part 14

207 19 4
                                    

"Aku butuh waktu berpikir, Ver."

Yuri melepaskan diri dari pelukan Vero. Hangat tubuh pria itu masih terasa di kulitnya. Entah sejak kapan sentuhan Vero sering membuatnya melambung. Yuri merasakannya, perasaan nyaman yang memanjakan membuatnya betah untuk berlama-lama dalam dekapan pria itu.

Vero bukan suaminya dan itu tidak pantas.

Ada rasa bingung yang hinggap dibenaknya. Perbedaan antara rasa nyaman dan rasa bersalah menjadi bias. Apakah dirinya telah berkhianat? Atau ini adalah hal wajar yang boleh terjadi dan bisa dimaklumi? Bagaimana dengan pandangan orang lain?

Perasaan Amelia bukan satu-satunya yang harus dipikirkan. Yuri duduk gelisah di atas ranjang bersprei putih itu. Memandangi wajah sang putri yang tertidur lelap. Bukan dirinya tak tahu, ada titik kosong dalam hati Amelia yang harus diisi. Tapi, baginya itu tidak semudah membalikkan telapak tangan.

Vero adalah lelaki mapan, tampan juga baik hati. Dia juga tidak akan mungkin menyakiti putrinya karena kesamaan darah mengalir di tubuh mereka. Bahkan Vero sudah mengisi kekosongan itu sejak Amelia masih bayi.

"Turun ranjang?" gumam Yuri. Perempuan itu meremas kain bajunya. Sekelebat rona merah menghiasi pipinya.

"Astagfirullahaladzim, mikir apa kamu Ri?" Dia berucap sambil menepuk nepuk kedua pipinya.

Vero sendiri tak kalah gusar. Wajah tampannya memerah, sedari tadi lelaki itu mondar-mandir di ruang tengah.

"Ya Allah, apa tadi aku kurang romantis ya?"

"Begok, sih Ver. Kudunya lu ngelamar di cafe gitu. Pake alunan musik, bawa cincin. Ini sarungan," rutuk Vero sambil meninju-ninjukan tangannya ke udara.

Matahari sudah tersenyum lebar di ufuk timur, hiruk pikuk manusia mulai terdengar beriringan dengan suara klakson di jalanan Ibukota. Vero sudah berganti pakaian dengan setelan kantor. Kemeja putih dibalik jas hitam fendy juga dasi Hermes yang sangat apik membalut tampilan khas eksekutif muda.

Vero memastikan lagi bahwa tidak ada barang tertinggal di tas kerjanya. Yudi sang asisten sudah siap menunggu. Hari ini Vero ada pertemuan dengan kolega bisnis dan meminta Yudi mendampinginya.

Disaat yang bersamaan, Yuri keluar dari kamarnya. Dia tampak anggun dengan midi dress berwarna peach, rambutnya tergerai dan ditata sedikit bergelombang.

Vero tak henti menatapnya, rasa kagum dan sayang itu terus tumbuh.

Ditatap seperti itu Yuri menjadi salah tingkah, kedua pipinya merona, tapi perempuan itu tetap berjalan ke arah Vero berdiri.

"Sudah siap semuanya, Ver?" tanya Yuri.

"Sudah, tinggal betulin dasi."

Mendengar kode itu Yuri tersenyum lalu mengambil dasi dari atas meja dan memasangkannya ke leher Vero. Aroma vanilla lembut yang berasal dari tubuh Yuri begitu menenangkan. Vero memandangi wajah perempuan di depannya. Hidung mungil dan bulu mata yang tidak terlalu panjang namun lentik itu terlihat manis.

Kedua manik mereka bertemu.

Pria itu melingkarkan tangannya di pinggang kecil Yuri. Perempuan itu tidak menolaknya. Seperti menyambut, Yuri melingkarkan kedua tangannya di leher Vero. Membuat lelaki itu tersenyum senang.

Vero menarik tubuh mungil itu semakin erat agar menempel pada tubuhnya.

"Apa sih, Ver. Jangan genit ah!" protes Yuri.

Mendengar Yuri berkata demikian Vero malah tergelak. Dia menempelkan dahinya ke kening perempuan itu.

"Yang tadi pagi tolong dipikirkan ya," pinta Vero.

Melihat kemesraan yang terjadi di depan mata. Yudi sang asisten merasa tidak enak. Pria berjas biru itu berdehem, mengambil tas Vero kemudian berkata, "Pak, Bu. Saya akan menunggu diluar." Yudi tersenyum, sedikit membungkuk lalu pergi keluar.

"Kan, malu dilihat asisten kamu." Yuri memencet hidung Vero.

Pria itu malah tertawa lalu memeluknya erat, sekali lagi.

"Pengen cium kamu, Ri. Pengen peluk, pengen semuanya," bisik Vero ditelinga Yuri, suara bariton itu menyalurkan rasa panas ke sekujur tubuhnya.

"Sudah berangkat sana,"

Vero malah semakin erat memeluknya, sebuah kecupan lembut menyentuh pipi juga keningnya. Membuat Yuri semakin lemas dan malu disaat yang sama.

"Mama, Papa."

Kegiatan itu terhenti saat Amelia keluar dari dalam kamar. Gadis itu sudah terlihat rapi dengan baju seragam sekolah dan tas unicornnya. Amelia tertegun sejenak melihat posisi Vero dan Yuri. Kedua orang dewasa itu langsung memisahkan diri dan berjalan menuju Amelia.

"Princess-nya Papa Vero sudah rapi." Vero mencoba mengalihkan perhatian Amelia. Sedangkan Yuri membalik tubuhnya, berusaha menahan tawa.

Vero mengecup pipi Amelia, tapi gadis kecil itu tidak bergeming. Tiba-tiba saja Amelia berteriak.

"Papa sama Mama pacaran?"

Sontak pertanyaan itu membuat keduanya kaget. Mereka tahu, Amelia pasti melihatnya. Vero pun tertawa, pria itu mengusap kepala Amelia penuh kasih sayang. Yuri mendekati keduanya, lalu berlutut bersama Vero mensejajarkan tinggi dengan Amelia.

"Doakan Mama dan Papa, ya."

Ucapan itu keluar dari mulut Yuri. Mata Vero membulat setengah tidak percaya saat perempuan yang dicintainya mengatakan itu pada Amelia.

"Jadi Amel bakal punya Papa beneran?"

Kedua orang dewasa itu mengangguk.

"Insyaallah," janji Vero.

Amelia begitu senang mendengarnya, gadis kecil itu melompat-lompat riang. 

Turun Ranjang (completed) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang