Yuri tidak mengerti kenapa Diana ingin bertemu dengan dirinya dan Amelia. Pasalnya lima tahun kebelakang ibu mertuanya itu sangat amat menghindari untuk bertatap wajah dengan cucu kandungnya. Dia juga hanya bilang bahwa mereka baru kembali dari Belanda dan ingin bertemu.
Yuri dijemput oleh Vero, ketiganya memakai pakaian senada yakni nuansa pastel. Perjalanan menuju tempat yang dikatakan Diana memakan waktu kurang dari tiga puluh menit. Udara di mobil vero begitu sejuk, tapi entah kenapa berkali-kali Yuri malah menyeka keningnya dengan tisu. Perjalanan ini terasa sangat lama.
"Kamu kenapa?" Sebuah sentuhan hangat di kulit tangan menyadarkan lamunan Yuri. Rupanya dia larut dalam lamunannya sehingga tidak menyadari mobil telah berhenti di tujuan.
Yuri menghela nafasnya dengan berat berharap dia bisa kabur dari situasi canggung kali ini. Andai saja dia memiliki ilmu menghilang seperti dalam film kartun atau pintu ajaib doraemon.
"Sayang, kamu baik-baik aja kan?" Sekali lagi Vero bertanya.
Kegusaran itu terlihat jelas di wajah Yuri, dengan lembut Vero memegang tangan perempuan itu lalu mengecup ujung jemarinya.
"Kamu gugup ketemu Mami dan Papi, ya?"
Perempuan itu hanya mengangguk, sambil menggigit bibir bawahnya. Kebiasaan yang sering dilakukan Yuri saat gugup. Yuri tidak menyadari bahwa gerakan itu sangat berbahaya bagi Vero. Perempuan itu terlihat seksi dan menggoda.
"Jangan lakukan itu," Vero mengangkat dagu Yuri dengan ujung jari telunjuknya. Menatap gumpalan bibir merah muda yang merekah itu. Rasanya Vero ingin menerkam perempuan itu saat ini juga, tapi lelaki itu masih ingat Tuhannya.
"Ri, jangan bertingkah seksi di depanku dulu. Ya, please." Wajah pria itu memelas, sedangkan Yuri sama sekali tidak paham apa maksudnya.
Setelah berpikir beberapa detik, perempuan itu mencebik. Menepis pelan tangan Vero dari wajahnya.
"Jangan macam-macam!" Ancam Yuri membuat Vero tertawa. Keduanya melihat ke arah Amelia yang duduk di kursi belakang. Gadis kecil itu tampak menggemaskan dengan sack dress berwarna pink dengan rambutnya yang dihiasi jepit rambut kelinci.
"Dia bobok, sayang."
Amelia tampak tertidur pulas, gadis itu memegang sebuah kotak berwarna tosca. Beberapa jam lalu, dia sangat semangat membeli hadiah untuk sang Oma. Saat Vero mengatakan mereka akan mengunjungi Oma dan Opanya, Amelia menjadi sangat antusias. Bahkan gadis kecil itu memilih sendiri hadiahnya untuk sang nenek.
Melihat putrinya yang terlelap, Yuri mengedarkan pandangan. Hanya ada dua keamanan berjas hitam di gerbang pintu masuk tidak ada orang lain lagi di tempat parkir itu.
Vero tersentak saat tubuhnya tiba-tiba ditarik dengan sedikit keras. Aroma vanilla yang lembut itu menari di indra penciumannya. Dua tangan yang melingkar di pinggangnya terasa hangat.
Melihat putrinya yang terlelap, Yuri mengedarkan pandangan. Hanya ada dua keamanan berjas hitam di gerbang pintu masuk tidak ada orang lain lagi di tempat parkir itu.
Vero tersentak saat tubuhnya tiba-tiba ditarik dengan sedikit keras. Aroma vanilla yang lembut itu menari di indra penciumannya. Dua tangan yang melingkar di pinggangnya terasa hangat. Tapi melihat pemandangan itu entah kenapa tubuh Vero terasa membeku tak bisa digerakkan.
Vero menatap wajah Yuri yang mendongak ke arahnya. Tatapan mata sayu itu tampak menggemaskan. Tidak biasanya perempuan itu menyerang duluan.
"Ver, aku takut," ucap Yuri sambil memeluk kekasihnya.
Vero tersenyum sambil menghembuskan nafas, kedua bahunya menurun. Lelaki itu mengusap pucuk kepala kekasihnya penuh kasih sayang.
"Kamu tegang, ya?" Satu tangan Vero melingkar indh di pinggang kecil Yuri sedang yang lain mengusap pipi perempuan itu. Mereka saling bertatapan.
"Bismillah, Ri. Tujuan kita baik."
"Tapi, bagaimana kalau-" ucapan Yuri terjeda saat ujung telunjuk Vero mendarat di bibir mungilnya.
"Ssh, Tuhan itu sesuai dengan prasangka hambaNya. So be positive, kita berdoa bersama?" ajak Vero.
Vero membimbing tangan Yuri agar menengadah, lelaki itu juga langsung mengangkat kedua tangannya. Keduanya memejamkan mata, Vero membaca al fatihah, begitu juga Yuri mengikutinya dalam hati kedua sejoli itu memejamkan mata. Memohon niat baik mereka hari ini dilancarkan.
"Bismillah, apapun yang terjadi itu yang terbaik buat kita," ucap Vero.
Sebuah kecupan lembut mendarat di pipi gembung gadis kecil yang tengah tertidur pulas di jok mobil belakang. Amelia menggeliat, menekuk kedua alisnya pelan-pelan gadis kecil itu membuka mata. Dia langsung tersenyum saat melihat wajah Vero dan Yuri.
"Anak Papa sudah bangun?" Sapa Vero.
Kalimat itu ibarat mantra yang meningkatkan imun boosternya. Saat Vero mengulurkan kedua tangannya, gadis kecil itu langsung mendekat dan menyambutnya. Sambil tersenyum Amelia terlihat bahagia berada di gendongan Vero. Yuri pun demikian, saat Vero dan Amelia sudah keluar dari mobil. Perempuan berambut panjang bergelombang itu menyambut mereka, mendaratkan beberapa buah ciuman di pipi gembul putrinya. Mereka terlihat seperti keluarga harmonis yang bahagia. Itulah yang sedang dilihat dua orang paruh baya dari balik jendela.
Vero mengulurkan tangannya, tanpa ragu Yuri meraih tangan itu lalu mereka berjalan menaiki tangga menuju pintu masuk mansion besar itu. Tangan kanan Vero menggendong Amelia sedangkan tangan kiri Vero menggandeng tangan Yuri. Saat mereka sampai di depan pintu marmer besar, Vero menurunkan Amelia. Pria itu mengetuk pintu rumah sambil mengucap salam.
Ada jawaban dari dalam, bi Marni membukakan pintu.
"Aden, sudah datang? Mbak Yuri sama Neng Amel, silakan masuk Bapak sama Ibu sudah nunggu di dalam, Den." Perempuan berusia hampir lima puluh tahun itu mempersilahkan ketiganya masuk.
Kaki jenjang Yuri memasuki mansion besar yang sudah lima tahun tidak dikunjunginya. Lantai marmer berwarna hitam mengkilap, dihiasi ornamen klasik nan megah, Yuri melangkah dengan sangat hati-hati. Perempuan itu menatap bahu Vero lalu mempererat jalinan tangan mereka.
Kedua orangtua Vero telah menunggu mereka di kursi. Menyadari kecanggungan Yuri Vero melangkahkan kakinya, lelaki itu menyalami kedua orangtuanya. setelah selesai mencium buku tangan sang ibu, Vero menoleh ke arah Yuri. Perempuan itu langsung menghampiri Jonathan lalu mengambil tangan lelaki tua yang melihatnya dengan raut wajah rindu seorang ayah.
Rasa haru itu semakin terasa saat Yuri meraih tangan Jonathan lalu menciumnya, aroma kulit pria tua itu masih sama seperti kali pertama dia menciumnya setelah akad nikah bersama Arjuna. Tatapan sayang itu juga masih di sana, lekat dalam manik hijaunya.
"Papi, kangen Nduk."
Yuri menelan ludah, pandangannya kian kabur saat tangan lelaki tua itu mengusap lembut pucuk kepalanya. Genangan air mata itu mulai memenuhi matanya. Semakin erat Yuri memegangi tangan Jonathan, menciumnya berkali-kali. Dia tidak peduli lagi dengan riasannya, rasa rindu itu begitu dalam. Yuri pernah merasakan kasih sayang seorang ayah dari Jonathan semasa mendiang suaminya masih ada. Yuri si anak yatim, yang mendapatkan cinta luar biasa dari kedua mertuanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Turun Ranjang (completed)
RomanceForgiveness is the final form of love Bukan pilihannya menjadi janda di usia muda. Tapi Yuri hanya bisa bertahan menerima takdir-- biarlah dia yang menderita asal rahasia mendiang sang suami terjaga. Karena itu sudah tugasnya. Hanya saja Vero-- san...