part 2

276 27 1
                                    

Amelia menutup telinga dengan kedua tangan, dari suara gaduh di luar kamarnya dia tahu apa yang tengah terjadi pada sang ibu. Suara tamparan dan jeritan membuatnya takut. Sambil menangis, gadis berusia lima tahun itu membuka ponsel milik ibunya yang kebetulan ada di atas nakas. Amelia sudah bisa membaca, anak pintar itu menghubungi seseorang.

“Ha...halo, Om Vero.” ucapnya sambil menangis

Meski kalah tenaga, Yuri tidak akan menyerah kali ini. Bagaimanapun, keselamatan anaknya adalah hal paling utama. Ameri sudah melewati batas, jika Yuri tidak bertindak maka putrinya akan menjadi sasaran.

Suara teriakan di apartemen itu mulai menimbulkan kebisingan, membuat para penghuni dari unit lain keluar. Orang-orang sepertinya terganggu dengan suara keributan dari unit apartemen Yuri. Bagaimana tidak? Ameri memukul - mukul pintu kamar dengan tongkat bisbol sambil terus mengumpat dan berteriak-teriak. Entah darimana perempuan bengis itu mendapatkannya.

Amarahnya meledak begitu saja. Bagi gadis berkulit putih itu, Yuri dan Amelia adalah penyebab kematian kakaknya, Arjuna.

"Harusnya kalian berdua kubunuh sejak lama!" gadis itu berteriak membabi buta.

Rasa dendam membutakannya hingga dia sangat ingin melukai dua orang di hadapannya.

Yuri tidak akan membiarkan Ameri melukai anaknya. Dirinya boleh terluka, tapi tidak dengan putrinya. Perempuan sependiam apapun akan mati-matian menyelamatkan buah hatinya. Katakanlah itu insting alamiah seorang ibu. Tanpa menyerah, Yuri melawan Amerie sekuat tenaga, berusaha merebut tongkat itu dari tangan adik iparnya.

Amelia, gadis kecil itu meringkuk di balik pintu. Menutup telinga dengan kedua tangannya erat-erat. Berharap pertolongan segera datang. Ia menangis, takut-takut terjadi sesuatu pada ibunya. Tubuhnya gemetar ketakutan.

"Amerie, sadarlah. Aku mohon, Ami. Jangan lakukan ini, dia keponakanmu."

Ya dia keponakanmu, batin Yuri.

"Please," pintanya bersusah payah menghalau amukan gadis di hadapannya.

Amerie memang memiliki tenaga lebih besar daripada Yuri. Tapi tekad Yuri melindungi anaknya begitu kuat. Mereka masih saling berebut tongkat, Ameri tidak segan memukul kakak iparnya. Yuri selalu berusaha menangkis serangannya. Beberapa bagian tubuh Yuri terkena pukulan.

Rasa sakit itu tak dirasakannya. Berkali-kali dia terjatuh, tapi Yuri berusaha bangkit kembali. Amerie berhasil menjatuhkan tubuh kakak iparnya, tanpa ragu gadis itu menindih tubuh Yuri dan hendak memukul kepalanya dengan tongkat bisbol.

Ditindih seperti itu membuatnya tak bisa bergerak. Yuri pasrah, dia hanya bisa menutup kedua matanya bersiap menerima serangan selanjutnya. Air mata mengalir di pipinya yang lebam.

Amerie mengacungkan tongkat bisbol itu tinggi-tinggi. Memberi ancang-ancang untuk memukul perempuan yang sudah kepayahan di bawahnya.

"Apa-apan ini !?" Suara seorang pria membuat gerakannya terhenti.

Mata Vero terbelalak mendapati apa yang tengah terjadi di depannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mata Vero terbelalak mendapati apa yang tengah terjadi di depannya. Sang adik-- Ameri sudah berada di atas tubuh Yuri-- kakak iparnya. Hampir saja adik perempuannya itu menghantamkan tongkat ke kepala kakak iparnya sendiri.

Mendengar suara sang kakak, Ameri menghentikan aksinya. Gadis itu beranjak dari atas tubuh Yuri, merapikan rambutnya yang berantakan sambil membuang muka dari tatapan sang kakak.

Vero langsung menghambur ke arah Yuri lalu membantu perempuan itu berdiri dan memeluknya.

Sementara itu, Amelia yang tengah bersembunyi di kamar mendengar suara pamannya, Vero.

Merasa aman, gadis kecil itu berlari keluar dari kamar. Gadis kecil yang malang itu langsung berlari ke arah pamannya sambil menangis ketakutan.

"Om Vero," Amelia melompat ke pelukan lelaki bertubuh tinggi dengan rambut hitam bergelombang itu.

Vero adalah putra ketiga keluarga Elderenbosch, adik kedua dari mendiang Arjuna. Pria itu menggendong keponakannya, mencoba menenangkan gadis kecil yang terlihat ketakutan itu dalam dekapannya.

Hati pria tampan berkulit honey itu begitu perih saat melihat betapa kacaunya keadaan Yuri. Wajah kakak iparnya babak belur, beberapa tetesan darah segar keluar dari hidung dan sudut bibirnya yang kecil. Vero menarik lengan Yuri, pelan-pelan membantu perempuan itu berdiri.

Yuri meringis saat Vero mengusap darah segar yang berada di sudut bibirnya. Perempuan itu terisak. Rasa takut, marah dan sedih berkecamuk di hatinya. Selama lima tahun Yuri bersabar menelan semua kepahitan ini seorang diri. Dia tidak pernah menceritakan perlakuan Ameri kepadanya pada siapapun. Tapi hari ini semua terungkap dengan sendirinya.

Rasanya sakit, seperti ada yang menusuk jantung lelaki itu. Melihat Yuri, kakak ipar yang dikenalnya dengan baik babak belur di tangan adik perempuannya sendiri. Vero mengenal Yuri sebagai kakak yang sabar, tidak pernah mengeluh dan selalu ramah. Kini, kakak ipar kesayangannya itu terlihat mengenaskan, wajah ayunya tampak bengkak dan berdarah. Tubuh Yuri dan keponakannya gemetar karena ketakutan. Vero merengkuh tubuh mungil Yuri dalam pelukan. lelaki itu marah, dia memandang tajam ke arah Ameri yang terlihat gugup berdiri membelakanginya. Bunyi gemeretak gigi menandakan lelaki itu tengah menahan diri dari ledakan amarah. Dia tidak habis pikir dengan kelakuan adiknya sendiri.

Turun Ranjang (completed) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang