15.

15.1K 1.1K 20
                                    

a.n.
typo(s) are exist.

---

Sudah dua hari, pasca kejadian Ala membentak Ezra, dan keduanya bahkan seperti orang yang tidak mengenal satu sama lain. Ala sebenarnya ingin meminta maaf perihal sikapnya yang tiba-tiba membentak cowok itu, tetapi gengsi yang begitu besar, selalu menghalangi usahanya.

Gengsi segede Benua Amerika, gen dari Mama, batin Ala tiap kali dirinya berusaha untuk meminta maaf kepada Ezra.

Di sisi lain, Ezra masih termakan oleh rasa cemburunya ketika mengingat kejadian Ala dengan Devan di taman belakang sekolah. Sebenarnya, kalau boleh dibilang, ini semua merupakan salahnya Ezra. Jika Ezra tidak mengganggunya, ini semua tidak akan terjadi. Tetapi, mau bagaimanapun, mengganggu Ala merupakan salah satu hobinya selama ini. Ezra tidak rela, jika harus melihat Ala bersama cowok yang notabene merupakan salah satu player di sekolahnya-dan merupakan cowok yang pernah menyakiti Audrey waktu itu-.

Kelas XI - IPS 2 yang memang sudah biasa melihat dua keturunan Adam dan Hawa berantem, hanya bisa menghela nafas, sekaligus mendoakan yang terbaik untuk mereka berdua.

"Galau mulu, mas. Abis dikurangin duit jajannya sama Tante Diana kah?" celoteh Bian yang daritadi memperhatikan Ezra.

Ezra yang sedang menelengkupkan kepalanya di meja, langsung menoleh. "Gak ada kegiatan lain apa selain meratiin gue?"

"Buat kamu apa sih yang enggak?" goda Bian dengan gaya yang sangat menjijikkan-menurut Ezra.

"Geli, najis."

"Ya kalau suka tuh dikejar lah, jangan cuma mandangin dari jauh. Cewek mah mana mau sama cowok yang gak mau bikin first move duluan macem lo?" celetuk Bian yang kini tengah bermain Get Rich.

"Ngomong sama tembok sana, Yan. Lagian gue gak suka sama Ala, nyet," kilah Ezra.

Bian menyipitkan kedua matanya. "Alah, buktinya kalau Ala dideketin sama cowok lain, lo selalu ngedumel gak jelas. Padahal, lo siapanya? Pacar aja bukan."

Pacar aja bukan.

Karena sudah tahu bahwa posisinya terancam, mau tidak mau, dirinya terpaksa jujur. "Ya ya ya, gue suka sama dia. Hm, bukan suka sih. Sayang. Cinta."

"Semua orang juga tau kali, kalau lo suka sama Ala. Keliatan, kok, dari cara lo memandang dia," ujar Bian santai. Yang diajak berbicara pun hanya menjawabnya dengan gumaman.

"Kalau suka, kejar. Jangan pas waktu dia udah jadi milik orang lain, lo baru nyanyi 'When I Was Your Man'."

"Geli banget bahasa lo. Kayak Mario Tegal."

"Sumpah, gak ada buat lo, Zra."

"Adain, dong."

"Icik kamu."

--

Pulang sekolah, Ezra memutuskan untuk meminta maaf kepada Ala-sekalian mengembalikan LKS miliknya yang waktu itu dilempar oleh si empunya. Ezra tidak betah jika harus berlama-lama tidak bicara dengan cewek itu. K a n g e n.

Dih, lo siapanya dia? Pikirnya sambil tersenyum kecut.

Kadang, hati memang tidak sejalan dengan pikiran.

Ketika bel pulang berbunyi, Ezra segera membereskan buku-buku yang bertebaran diatas mejanya. Murid-murid langsung berhamburan keluar kelas, sehingga hanya menyisakan Ezra dan Ala.

Ezra yang kebetulan memang duduk di belakang, langsung mendatangi meja Ala yang terletak di barisan ketiga dari belakang-yang merupakan barisan anak-anak pintar dan malas bercampur menjadi satu-.

"Ala." panggilnya ketika sudah sampai di meja Ala. Ala yang masih menyalin catatan dari papan tulis langsung menoleh. Tetapi, belum ada satu menit, cewek itu langsung kembali menulis-karena tahu bahwa yang memanggilnya adalah Ezra.

"La, jangan gini dong."

Yang diajak berbicara masih tidak mengeluarkan suara apapun. Mungkin pada akhirnya, Ezra harus menggunakan jurus andalannya, agar Ala dapat memaafkannya.

"Fasya."

"Sya."

Akhirnya, yang dipanggil pun menoleh kepadanya. Ezra langsung mengembalikkan LKS milik Ala.

"Gak dilempar lagi?" tanya Ala sinis.

Ezra menghela nafasnya. "Maaf, Sya. Kan kamu tau sendiri aku orangnya iseng, sukanya gangguin hidup kamu. Tapi, kalau kamu nyuruh aku pergi, ya aku pergi."

Ala menggeleng frustasi. "Jangan pergi."

"Ya enggak. Itu kan kalau kamu nyuruh aku pergi. Yaudah, dimaafin gak?" tanya Ezra dengan wajah yang berbinar-binar layaknya kucing yang baru diberi makan setelah satu minggu tidak makan.

"Ya aku gak nyuruh kamu pergi. Udah dimaafin dari kapan tau. Lagian waktu itu aku juga salah, kok. Aku lagi PMS kemaren, makanya jadi gitu banget. Maaf ya, sumpah gak maksud kayak gitu tadinya." sesal Ala yang air matanya sudah diujung tanduk.

Begonya, Ezra malah tertawa saat melihat tingkah laku Ala yang sekarang malah seperti anak kecil. "Jangan nangis, dong. Ntar dikira aku ngapa-ngapain kamu."

"Tai. Tau gitu gak usah gue maafin lo. Najong." sungut Ala yang tidak jadi menangis.

"Jangan kayak kemaren ya. Dua hari gak ngobrol sama lo, bikin gue gila sendiri," ujar Ezra sambil mengacak rambut Ala. Yang diajak berbicara hanya mengangguk-anggukkan kepalanya, layaknya patung Hokben.

"Oh iya, tugas matematika yang kemaren. Gue udah kumpulin punya lo juga. Jadi lo gak bakal dapet 0,"

"Hah? Makasih ya. Gue tadinya udah bodo amat sama itu tugas, keburu males."

"Sama-sama. Intinya, sekarang gak boleh deket-deket sama cowok lain selain Dendra sama gue. Gak ada ya acara peluk-pelukan di taman belakang sama cowok lain."

"IH ITUKAN GARA-GARA GUE NANGISIN LO MONYET! Ah najong kok lo liat aja sih. Ketauan deh sisi lemah gue dimana."

Ezra hanya bisa terkekeh mendengar gerutuan Ala. Keduanya berjalan beriringan keluar kelas, sambil berangkulan tentunya. Membuat kedua keturunan Adam dan Hawa, tersenyum dalam hati.

Something and NothingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang