Part 7

241 19 1
                                    

"Aku berangkat dulu ya, Ri." 

Yuri beranjak dari tempat duduknya saat Vero berpamitan. Waktu menunjukkan pukul 06.00 pagi. Pria tampan itu tampak sangat rapi, kali ini jas dan dasi lengkap Hermes yang menjadi penghias tubuhnya. Dia berjalan ke arah pintu mengikuti Vero dari belakang. 

Yes, he look stunning. 

"Pagi banget,Ver?" tanya Yuri.

"Aku ini pimpinan, Ri. Harus jadi contoh yang baik buat karyawan. Aku juga ada rapat di Bogor. Jadi briefing dulu sama tim," jawab Vero. 

Lelaki itu membuka tab-nya, melihat jadwal apa saja yang sekretarisnya buat untuk hari ini. 

"Dasimu miring, Ver." Yuri menunjuk ke arah leher pria di depannya.

"Aku gak pandai bikin simpul dari dulu," ucap Vero sambil tertawa.

"Lah, terus siapa yang rapikan?" tanya Yuri. 

"Sekretarisku lah, dia merangkap stylish juga. Hahaha." 

"Ck, bos yang merepotkan ya," canda wanita itu.

Vero terlihat kesulitan merapikan dasinya, berkali-kali simpulnya salah. Yuri jadi kesal sendiri melihatnya, antara gemas dan gatal karena pria itu berkali-kali salah membuat simpul. 

Akhirnya perempuan itu mendekat ke arah Vero. Kedua tangannya mulai meraih dasi di leher pria itu. membantu merapikan simpul dasi pria itu. 

Vero sedikit kaget, pasalnya selama ini Yuri tidak pernah berani dekat dengannya atau Juni. Kini pria itu bisa memperhatikan wajah iparnya dari jarak dekat. Sangat dekat. 

"Begini ya, rasanya punya istri?" 

Ucapan Vero tentu saja membuat Yuri kaget. Tapi perempuan itu hanya menatapnya sambil tersenyum simpul. Vero memang genit sedari dulu, meskipun begitu Vero bukan seorang playboy. Perlakuan Vero yang playfull tidak hanya kepadanya, tapi pada gadis-gadis di kampusnya dulu. Karena itulah Vero banyak teman dari berbagai angkatan. Jadi Yuri seperti terbiasa dengan sikap iparnya itu. 

"Makannya, nikah sana." 

"Nantilah, belum kepikiran."

"Kalau lihat kamu sama Abangku, aku tuh suka iri tahu, Ri." 

"Iyakah?" Yuri tersenyum sambil memicingkan mata. 

Yuri selesai merapikan dasinya. Perempuan itu melipat tangan di dada, menatap Vero yang berceloteh sambil tertawa-tawa. 

"Ya, kalian membuat jiwa jomloku meronta." 

What? Lucu sekali pria ini, batinnya. 

"Udah, sana. Aku doain semoga kamu dapat jodoh yang baik. Aamiin." Yuri mengangkat kedua tangannya layaknya orang berdoa. 

"Yang kayak kamu, ya!" tawar pria itu.

"Kok aku?" Yuri tidak memahami maksud Vero. 

"Ya, masa aku minta yang kayak Pak Bonard. Please deh. Aku normal. Hahaha." 

Yuri tertawa sambil menggelengkan kepalanya. Obrolan mereka harus terhenti saat ponsel Vero bergetar. Lelaki itu mengangkatnya sebentar, lalu menutup ponselnya kembali. 

"Aku berangkat dulu ya,Ri. Insyaallah aku pulang jam 7 malam." 

"Assalamualaikum." 

"Waalaikumsalam," jawab Yuri. 

Beberapa jam setelah Vero pergi bekerja, Yuri dan Amelia berjalan-jalan di taman apartemen. Kedua ibu dan anak itu tengah menebar makanan burung. Di taman itu banyak merpati pos putih. Amelia sangat bersemangat ketika ada burung hinggap di tangannya. 

"Mama, aku mau kesana boleh?" Amelia menunjuk ke arah kolam ikan yang tak jauh dari tempat ibunya duduk. 

Yuri melihat ke arah kolam yang ditunjuk putrinya. Setelah menimbang dan dirasa aman, Yuri mengangguk, "Jangan jauh-jauh ya." 

Amelia segera berlari menuju kolam. Gadis ceria itu tak perlu waktu lama untuk mendapat teman, beberapa anak kecil terlihat mulai akrab dengannya. Mereka bergerombol sambil berceloteh tentang ikan. Sesekali diselingi tawa renyah khas anak-anak. 

Getaran dari ponsel membuat Yuri sedikit kaget. Dia membuka layar gawai dan membaca pesan itu.

(Aku pulang setelah magrib. Rapatnya tidak jadi. Kalian mau dibawakan oleh-oleh apa?

Vero )

Yuri tersenyum melihat pesan singkat itu. Kedua jarinya mengetik layar, membalas pesan adik iparnya. 

(Nggak perlu, Ver. Aku masak banyak. 

Yuri)

"Kak," 

Perhatian Yuri tertuju pada suara seorang perempuan yang menyapanya. Yuri menatap sosok itu sejenak, lalu terdiam menunduk. Ada rasa tidak nyaman di hatinya. 

Ameri, ragu-ragu untuk memulai pembicaraan. Seakan lidahnya kelu. Pandangan matanya mulai kabur karena air mata. Gadis itu berdiri terpaku di depan Yuri. Ada raut sesal di wajahnya. Kedua tangan Ameri mencengkram tali tas selempang yang dikenakannya. 

Orion berdiri di belakang Ameri. Lelaki itu memberi jarak beberapa meter agar kedua perempuan itu bisa bicara satu sama lain lebih leluasa. 

"Kak, aku …." 



Turun Ranjang (completed) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang