#39. Rya

5 0 0
                                    

Adik kedua bernama Rya. Dia berjalan di lorong sekolah. Tak ada yang menemaninya.

Gaun hitam berenda putih.

Sekolah ternama tertinggi yang Rya tempati membuat keluarganya bangga. Simon pun tidak bisa masuk ke sana. Hanya anak-anak ber-IQ tinggi bisa masuk ke sana.

Rya merapikan poni rambut.

Murid teladan juara kelas pertama menatap lantai. Ia tak sengaja menabrak murid yang dianggap jenius kedua.

"Maaf." Rya malu, menyembunyikan sesuatu di keningnya.
"Sampai bertemu di kelas." Len pergi, menjauh.

Dia mendekat.

Rya menjauh.

"Rya!" Dani mengejar, berhasil menangkap tangannya.
"Pergilah. Ibuku menyuruhku untuk tidak berteman." Rya terus menundukkan kepala, menarik tangannya.
Dani Hitler tidak ingin melepaskannya. "Ikut aku."
"Tidak. Kakak tau kita main itu."
"Jangan dengarkan dia. Kakakmu payah-."
"Hey! Kakakku tidak payah!"
Rya membela.

Itu tidak buat Dani untuk menyeret Rya ke kamar mandi.
Berciuman.

"Kau mau masuk ke SMP mana?"
Dani bertanya setelah permainan perkosaan.
Itu benar-benar dilakukan.
Dani sengaja masukkan penis ke vagina Rya.

Kamar mandi kosong. Jarang digunakan. Lebih tepatnya, sudah tidak dipakai.

Rya pakai celana dalam dan merapikan pakaian.

"Rahasia."
"Beritahu aku. Kita sekolah bersama."
"Tidak. Aku tidak mau memberitahumu. Kau menjijikkan."
"Ibu dan ayah sering melakukannya tiap malam. Aku tak sengaja pipis di sana."
"Pantas saja celanaku basah. Kau pipis? Itu menjijikan!"
"Maaf, aku tak sengaja."

Dani mendekatinya, Rya menjauh.

"Pergilah!"
"Kau bisa terjatuh."
"Aku gak mau di sini. Sebentar lagi pelajaran Pak. Ben dimulai!"
"Sebentar, tidak akan lama."

Dani mendekat, memasang kalung emas permata merah ke leher Rya.

"Hadiah?"
"Iya, kau cantik memakainya."
"Tidak, aku tidak mau! Aku belum menikah!"
"Ini hadiah."
"Dani, dengar."
"Iya."
"Kau bodoh."
Dani mengangguk.
"Kau jelek."
Dani mengangguk lagi.
"Berhenti bersikap payah!"
"Rya, aku mungkin tidak dapat nilai sempurna di matematika dan fisika. Tapi, aku pandai segalanya."
"Tapi, aku tidak mau kau!"
"Jangan gitu. Aku bisa meramal masa depanmu."
"Aku tidak peduli dengan ramalan!"
"Kau dan keluargamu akan hancur-."
"Diam!"
"Kau dan keluargamu gantung diri. Benda yang paling penting di dunia ini akan diambil-."
"Diam aku tidak dengarkan!"
"Meskipun keluargamu mati. Kau akan terus mengembara di dunia ini. Menjelajahi dunia ini sampai kiamat pun. Kau akan terus mengembara. Dan seterusnya, seterusnya, dan seterusnya-."
"Diam!!!" Rya berteriak, menutup telinga rapat-rapat.
"Kau akan hidup dan tidak mengenali siapapun di dunia ini. Jiwamu seperti boneka. Tubuhmu terus ganti dan tidak ada yang bisa menolongmu. Kecuali, aku."
Rya tak berhenti menangis, Dani memeluknya dengan erat.

Jam 12.05

Rya menyimak pelajaran dari Pak. Ben, sesekali menoleh ke Dani. Dani tersenyum ramah kepadanya.

Gadis itu menghadap ke depan, tersenyum simpul.

"Rya, apa yang lucu?"
Pak. Ben perhatikan.
"Aku tak sabar belajar bilangan Desimal dan konstanta. Pak."
"Semangat yang bagus. Kau harus menunggu sampai kelas berikutnya."
Candaan Pak. Ben buat teman-teman Rya tertawa. Len tertawa paling kencang. Drakula bangsawan itu duduk di dekat jendela.
Rya malu.
Bermuka masam meskipun sebal.

Dani tidak tertawa, bertopang dagu. Menatap Rya biasa-biasa saja.

Jam istirahat berlangsung, Dani mengajak Rya jalan-jalan ke taman.

Psycho In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang