Part 6

280 14 4
                                        


Suara gemericik air menari di indera pendengaran. Vero yang sedari tadi berdiri bersandar di depan pintu toilet hanya mampu terdiam. Sejatinya dia tahu, apa yang dilakukan Yuri di dalam sana. Sudah hampir lebih dari tiga puluh menit wanita itu disana. Isak tangis pilu juga jelas terdengar, ya mungkin Yuri pikir tak ada yang mendengarnya.

Tak apa, Yuri butuh waktu untuk dirinya. Vero hanya ingin memastikan iparnya baik-baik saja. Suara kran air diputar, pria itu segera bergegas pergi ke luar ruangan. Vero membawa buket bunga lily dan mawar merah muda. Seolah-olah baru saja datang dia mengetuk pintu. 

"Masuk," ucap Yuri. 

Oh, dia sudah berpakaian. 

Tapi lagi-lagi ada yang menyentil sanubari pria itu. Lebam di wajah kiri Yuri, perban di pelipis mata kiri dan plester di sudut bibirnya terlihat memilukan. Vero menelan ludahnya, pria itu memaksakan senyum dan langsung memeluk perempuan yang menyambutnya.

"Sudah enakan?" tanya pria itu. 

Bau shampo yang wangi tercium dari rambut basah perempuan itu. Bagi Vero Yuri sudah cantik sejak mereka kuliah dulu. 

"Hmm," Yuri mengangguk sambil melepas pelukannya. 

"Amel dimana, Ver?" Yuri melihat ke sekeliling. Putrinya tak terlihat bersama Vero. 

"Oh, Amel di Menteng. Mungkin sekarang sedang sama Vio dan Juni." 

Yuri mengangguk, lalu kembali memasukan beberapa baju ganti ke dalam tas. Veri menahan tangan wanita itu, memintanya untuk duduk. Kini gantian pria itu yang memasukkan barang ke dalam tas sementara Yuri duduk manis sambil mencium harum buket bunga pemberian iparnya. 

"Dokter bilang kamu sudah boleh pulang," kata Vero. 

"Iya, tadi suster bilang sama aku. Makasih ya Ver," Yuri membalik tubuhnya menghadap Vero. 

"Administrasinya?" 

"Nggak usah pusingin itu, Ri. Sekarang kamu pulang sama aku. Kita jemput Amel." 

Keduanya kini sudah berada di dalam mobil Vero. Awalnya mereka hendak menuju rumah Juni, tapi mendadak Juni menelpon dan mengatakan bahwa Amelia akan diajak ke Bali selama tiga hari. Jadilah Vero memutar arah mobilnya. 

"Loh, Ver. Ini kita mau kemana?" 

Yuri bingung dengan arah yang Vero lewati. Pasalnya, ini bukan jalan menuju rumahnya. 

Vero tidak segera menjawab, pria itu terus melajukan volvonya sampai di lampu merah berikutnya. 

"Kita pulang ke rumah aku, Ri." 

***

Yuri sedikit terkesiap saat merasakan sapuan dingin di pelipis matanya. Krim berwarna bening itu terasa perih. Tapi ada hal lain yang membuatnya tegang. Tatapan mata, sentuhan kulit yang terasa berbeda dari biasanya. Juga hembusan nafas yang bisa dirasakan kulit wajahnya. Bau harum cologne musk khas pria dewasa membuatnya gugup. 

Ibu muda itu menelan ludah beberapa kali saat Vero-- adik mendiang suaminya memoleskan obat luka ke wajahnya. Wajar saja, sejak Yuri menikah dengan kakaknya, Vero tidak pernah sedekat itu padanya. 

Sudah seminggu Yuri tinggal di apartemen lelaki itu. Meskipun Yuri menolak, Vero bersikukuh memaksa perempuan itu dan keponakannya untuk tinggal bersama. Selain karena apartemen Yuri sedikit rusak berantakan karena kejadian beberapa hari lalu, pergi Vero takut kalau Ameri akan kembali menyerang Yuri.

“Yap, sudah.” 

Lelaki itu membereskan beberapa plester luka dan obat oles, memasukan benda - benda itu pada kotak P3K berwarna coklat muda. Pria itu memberikan sebuah cermin kecil pada Yuri. 

Turun Ranjang (completed) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang