23 (beli khong guan)

712 71 178
                                    

Satu minggu kemudian, Fahri akhirnya keluar dari rumah sakit.

Ia duduk di tempat tidurnya sambil memeriksa ponsel. Sesekali, tangannya mengelus bagian belakang kepala.
"Hm, kepalaku masih agak sakit sih," gumam Fahri pelan.

Tiba-tiba perutnya terasa lapar.
"Mau kue Khong Guan," ucap Fahri sambil bangkit dari tempat tidur.

Ia keluar dari kamarnya menuju dapur, tempat Angelina sedang sibuk memasak. Saat tiba di dapur, tanpa aba-aba Fahri langsung memeluk Angelina dari belakang.

Angelina yang kaget spontan menoleh.
"Eh, Fahri! Kamu bikin Mommy kaget saja," katanya sambil tersenyum lega.

"Mom, ke supermarket yuk!" ajak Fahri, matanya berbinar-binar.

"Mau beli Khong Guan, ya?" tebak Angelina sambil terkekeh kecil.

"Iya, mau banget," jawab Fahri antusias.

"Sebentar, ya. Mommy mau selesaikan ikan bakar dulu untuk abangmu, Roy," kata Angelina sambil terus mengaduk bumbu.

Fahri mengangguk dan mendekat.
"Kalau gitu, aku bantu aja, Mom," ucapnya penuh semangat.

Angelina menatap putranya sambil tersenyum lembut.
"Baiklah, kalau kamu mau bantu. Tapi hati-hati ya, nak," pesannya.

Fahri membantu Angelina memasak hingga semuanya selesai. Aroma ikan bakar memenuhi dapur, membuat suasana terasa lebih hangat.

Setelah selesai, mereka berdua bergegas ke supermarket menggunakan mobil pribadi. Di sepanjang perjalanan, Fahri terus membayangkan kaleng Khong Guan yang akan ia nikmati nanti.

Di dalam mobil, Fahri memandang Angelina yang sedang fokus menyetir. Tiba-tiba, tanpa peringatan, ia mendekat dan memeluk perut ibunya. Angelina menoleh sekilas, tersenyum hangat.

"Mom, aku mau cerita sedikit, boleh?" tanya Fahri dengan nada pelan.

"Silakan, gemoy. Mommy selalu setia mendengarkan," jawab Angelina sambil terus mengemudi dengan hati-hati.

Fahri menarik napas dalam sebelum mulai berbicara.
"Begini, Mom. Dari dulu aku selalu ingin susu formula atau susu kemasan kecil itu, lho. Tapi Mama nggak pernah belikan untukku. Kalau untuk Aldo, pasti dibelikan meski dia nggak minta," ucapnya pelan, nada suaranya sedikit getir.

Angelina tetap tenang mendengarkan, membiarkan Fahri melanjutkan ceritanya.

"Waktu aku TK, aku ingat banget betapa susahnya aku belajar menulis namaku sendiri. Tapi aku nggak menyerah. Aku terus belajar, sampai akhirnya waktu tamat TK, aku berhasil menulis namaku," kenangnya dengan senyum tipis.

"Pada waktu itu, Mama janji kalau aku bisa menulis dengan lancar, aku bakal dapat susu formula dan dot seperti Aldo. Tapi, saat aku berhasil, Mama malah bilang, 'Nanti saja kalau kamu sudah bisa membaca.'"

Fahri tertawa kecil, tapi ada nada sedih di balik tawanya.
"Masuk SD, aku mulai belajar membaca. Sedikit demi sedikit. Guru wali kelasku sering bantu aku belajar setiap akhir pekan. Kadang Putra ikut menemani, soalnya rumahnya dekat guru wali kelasku," lanjutnya.

"Sahabat-sahabatku, terutama Danel yang sudah bisa membaca sejak TK, juga sering bantu aku. Dua tahun aku belajar membaca, bahkan harus pulang malam setelah Isya, tapi aku nggak pernah merasa lelah."

Fahri menunduk sedikit, mengingat masa-masa itu.
"Akhirnya aku bisa membaca, dan aku ingat banget waktu aku tagih janji Mama soal susu formula. Tapi Mama bilang lagi, 'Nanti kalau kamu bisa bahasa Inggris.'"

Fahri (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang