Wejangan dari Rayhan semalam, bukannya membuat Ala menjadi lebih baik, tetapi malah membuatnya semakin kelabakan dengan perasaan ini. Perasaannya terhadap Ezra, yang notabene merupakan sahabatnya.
Akhirnya, setelah selesai mempersiapkan segala kebutuhannya, Ala segera turun menuju meja makan.
"Pagi, adek," sapa Kania sambil tersenyum hangat.
"Muka lu, jelek banget," celetuk Dendra. "Kayak, beruang kalau lagi nangis."
Ala sama sekali tidak menanggapi ocehan kakaknya. Malahan, dia tersenyum ketika Dendra meledeknya. Sementara, Rayhan hanya tersenyum misterius ketika melihat anak bungsunya sedang meneguk susu yang telah dibuatkan oleh Kania.
Seakan-akan, dia tau segalanya. Tau semua masalah anak-anaknya. Apalagi yang sentimentil seperti.. love-lifenya.
Ya padahal sih, memang dia mengetahuinya.
"Ma, adek makan di sekolah aja, deh," ujar Ala sambil memasukkan roti di kotak makan yang biasa disiapkan oleh Kania untuknya.
"Loh, kok gitu? Nanti kelaperan pas lagi belajar, Sya."
Ala menggeleng. "Enggak, Ma. Adek lagi banyak tugas, nih. Udah ya, mau berangkat. Assalamualaikum," ucap Ala sambil mencium tangan kedua orang tuanya, serta kakaknya.
Kania hanya bisa geleng-geleng, melihat tingkah laku anak keduanya itu.
---
Hari ini, Ala memutuskan untuk agak menjaga jarak dari Ezra. Mungkin dengan memberinya sedikit space, dirinya akan mengerti tentang perasaan ini.
Perasaan kehilangan kala sahabat kita direbut? Ataukah perasaan yang melebihi dari rasa kehilangan? Suka kah dirinya?
Ugh, memikirkannya saja, membuat kepala Ala seperti diputar-putar selama tujuh kali dengan rumus-rumus trigonometri lanjutan.
Ala yang tadinya merupakan sosok perempuan berisik, kali ini berubah menjadi lebih pendiam. Dia tidak banyak berbicara, karena pikirannya selalu melayang ke kejadian dimana dia melihat.. Ah sudahlah.
Ala berusaha menyangkal perasaan ini mati-matian. Namun, pikiran dan batinnya berjalan berbeda arah. As if batinnya terus meneriakkan kata-kata "akuilah, lo suka sama dia," sedangkan, pikirannya malah berkata hal yang sebaliknya.
"WOY!" teriak seseorang tepat di telinga kanan Ala. Ala yang sedang duduk manis di bangkunya, terperanjat kaget.
"Bacot banget, anying," umpat Ala kesal. Pikiran-pikirannya pun sudah buyar, entah bagaimana caranya.
Arsha yang melihat adanya kejanggalan di sikap sahabatnya ini, langsung menarik bangku, seraya duduk di samping Ala.
"Ngapa lu? Bengong wae."
Mungkin, Ala harus mencoba curhat kepada Arsha, jika wejangan semalam tidak berpengaruh apa-apa kepadanya.
Ala menggeleng. "Gak apa-apa. Pusing gue. Banyak pikiran," ujar Ala datar.
"Mata lo, menyiratkan sejuta kebohongan. Dasar tukang kipak."
Arsha yang kepo, tidak akan berhenti menanyainya, jika Ala tetap menutup diri dan menyimpan pikiran itu sendiri. Ala malah melontarkan pertanyaan. "Menurut lo, wajar gak, ketika kita ngerasa kehilangan? Padahal yang hilang itu, bukan milik kita."
Arsha tersenyum. Sepertinya, dia mengerti siapa yang dimaksud dari pertanyaan Ala. "Wajar lah, apalagi kalau lo deket sama dia. Terus tiba-tiba dia ngejauh."
Ala mengedarkan matanya menuju setiap penjuru kelas, memastikan bahwa Ezra sedang tidak berada disini.
"Gue gak ngerti, Sha. Rasanya tuh, ketika dia tiba-tiba dipeluk sama cewek lain, hati gue sakit. Padahal, biasanya gak kayak gitu. Guenya juga biasa aja, tuh."

KAMU SEDANG MEMBACA
Something and Nothing
Novela JuvenilBagaimana jika aku menganggapmu lebih dari something, sedangkan kamu bertindak seolah-olah aku itu nothing? cover made by: pizzajunkie Copyright © 2015 by yasmin