#6. Lunch

177 11 0
                                    

Tinggal lima belas menit lagi, jam istirahat berakhir.

Simon beserta temannya pergi ke kantin. Murid berbagai jenis berkumpul di kantin, hampir semuanya meja penuh dengan anak sekolah, beristirahat dari mata pelajaran yang menyusahkan atau sekedar iseng menikmati juice jeruk mata buaya. Sajian menu makan siang tersaji di layar tipis, Simon tertarik dengan steak daging anjing neraka dan dilumuri empedu kambing.

Sementara Jack lebih memilih mie kocok kulit sapi mentah, selebihnya Simon tidak mempedulikan pikiran Kagome dan yang lain. Simon berjalan dengan mantap, dia mengambil nampan dengan makanan yang dia pesan.

“Oh god of darkness. I believe you are beside me” doa Simon. 

Perlahan Simon mendengarkan langkah kaki, dia berbalik. Rian menabrak Simon, makan siang Simon jatuh berserakan di lantai. Yang ada dipikiran Simon hanya kemarahan, Simon berdiri dan menarik kerah kemeja putih Rian.

“Apa yang kau lakukan?! Kau menghancurkan makan siangku. Dasar manusia rendahan tidak tau diri!!” bentak Simon, meninju wajah Rian.

“Oh ya,” balas Rian, mengepalkan tangan, satu tinju menghantam cepat rahang Simon.

“Kau lebih rendah dari manusia biasa.”

Simon cepat bangkit, menyeka darah dari ujung bibir. “Kita buktikan. Siapa yang pantas dihina.”

Rian melotot, mengenakan sarung tangan kulit hitam. “Aku terima tantanganmu.”

Simon meloncat, menendang Rian. Rian menghindari, dan menangkis serangan Simon, disusul tinjunya mengenai dagu. Simon menarik lengan Rian, menghantam cepat tubuh Rian.

Beberapa murid berkumpul hingga melingkari mereka berdua. Membuat mereka berseru tertahan, sebagian besar berseru girang, “Fight! Fight! Fight!” sebagian mengeluh, “Oh, no!”. Salah satu murid mulai mengambil foto untuk dijadikan momen berharga. Rambut lurus bak tinta hitam tidak disisir, tubuh tinggi dan kurus berdiri diantara murid-murid yang lain, matanya tajam masih focus mengambil pose terbaik yang dilakukan Simon. Ketika Simon meninju perut Rian, sekilas dia mendengar suara kamera, lalu ia menatap murid sedang memotret dirinya lagi.

“Apa yang kau lihat?!” marah Simon, dia berjalan cepat menghampirinya.

“Apa yang kalian tontonkan. Berikan kepadaku.” bentak Simon.

“Tidak” jawab murid itu.
“Berikan kepadaku. Berikan padaku, brengsek!!” Simon merebut kamera digital dari tangannya, murid itu melawan dan berusaha mengambil kameranya lagi.

Tapi Simon berhasil mengambil kamera miliknya, lalu membanting kamera ke lantai. Simon menyikut murid itu, dan pergi menjauh dari keramaian. Dia berhenti di ambang pintu, berbalik melihat Rian berdiri kokoh di antara para murid. Simon mengangkat jari tengah, melangkah mundur meninggalkan ruang kantin.

Keributan yang terjadi di kantin, menjadi perbincangan hangat di sekolah.

Psycho In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang