30. - end

30.3K 1.3K 203
                                    

Ala terduduk di kursi café sejak dua jam yang lalu. Niat awalnya kesini adalah untuk mengerjakan tugas kuliah, namun niat itu hilang kala dirinya malah membuka salah satu folder di laptopnya. Salah satu folder yang berjudul Ezra and Fasya, membuatnya penasaran akan isinya. Pasalnya, Ala sendiri bahkan tidak pernah membuat folder foto Ezra dengannya. Sifat kemageran yang dimiliki olehnya, membuat Ala lebih prefer untuk menyimpan foto-fotonya dengan cowok itu di iPhone, daripada di laptop.

Ini siapa yang masukkin, sih? Pikir Ala, terbesit sedikit rasa kesal karena ada yang menyentuh laptopnya selain dirinya.

Penasaran, Ala segera membukanya. Ala kaget ketika melihat begitu banyak foto candid dirinya dengan Ezra yang saat ini muncul di layar laptopnya.

Ala semakin kaget, saat melihat foto selfie Ezra dengan wajah seriusnya, yang memegang kertas bertuliskan, "gue sayang lo."

Ezra. Kini, nama itu terasa asing di telinganya. Setelah kejadian Ala yang secara tak sengaja menabraknya, keduanya pun tidak pernah bertegur sapa antara satu dengan yang lainnya, seolah-olah mereka tidak mengenal satu sama lain. Bahkan, ketika keduanya sama-sama diterima melalui jalur undangan, hanya mereka berdua yang enggan memberikan selamat kepada satu sama lain.

"Ala," panggil seseorang sambil menarik kursi di depan Ala, lalu duduk begitu saja. "Kamu ngapain disini?"

Pertanyaan seseorang membuat aktifitas Ala terhenti sejenak. Setelah melihat siapa yang berbicara dengannya, Ala buru-buru menutup window yang baru saja dibukanya.

"Aku ngerjain tugas kuliah, lah," jawab Ala, kemudian menyesap salah satu kopi kesukaannya, caffé latte. "Kamu ngapain disini, Zi?"

Fazi tergelak kala mendengar pertanyaan Ala yang kesannya seperti.. tidak mengharapkan kedatangannya? Namun, segera ditepisnya jauh-jauh pikiran buruk itu.

"Aku nyariin kamu, lah, sayang. Aku chat LINE gak di bales. Taunya pas aku telepon, hp kamu mati. Terus, aku iseng aja kesini. Eh, ketemu kamu."

Oh, Ala agaknya lupa tentang fakta yang mengatakan bahwa saat ini, Fazi merupakan pacarnya. Ala berjanji akan mencoba untuk membuka hati kepada orang lain, ketika Fazi menembaknya. Ala hanya ingin perasaan Fazi terbalaskan, tidak seperti dirinya, yang mencintai Ezra, tetapi cowok itu malah menjauhinya. Sebenarnya, Ala enggan untuk membuka hatinya kembali. Namun, bentengnya goyah, karena Fazi yang berjanji tidak akan menyakiti hati cewek itu. Janji keduanya pun bisa ditepati, karena Ala yang sudah jatuh kepada Fazi, serta Fazi yang tidak pernah menyakiti hati Ala selama setahun mereka berpacaran.

Segera ditutupnya laptop tersebut, lalu kembali asik menyesap kopi yang tampilannya lebih menggoda dibandingkan laptop yang berada di depannya. Ala memang cenderung lebih pendiam, jika dibandingkan dengan Fazi. Terkadang, Fazi sendiri sampai harus menerka-nerka, apa yang sedang dipikirkan oleh cewek itu.

Fazi menghela nafas panjang, melihat gadisnya yang terlalu addicted dengan kopi. "La, jangan minum kopi mulu. Gak bagus buat lambung kamu."

"Iya-iya, Dokter. Aku tahu, kok," Ala menanggapi nasehat dari Fazi, dengan malas-malasan. Nasehat tersebut seolah-olah masuk melalui telinga kanan, lalu keluar melalui telinga kiri. Tidak diambil maknanya sama sekali.

"Masih calon, Fasya," ujar Fazi gemas. "Masih lama banget, jika ingin sampai benar-benar meraih cita-citaku."

Badan Ala seketika menegang, saat mendengar panggilan itu. Panggilan yang hanya diketahui oleh Ezra, terlepas dari pihak keluarganya, tentunya.

"Jangan panggil aku dengan sebutan itu," desis Ala dengan nada datarnya, paling malas jika dirinya berurusan dengan seseorang yang mengingatkannya akan masa lalu.

Meskipun Ala telah jatuh hati kepada cowok yang kini telah menjadi pacarnya selama setahun belakangan ini, ia tetap merasa kangen akan sikap konyol dari sahabatnya satu itu. Tetapi, Ala berusaha menjalani hidupnya se enjoy mungkin, seakan-akan masalah itu tidak mempengaruhi kehidupannya sama sekali.

Terkadang, Ala mempunyai pikiran.. Bisa gak, kalau gue kembali ke masa lalu saja?

---

Sementara, di sisi yang lain, Ezra, yang kini memang melanjutkan studinya di universitas yang sama dengan Ala-walaupun berbeda jurusan, tetapi cowok itu masih bisa melihat dimana keberadaan Ala. Mengawasinya dari jauh. Kini, ia merasakan sesal yang begitu dalam, ketika mengetahui fakta bahwa Ala telah berpacaran dengan Fazi selama setahun belakangan ini.

Sekali lagi, dirinya terlambat bergerak. Terlambat untuk menjelaskan tentang semuanya yang terjadi di masa lalu.

Untuk apa menyesali semuanya yang telah terjadi? Toh, dengan ada ataupun tidaknya masalah itu, kalian tidak akan pernah ditakdirkan untuk bersatu.

Ezra berkali-kali mengingatkan dirinya sendiri dengan kalimat tersebut, bahwa tidak perlu menyesal. Karena, ia tetap harus menerima kenyataan bahwa kini yang menjadi pacarnya adalah Kalila. Ya, mereka kembali memutuskan untuk membenahi segalanya dari awal, beberapa hari setelah cowok itu mendengar kabar bahwa Ala dan Fazi berpacaran. Yang tentunya, hubungannya ini sudah memasuki umur satu tahun.

Meskipun, Ezra telah berusaha untuk kembali membuka hati kepada Kalila, nyatanya, masih ada satu tempat yang sama sekali tidak dapat dijangkau oleh pacarnya. Tempat yang merupakan separuh hatinya untuk Ala.

Mungkin, dirinya harus berusaha untuk lebih menghargai apa yang ada di sekitarnya, dan siapa yang mencintainya, tentu saja.

"Hei," tegur Kalila, yang sejak tadi telah duduk di sampingnya. "Bengong aja."

Sontak, Ezra segera mengalihkan pandangannya kepada cewek yang menjadi mantan di masa lalu, merangkap sebagai pacarnya di masa kini. "Gak, kok. Air hujannya menarik, makanya aku liatin terus," jawabnya seraya mengambil gelas kopi miliknya, lalu menyesapnya pelan-pelan. Menikmati aroma yang menguar dari caffé latte yang sudah berada di mejanya sejak satu jam yang lalu.

"Kamu mau sampai kapan, musuhan sama Ala?" tanya Kalila, mencoba mengalihkan pembicaraan. "Masalah kalian sebetulnya hanyalah masalah sepele. Aku gak enak sama dia, loh."

"Gak tau juga aku, Kal." jawab Ezra pasrah. "Mungkin seperti ini memang lebih baik."

Kalila tersenyum mendengar jawaban Ezra. Cewek berambut panjang itu sangat tahu, jika Ezra sebenarnya masih menyimpan sedikit rasa kepada sahabat sejak kecilnya itu. Cewek itu beralih untuk menyender di bahu milik Ezra, lalu mencoba menikmati suasana tenang yang tercipta di antara keduanya.

"Aku sayang kamu, Kal," ucap Ezra yang kemudian mengacak rambut pacarnya, setelah menyelinapkan beberapa anak rambut yang menutupi wajahnya.

Terkadang, Ezra mempunyai pikiran.. Bisa gak, kalau gue kembali ke masa lalu saja?

Tetapi, membenahi benang kusut yang dulu pernah terjadi diantara mereka, tidak ada salahnya, 'kan?

---

Mungkin, memang seperti ini lebih baik. Berjauhan tanpa mengenal satu sama lain, sembari berusaha mengenyahkan segala perasaan yang ada. Dan, memaafkan segalanya yang pernah terjadi di masa lalu.

---

a.n.
YAZZZ you have reached the end of the story!

maaf-maaf aja kl ternyata endingnya ga sesuai sm yang kalian perkirakan, karena disini gue cuma mau bilang; realistis aja, kalau gak selamanya yang lo inginkan itu bakal tercapai. You know, kita hidup di dunia, not even in a fairytale. and im not that kind of person who likes happy ending, tho. #yha

makasih buat apresiasinya selama ini! gue nulis cerita dari bulan maret akhir--yang sempet gue gantungin beberapa lama--, sampe akhirnya ditagihin mulu. ah gue sangat senang jika kalian membaca cerita gue!

dan, sampai ketemu di cerita gue selanjutnya!

Something and NothingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang