part 20

244 15 2
                                        

"Sayang, kamu jadi pindah?"

Yuri menjawab pertanyaan Vero dengan anggukan. Beberapa kardus dan kotak kontainer terlihat bertumpukan. Vero sebenarnya tidak ingin tinggal terpisah dari kekasihnya. Tapi mereka memilih menuruti nasihat ibu mereka. Memang tidak baik jika terus tinggal bersama apalagi belum menikah.

Keduanya memilih bersabar, lagipula sebentar lagi ikatan mereka akan diresmikan. Hanya tunggu waktu beberapa minggu.

Sejujurnya, Yuri pun ingin secepatnya diresmikan. Beberapa bulan tinggal bersama membuatnya enggan jauh berlama-lama dari sang kekasih.

Takdir seperti bercanda dengan hidupnya. Tersakiti dan menelan pahit bertahun-tahun. Kehilangan suami dan harus mengasuh anaknya seorang diri ternyata berujung jodoh dengan adik iparnya sendiri.

Perempuan itu menghampiri kekasihnya yang tengah bersungut-sungut sambil memasukan beberapa benda ke dalam kardus.

Dari belakang, pundak Vero terlihat lebar nyaman untuk disandari. Terkadang ada rasa segan saat ingin memeluk pria itu. Banyak hal yang berkecamuk dalam pikirannya. Seperti apakah Arjuna merasa dikhianati karena dirinya akan menikah dengan Vero, adik kandung dari mendiang. Lalu bagaimana dengan opini kolega dan keluarga lain. Akan tetapi nasihat ibu mertua membuatnya menepis semua pikiran negatifnya.

Dua buah tangan menyelinap ke pinggang lelaki berkaos putih itu. Vero bisa merasakan tekanan di punggungnya saat Yuri menyandarkan kepala dengan nyaman di sana. Senyuman terkembang, hati keduanya seperti remaja yang pertama kali merasakan getaran asmara. Lelaki itu menyentuh jemari lentik mungil itu dengan jarinya yang besar.

"Aku sebenernya nggak pengen pindah ke rumah Mami, Sayang. Tapi, akan bahaya buat kita kalau tinggal bareng terus."

Vero mengulas senyum, melepaskan pelukan Yuri dan membalikkan badan. Mereka duduk berhadapan.

Entah karena terlalu fokus pada boxy smile Vero atau melamun, Yuri tidak sadar jika tubuhnya sudah berpindah ke pangkuan lelaki itu.

"Iya, bahaya. Aku bisa lepas kontrol. Apa kita majukan saja pernikahan kita?" tanya Vero, sebuah kecupan mendarat di dagu Yuri.

"Kalau Mami setuju, aku juga inginnya gitu." Jari telunjuk perempuan berambut panjang itu berjalan dari kening hingga hidung mancung Vero.

"Kamu mau punya anak langsung?"

Yuri mendaratkan kepala di ceruk leher kekasihnya. Memeluk erat tubuh kekar pria itu, sambil mengendus aroma kulit Vero yang menenangkan.

"Aku mau pacaran habis nikah, aku kan nggak pernah pacaran sama kamu," ucap Yuri sambil tertawa.

Tidak biasanya Yuri mengutarakan keinginannya. Baru kali ini dia merasa nyaman saat mengutarakan sesuatu. Beruntung Vero adalah tipe lelaki yang suka mengalah demi pasangan. Apapun keinginan Yuri akan dituruti selama itu baik.

"Soal resepsi, sebenarnya aku mau keluarga saja. Aku kan sudah pernah menikah, terus aku sekarang nikahnya sama kamu-"

Vero memicingkan mata sambil menatap calon istrinya. Ditatap seperti itu Yuri buru-buru memalingkan wajah. Saat dirinya hendak beranjak dari pangkuan Vero, lelaki itu menariknya kembali.

"Kamu malu ya turun ranjang?" tanya Vero.

"Bukan. Aku tidak malu, Ver. Tapi apa kata orang?" Perempuan itu melepaskan diri dari pangkuan kekasihnya.

"Kolega Papi dan keluarga besar tahu siapa aku. Justru aku takut kamu yang malu."

Mengatupkan rahang, lelaki itu berdiri meninggalkan Yuri ke dapur. Vero mengambil air di kulkas untuk melicinkan tenggorokannya yang terasa kering.

"Masih saja mikirin omongan orang, Ri."

Lelaki itu berbicara tanpa menoleh. Dari nada yang terdengar, jelas sekali Vero marah. Membuat Yuri merasa tidak enak telah berucap demikian.

"Bukan tugas kita untuk membahagiakan semua orang. Aku gak peduli apa kata mereka, yang jelas aku cinta sama kamu, sama Amel. Kalau kamu mau berumah tangga, aku siap. Udah itu aja."

"Pernikahan kita bukan berdasarkan opini orang, Ri. Aku niat nikahin kamu dari hati. Buat ibadah, supaya kita nggak salah jalan. Tolong catat itu."

Vero membuka pintu balkon apartemennya, angin segar terasa sejuk menyentuh kulit. Lelaki itu berharap udara segar bisa mendinginkan kepalanya yang terasa panas.

Rasa dingin di kulit pipi membuatnya terperanjat. Saat menoleh, Yuri menyodorkan segelas jus jeruk dingin, wajahnya memelas membuat Vero tak tega untuk berlama-lama marah padanya.

Lelaki itu mengambil gelas dari tangan Yuri.

Perempuan itu mendekatkan tubuhnya, menyandarkan kepala di bahu Vero.

"Maaf, aku salah. Seharusnya aku juga mikirin perasaan kamu," ucap Yuri.

"Nggak ada keraguan di hati aku, sayang. Kadang kecemasanku akan hal-hal yang belum terjadi itu yang membuat pikiranku kacau."

"Aku mau Ver nikah sama kamu. Aku mau,"

Vero meminum jus itu. Rasa dingin juga asam membuat dahaga itu hilang seketika. Vero menyodorkan gelas yang langsung diminum hingga tandas oleh Yuri.

"Kita majukan pernikahan kita, aku mau pernikahan ini spesial. Ini kali pertama dan terakhir buat aku, Ri."

"Aku manut, sayang."

"Ini pertengkaran pertama kita ya?" tanya Vero disertai tawa.

Perempuan disampingnya tak menjawab, hanya tersenyum sambil bersandar manja. Keduanya saling menautkan jemari memandang warna jingga di langit ibu kota yang mulai meredup.






Turun Ranjang (completed) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang