part 19

209 14 8
                                    


Vero bernafas melalui mulut, menelan udara. Ketegangan itu mulai terasa saat tatapan dingin Yuri terasa menusuk tepat ke jantungnya.

"Bilang apa kamu sama Papi dan Mami?"

Kedua tangan perempuan itu melipat ke dada. Wajah ayunya berubah serius. Ada kekesalan tersirat dari wajahnya.

"A ... aku nggak bilang apa-apa, memangnya Mami bilang apa sayang?" tanya Vero mendekati Yuri pura-pura tidak paham. Kedua tangannya hendak mendarat di pinggang ramping perempuan itu namun segera ditepis oleh sang kekasih.

"Aku mau bicara," tegas Yuri.

Tanpa menunggu Vero, perempuan itu berjalan menuju suatu ruangan. Lelaki berkemeja hitam dengan celana coklat muda itu mengikutinya dari belakang. Yuri segera mengunci pintu saat Vero sudah masuk ke dalam ruang perpustakaan.

Vero melipat kedua lengan bajunya, lelaki itu membuka dua kancing kemeja. Rasanya udara berubah panas seketika.

"Kenapa kamu bilang aku hamil?"

Mata Vero menatap langit-langit, laki-laki itu mengerutkan kedua alis sambil menopang dagu dengan tangan. Sebuah pukulan ringan mendarat di lengan pria itu. Vero langsung tertawa begitu saja saat melihat Yuri kesal padanya.

Wajah Yuri memerah. Perasaannya campur aduk antara marah, senang dan malu.

"Kamu sengaja bilang itu ke Mami biar disetujui ya?"

"Aww, Sayang. Kamu KDRT itu ..." lelaki itu mengusap-usap lengannya yang tidak sakit.

Pukulan itu sama sekali tak bertenaga. Yuri mengerucutkan bibir, sambil menggembungkan kedua pipinya.

Vero suka melihat kekasihnya ngambek, pria itu langsung merengkuh tubuhnya dalam pelukan. Gelak tawa dari bibir kotak itu begitu renyah didengar.

Yuri sedikit tersentak saat tubuhnya ditarik begitu saja. Perempuan itu mendaratkan kedua tangan di dada bidang Vero.

"Kan Mami Papi mikirnya aku perempuan gampangan, Ver. Aku nggak mau," rengeknya.

Vero hanya bisa tersenyum melihat kegemasan kekasihnya. Lelaki itu mempererat dekapan, mendaratkan kecupan lembut di atas pelipis mata kiri Yuri. Menatap perempuan itu lekat penuh arti. Ada beribu rasa yang tak terartikan dalam tatapannya. Tapi siapapun yang melihat akan tahu, tatapan Vero pada Yuri adalah tatapan cinta.

Netra keduanya saling bertatapan. Yuri mengamati bibir tipis Vero yang berwarna merah muda. Tidak pernah dia berpikiran seperti ini sebelumnya. Tanpa bermaksud membandingkan, Yuri tidak pernah semanja ini pada mendiang suaminya Arjuna.

Ada kilatan gairah dalam manik mata coklat Vero. Lelaki itu mengeratkan genggamannya di pinggang sang kekasih. Menatap dalam pada bibir mungil nan berisi itu. Vero mendekatkan wajahnya. Bagaimana rasanya mencium bibir berwarna merah muda itu.

Keduanya saling tatap, ada perasaan menggebu dalam hati Vero yang sudah tidak bisa di tahannya lagi. Wajah Yuri yang sudah selalu memenuhi relung hatinya begitu cantik. Bibir tipis yang sudah lama dia bayangkan untuk dicium itu terlihat sangat menggoda. tanpa sadar sapuan lembut dari bibir Vero terasa di bibir Yuri.

Vero menunggu reaksi dari kekasihnya, tapi Yuri nyatanya malah mengalungkan tangan di leher pria itu. Keduanya saling menikmati ciuman itu, rasa sayang dan juga gairah yang menjalar membuat mereka melambung.

"Lagi apa, Woy?" Seketika suasana romantis itu buyar saat terdengar suara nyaring seseorang yang membuka pintu perpustakaan dengan kasar. Keduanya saling menjauhkan diri. Vero bahkan sempat terbatuk saking kagetnya.

Tanpa merasa berdosa Juni masuk bersama seorang perempuan dengan perut besar, Viola--istrinya.

"Wah, kayaknya ada yang lagi skidi papap nih?" tuding lelaki jangkung dengan rambut cepak berwajah sangar itu. Viola bisa melihat wajah Yuri yang merah padam, ibu hamil itu langsung berjalan ke arah Yuri untuk menyapanya. Meskipun sebenarnya Viola menahan tawa, saat melihat dua sejoli itu kelabakan.

"Kak, apa kabar?" tanya Viola mencium pipi sang ipar.

"Alhamdulillah, baik Vi. Gimana si kecil?" ucap Yuri sambil mengusap perut buncitnya.

"Alhamdulillah baik kak. Lumayan aktif nih kak, kayak Daddynya."

Keduanya tersenyum. Sementara Juni menghampiri Vero, lelaki itu melingkarkan lengan di pundak sang adik.

"Wah, parah lu skidipapap di ruang belajar Papi, gue bilangin ya."

Vero melepas rangkulan kakaknya dengan kasar, mata lelaki itu mendelik kesal karena kegiatan serunya diganggu.

"Parah lu Bro, gara-gara elu binik gue marah. Dikira hamil beneran sama Mami Papi," protes Vero.

"Calon binik, masih calon binik." Juni menggoda adiknya yang tampak kesal, lelaki itu menatap usil sambil menonjok - nonjok lengan kanan Vero, playfull.

Suasana meja makan besar berbentuk oval itu terasa hangat. Seluruh anggota Elderenbosch berkumpul. Berbagai hidangan ala oriental dan Belanda menghiasi meja. Gelak tawa terdengar saat Amelia dengan polosnya menegur sang kakek.

"Opa, jangan makan dulu. Kan belum berdoa,"

Jonathan yang hendak menyuapkan nasi ke dalam mulutnya langsung berhenti seketika. Lelaki itu tertawa mendengar celotehan cucunya.

"Doanya gimana?" tanya Diana.

Gadis kecil yang duduk di antara kakek dan neneknya itu mengangkat kedua tangan, menundukkan kepala lalu berdoa diikuti seluruh anggota keluarga. Vero menyikut pinggang Juni, "Noh berdoa kayak anak Gue, nanti makanan lo dimakan setan."

"Setannya kan elo," sungut Juni.

"Pi, ada yang mau Yuri bicarakan sama Papi Mami. Soal ..." perempuan itu melirik ke arah Vero menyikut lengan calon suaminya. Hal itu membuat Vero sedikit tersedak, lelaki itu langsung minum air dari gelas di hadapannya.

Pernyataan Yuri, membuat Diana dan Jonathan menghentikan kegiatannya.

"Mmm. Yuri nggak hamil,"

Jonathan sampai menyimpan sendoknya, sedang Diana langsung menatap Vero dan Yuri.

"Sontoloyo, jadi itu cuma alasan?" Jonathan melempar kain napkins, ke arah putra ketiganya.

Vero yang gelagapan langsung menunjuk Juni.

"Juni ,Pi. Yang ngomong bukan aku,"

Hal itu tentu saja membuat Ameri, Viola dan Orion yang ada disana tertawa terbahak-bahak. Sedangkan Juni dengan wajah lurusnya hanya mengangkat bahu. Tanpa merasa berdosa, lelaki cepak itu melanjutkan makannya. Yuri yang sedari tadi menahan malu menutupi wajahnya yang sudah semerah tomat.

Turun Ranjang (completed) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang