31. Semesta Menghadiahkan Luka

32.9K 4K 2.3K
                                    

"Harusnya bisa diselesaikan tanpa harus selesai, aku benci jika harus kehilangan"

🦋

Selamat Membaca. Tolong, Jangan Jadi Reader Silent, Ya!

♡♡♡

"Gue paling nggak suka punya anggota penghianat! Apa perlu gue tegasin sekali lagi dengan cara lebih kasar?"

"Lo masuk ke wilayah gue, jadi bagian dari Calveraz, tapi dengan beraninya nusuk gue dari belakang?"

"Nyawa lo ada berapa, bangsat!"

Tangan besar Alvarez mendarat tepat di rahang Sadam, anak buahnya. Pukulan ia lakukan berkali-kali sampai Sadam tidak bisa melakukan perlawanan. Tidak ada kata ampun dalam kamus besar Alvarez untuk seorang penghianat.

Di lapangan belakang sekolah, anggota Calveraz berkumpul di sana, mereka bebas keluar kelas karena tidak ada KBM usai melakukan pengambilan nilai, bonusnya semua guru rapat dadakan untuk membahas ujian semester satu minggu depan. Surga duniawi untuk para siswa yang menyukai jam kosong alias free class.

Bughk

Bughk

"Hajar, Rez. Habisin manusia nggak guna seperti dia yang bisanya cuman numpang tenar di Calveraz," kompor Cakra. Tangannya gatal ingin ikut memukul wajah Sadam.

"Ampun, Bang. Ini semua nggak seperti yang lo pikirkan, gue bisa jelasin semuanya," rintihnya memohon.

"JELASIN APA, BRENGSEK?" bentak Alvarez, ia berada di atas tubuh Sadam dan menjadikan juniornya itu sebagai samsak mainannya. 

"Gu-gue bukan bermaksud berkhianat, gue cuma–"

Bughk

Sebelum mengeluarkan seribu alasan, Alvarez kembali menyerang Sadam, kali ini sengaja meninju mulut laki-laki itu, tak lama darah keluar dengan gigi copot satu. Alvarez membagi buta sangat brutal.

"Catat baik-baik nama gue, goblok! Gue, Alvarez Mahatma Cavero, pelopor anak-anak berandal, semua wilayah Mandala ada di bawah pengawasan gue!"

"Lo bisa masuk ke Calveraz, tapi jangan harap bisa keluar dengan selamat!"

Nafas Sadam tercekat, dia menahan tangan ketuanya ketika hendak mengambil balok kayu. "Bang, gue butuh uang itu, nyokap gue sakit keras dan butuh biaya besar buat perawatannya, gue minta maaf karena udah lancang dan bersikap nggak tau diri di Calveraz," akunya takut.

"Sumpah, gue nggak bohong. Lo bisa datang ke rumah gue buat cek kondisi nyokap gue, Bang."

"Kalau bukan karena kepepet, gue nggak akan ngelakuin ini, gue udah buntu nggak punya cara lain," terang Sadam menyeka air matanya.

"Maafin gue, Bang. Gue mohon."

Tidak ada kepura-puraan yang terlihat, Sadam benar-benar meneteskan air mata dan pasrah di bawah kendali Alvarez. Semua merinding melihat bagaimana ketuanya menghabisi seorang penghianat di tengah-tengah lapangan.

Puas dengan memberi perhitungan, Alvarez menarik diri lalu melempar balok kayu ke sembarang arah. Auranya mengerikan, seragamnya berantakan, puncak kemarahan yang selalu dilihat untuk membuat siapa pun takut. Dia berjalan mengambil tas hitam milik Sadam dan mengeluarkan semua isi di dalamnya.

Narkoba, 2 gram Bath Salt ada di antara tumpukan buku. Semua orang membulatkan mata, selama ini Alvarez selalu tegas untuk tidak menyentuh obat-obatan yang merusak tubuh, dia berdiri paling depan dan tak segan menghabisi anak buahnya jika salah satu ada yang bermain dengan Narkoba.

Calveraz Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang