keduanya bertatapan, sekali lagi emosi tak bisa dipadamkan.

"Cari dan seret dia ke hadapan gue. Soal beginian nggak perlu gue jelasin dua kali, paham?" 

"I—iya, gue paham."

"Good, sekarang lo boleh pergi," perintahnya. Ia berjalan ke arah kursi lalu duduk menyilangkan kaki sembari mengawasi anak buahnya memohon ampun di sana.

Satu bungkus rokok dikeluarkan, mengambil satu batang kemudian menyalakan pematik. Batang nikotin itu terbakar membuat asap menguar dalam ruangan. Empat orang di dalam markas tak banyak membantu, hanya menjalankan perintah sesuai dari arahan bosnya.

Seseorang berdiri bersandar pada dinding, menarik sudut bibir karena melihat bagaimana temannya berubah menjadi singa. Sebelum menghampiri, dia memberikan kode untuk orang itu segera pergi, percuma meminta ampun karena sebelum masalah selesai, pengampunan tidak akan pernah terjadi.

"Lo terlalu kasar, A2," ucapnya merebut batang rokok.

"Gue nggak suka ada orang ngesentuh wilayah gue. Apalagi mainin game klasik seperti ini."

"Lo yakin mau ikut campur? Ini nggak ada sangkutpautmya sama lo. Orang-orang itu bertindak karena emang ada dendam sama mereka."

"Dan kita, lo, gue, sama sekali nggak perlu turun tangan," imbuhnya menegaskan.

"Gue mempersingkat waktu buat selesain masalahnya, bukan mau ikut campur."

"Sama aja, secara nggak langsung, lo terlibat sama masalah mereka," ia mendengus tak habis pikir.

"Udahlah, sebagai ketua pasti tau harus bertindak gimana. Lo percaya aja sama dia, lagian Blackcrow nggak akan berani sama kita. Percaya, oke."

🦋🦋🦋🦋


"UlANGI!"

Alvarez menjungkirbalikkan meja membuat barang-barang pecah berserakan di atas lantai, termasuk minuman kaleng dan beberapa handphone. Mereka hanya bisa diam ketika melihat benda pipih miliknya tergeletak mengenaskan di sana, kemarahan Alvarez tak membuat satu orang pun bisa berkutik.

Mereka berkumpul di ruang tengah, markas penuh dengan banyak orang karena Alvarez meminta semua anak buahnya untuk datang tanpa terkecuali. Sebagai seorang pemimpin jelas tanggung jawabnnya sangat besar, apa yang dia lakukan harus bisa menjadi contoh baik untuk anggotanya. Masalah seperti ini jarang sekali terjadi, senjata ilegal yang dia punya pun orang luar tidak ada yang tahu. 

"Gue bilang ulangi," erangnya bernada emosi rendah.

"Maaf, Bang. Kita ceroboh karena nggak bisa jaga amanah dari lo." Faldi angkat bicara.

Calveraz Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang