63.Hal yang lain

46 13 0
                                    

Happy Reading
🌱🌱🌱

Agam mendengus kasar, saat ini dia ditumbalkan oleh teman-temannya untuk menghadap kepada Pa Wawan. Guru kesiswaan yang sedang mengalami asmara cinta diumur yang telat. Maklum, Pa Wawan belum pernah dekat dengan perempuan selama ini.

"Ck! Diem lo pada! Ga usah dorong-dorong gue!" Agam menyorot tajam teman-temannya yang kini berbaris dibelakang dirinya.

"Kalau ga kite dorong, lo ga akan maju."

"Tau! Lama amat lo Gam. Timbang ngomong doang."

Agam semakin menatap tajam, namun mungkin terbiasa bersama membuat teman-temannya sama sekali tidak terganggu dengan Agam yang mempelitoti mereka.

"Mau gelinding mata lo? Pake natap tajam kite segala."

"Ya lo aja yang ngomong Nia! Heran banyak omong."

Nia berdecih pelan, "Suka-suka gue lah. Masalah?"

"Lah anjir! Kapan ngomongnya kalo kek gini."

"Kenapa ga ngomong barengan? Ribet banget." Ujar Agam.

"Justru kalau ngomong barengan bakalan ribet pake banget. Mending lo aja napa sih."

"Iya, lagian dengan posisi bokap lo. Pasti bakal bisa lah."

Agam memutar bola matanya malas, "Sembarangan! Gue ga suka ya, kalau apa-apa ngandelin kuasa bokap."

Gara berdehem keras, membuat Agam menatap tajam seakan menyuruh diam.

Tok tok tok

Bima, pemuda yang mengetuk pintu ruangan kesiswaan sebanyak tiga kali. Menyengir lebar saat teman sekelasnya melihat kearah dirinya.

"Heheh, nunggu lo pada selesei. Ga bakal kelar-kelar."

Pintu terbuka dengan gerakan slow motions, menampilkan Pa Wawan yang kini nampak berseri-seri.

"Ada apa nih? Kalian semua ngumpul didepan kaya gini? Minta THR?"

"Bukan minta THR sih Pak, tapi kalau mau bagi-bagi. Ya alhamdulillah."

Pa Wawan menghiraukan Bima yang kini mengadahkan tangan kearahnya, dia justru lebih tertarik dengan Agam yang didorong oleh teman-temannya.

Pa Wawan menyandarkan dirinya di dinding, menghindari bagian lawang pintu. Dia teringat dengan pepatah kolot dulu yang mengatakan 'akan nontot jodo' yang tentunya membuat dia kepikiran.

Agam berdehem, "Lulus Pak?"

Pa Wawan menatap heran Agam, "Ngomong apa sih?"

Teman sekelas mereka kompak menepuk kening, mereka kompak menyorot Bima yang masih mengadahkan tangan agar dia yang berbicara.

"Jadi, begini loh Pa. Apa kelas D bisa lulus tahun sekarang Pak?"

Pa Wawan mengerjapkan matanya berulang kali, "Tunggu, kalian pengen lulus sekarang?" Yang dijawab anggukan tegas, kecuali Bima yang masih menyengir.

"Sama angkatan sekarang?"

"Iya Pa!"

Pa Wawan menggaruk tengkuknya, dia harus memastikan satu hal terlebih dahulu.

"Gam sini." Ujarnya, "Sini! Mau lulus ga?" Ancam Pa Wawan.

Agam mendekat meski menatap heran, dia diam saat kepalanya justru ditangkup dengan kedua tangan Pa Wawan.

"Bismillaahir rahmaanir rahiim. Allaahu laa ilaaha illa huwal hayyul qayyuum. Laa ta-khudzuhuu sina--

"Bapa ngapain?" Agam memundurkan tubuhnya hingga kepalanya terbebas dari tangkupan tangkan Pa Wawan.

JESIKA [END][COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang