Chapter 9

9.5K 525 14
                                    

Assalamu'alaikum teman-teman..

Jangan lupa tinggalkan jejak..

~Revisi setelah end

Happy Reading♡♡

***

''Saya terima nikah dan kawinnya Salwa Sa'diyah Azzahra Binti Almarhum Sa'id Al hussein dengan mas kawin tersebut di bayar tunai,'' ucap Gus Azam dengan sekali tarikan nafas.

Matanya terpenjam, untuk kedua kalinya dia mengucapkan ijab qabul.

''Saahhh,'' ucap para saksi dan yang lainnya

Salwa tersenyum hambar lalu menyalami Gus Azam. Dulu mungkin Salwa menginginkan laki-laki itu, tapi sekarang rasanya sangat berbeda karena posisinya hanya sebagai istri kedua.

Acarnya memang tidak ramai hanya mengundang beberapa tamu dan para santri doang.
Sengaja karena Salwa yang meminta, bagaimana acaranya akan ramai jika dia hanya akan menjadi status istri kedua dan sedangkan dulu pernikahan Nadhira dan Gus Azam saja sederhana. Itu juga rata-rata santri di pondok tidak tahu kalau Gus Azam sudah nikah dengan Nadhira.

Acara sudah selesai sebelum sore. Gus Azam duduk di kursi dengan tatapan yang kosong dan pikirannya hari ini benar-benar berantakan.

Dia kira hanya akan mengucapkan satu kali ijab qabul untuk perempuan yang di cintainya saja.

Gus Azam melihat sekeliling ruamhnya dan rumah Nadhira yang menjadi saksi atas ijab qabul Gus Azam yang kedua kalinya.

Di tatapnya foto Nadhira di ponselnya. ''Mas ngingkari janji, Nadh.''

***

Waktu berjalan dengan cepat tidak terasa pernikahan Gus Azam dan Salwa sudah tiga bulan. Siapa sangka keduanya akan terus diam dan bertengkar, sebagai suami istri yang sudah sah dan halal tentu mereka akan menjalankan kewajibannya.

Selama tiga bulan itu, Gus Azam masih sering bulak-balik anatara rumah sakit, ruamhnya dan pesantren abbah Alfan untuk mengajar.

***

Perempuan yang terbaring di atas brankar selama tiga tahun tiga bulan kini perlahan membuka matanya menyesuaikan cahaya yang di lihatnya.

Di lihatnya sekelilingnya yang begitu sepi.

''Kenapa aku bisa ada di sini?'' tanya Nadhira pada dirinya sendiri.

Di pejamkan matanya berusaha mengingat apa yang telah terjadi selama ini, tapi sepertinya Nadhira tidak bisa melakukannya.

Tidak lama pintu terbuka dan Dokter beserta Perawat masuk berjalan memghampiri Nadhira yang masih terbaring.

Dokter itu tersenyum saat melihat Nadhira sudah membuka matanya. ''Ada yang sakit?'' tanya Dokter sambil memeriksa kondisi Nadhira.

Nadhira menggelengkan kepalanya. ''Kenapa saya bisa ada di sini?''

''Kamu mengalami kecelakaan dan koma selama tiga tahun,''

Nadhira mengernyitkan keningnya, tiga tahun?.

''Sebaiknya kamu istirahat dulu yaa,'' kata Dokter itu.

Nadhira mengangguk, baru saja Dokter dan Perawat itu akan keluar tapi terhenti saat Nadhira menganggilnya.

''Tolong jangan kasih tau keluarga saya kalau saya sudah bangun,''

Keduanya saling menatap saat mendengar Nadhira mengatakan itu.

''Tolong,'' ucap Nadhira sekali lagi dan Dokternya menganggukkan kepalanya.

Setelah mereka keluar Nadhira menghela nafasnya lalu kembali memejamkan matanya di saat dia mengingat kembali apa yang telah terjadi hingga membawanya masuk ke rumah sakit dan koma tiga tahun.

Dibuka kembali matanya lalu tersenyum.

Tanpa di sadari Nadhira dari tadi ada seseorang yang mengawasi di depan pintu, orang itu mengepalkan tangannya. ''Gue kira lo bakalan mati Dhira, tapi ternyata lo milih bertahan buat hidup dan berbagi suami.''

Orang itu memilih pergi dari sana.

***

Di pesantren Gus Azam baru saja selesai ngajar dan saat ini dia berjalan menuju ruangannya Abbah Alfan karena dapat panggilan darinya.

Setelah mengucapkan salam dan di suruh masuk, Gus Azam masuk dan duduk di kursi yang sudah tersedia di sana.

''Kenapa Abbah?'' tanya Gus Azam di saat melihat Abbah Alfan sepertinya sedang memikirkan sesuatu hingga tidak memulai pembicaraannya dengan Gus Azam.

Abbah Alfan menatap Gus Azam yang baru saja bertanya. Sambil tersenyum menatap putra bungsu nya yang tidak menyangka bakalan mempunyai dua istri.

''Bagaimana kabarnya Nadhira?'' tanya Abbah Alfan mulai membuka suaranya.

''Dokter bilang kondisinya semakin membaik,''

''Dokter bilang perkiraan Nadhira bangun kapan?'' Gus Azam menggelengkan kepalanya.

Abbah Alfan menyodorkan selembar kertas pada Gus Azam. ''Restoran yang di depan punya kamu.''

Gus Azam menatap Abbah Alfan sambil menggelengkan kepalanya dan mengembalikan kertas itu. ''Enggak Abbah.''

''Azam, restoran ini emang sudah Abbah siapkan buat kamu,''

''Tapi Abbah-''

''Kamu inget sama motor yang kamu?''

''Aku udah jual,''

''Iya dan uang nya motor kamu Abbah gunakan buat bangun restoran itu,'' ungkap Abbah Alfan membuat Gus Azam semakin terdiam.

''Bukannya pake modal kuliah Azam di Mesir yaa?''

''Setengah nya. Dan kamu selalu bilang gak mau repotin Abbah sama ummi, makanya Abbah bangun restoran itu dan setiap bulan uang yang ada di ATM kamu itu hasil dari restoran itu,''

''Ini punya kamu,''

''Terimakasih Abbah,''

''Perlakukan kedua istri kamu dengan adil.'' Gus Azam hanya menganggukkan kepalanya.

***

MENULIS HANYA UNTUK MENYENANGKAN DIRI SENDIRI!
MENUANGKAN BAYANGAN-BAYANGAN YANG ADA DI KEPALA!

KALAU GAK SUKA GAK USAH BACA.

KAMU NYURUH GUS AZAM DAN UMMI SHAFIYYAH BUAT MIKIR TAPI KENAPA KAMU SENDIRI KOMEN KASAR?

Senang banget kalau ada yang mau baca, tapi akan lebih senang lagi kalau bahasa nya lebih ke di jaga.

Sekian dan terimakasih.

Sampai jumpa di part selanjutnya.

Jangan lupa main ke Instagram
@aeeseeyah

Banten, 05-05-2022

Revisi, 31-07-2023

Gus Azam [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang