71.See i was right

41 17 2
                                    

___Liebling___

Online

Ika menopang dagunya dengan boneka olaf, kegiatannya selama dua puluh menit ini tidak berubah sama sekali. Melihat nomor whatsapp seseorang dan memastikan jika pemiliknya sedang online.

Meski, Ika tidak tau. Online selama itu dia habiskan untuk apa?

Ika menggeleng dengan raut wajah cemberut, mungkin meliat status yang kontaknya sepuluh ribu orang. Mungkin begitu ...

Ika sengaja, membuka roam chat dengan orang itu. Dia menscroll hingga awal percakapan, kemudian membacanya.

Tersenyum, guling-gulingan, salto, kayang, lompat tinggi, renang gaya bebas, gigit bantal author lakukan karena ayangnya tidak peka. [Bercanda! Tapi kalau ayang baca, diharap segera kirim seblak beserta martabak]

Ika membaca dalam hati, kedua sudut bibirnya tertarik keatas, terkekeh pelan sampai Ika menutup mulut dengan telapak tangannya saat membaca pesan yang berisi Devan menggombal atau merajuk.

Gerakan jarinya berhenti saat pesan berakhir, pesan yang Ika kirim beberapa hari lalu yang dibalas love you oleh Devan.

Ika tidak mengirim pesan lagi setelah itu, keinginan awalnya yang menggebu padam saat melihat insta story istagram Devan yang menunjukan foto Aira.

Walaupun Ika sebenarnya tau, jika yang menguploadnya adalah Aira. Karena tak lama, Devan segera menghapus story itu. Dan membuat story baru dengan kata maaf.

Tapi yang namanya Ika adalah perempuan, dia justru menscreenshoot dan menyimpannya dalam galeri.

Cari penyakit!

Ika ingin menangis, tapi air matanya tidak keluar! Apa mungkin karena Ika selalu menahannya sehingga yang namanya air mata pundung?

Ika ingin Devan mengabarinya terlebih dahulu, seperti yang biasa pemuda itu lakukan jika dia sedang marah.

Notifikasi muncul bersamaan dengan pesan dari seseorang.

Gue udah punya buktinya

***

Meja kantin begitu luas saat hanya Ika saja yang menempatinya, tidak ada seorang pun yang menemaninya. Karena Ika melarang, dia tidak mau jika dugaannya memang benar. Maka bisa membahayakan orang lain.

Ika menunduk menjawab pesan yang silih bergantian datang, dia beryukur masih ada teman yang peduli. Tapi, sekali lagi Ika tidak mau melibatkan orang lain dalam masalahnya.

Dan kalau memang, dugaan Ika benar. Rasanya Ika tidak punya muka untuk bertatapan.

"Hallo Jesika."

Dan tepat setelah Ika menyakui ponselnya, sesosok manusia berwajah baja datang.

Ika menatap tidak minat seseorang didepannya, ah! Bukan hanya satu orang, ada tiga namun yang dua sepertinya hanya ajudan karena mengipasi Siswi yang kini memakai seragam ketat.

Ika mengendikan bahunya, untuk saat ini. Ika hanya ingin fokus memakan mie ayam serta jus strawberry.

"Yah ... engga dijawab." Febri kini duduk dihadapan Ika dengan memainkan segelas es teh manis yang dibawanya sedari tadi.

"Lagi makan ya? Ko ga ditemenin sama yang lain?"

"Hey!" Teriak Febri yang membuat meja Ika menjadi pusat perhatian. "Teman Jesika mana? Ko biarin sendirian, harusnya temenin dong."

"Ya udah deh biar aku aja ya, yang nemenin kamu." Febri meraih botol kecap yang memang disediakan, dia menuangkannya kemangkuk Ika membuat kini mie ayam itu sedikit menghitam.

JESIKA [END][COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang