#3. Kedatangan

330 12 0
                                    

Tringg... Tringg.... Tringg...

Bel berbunyi persis Simon dan Jack masuk ke kelas, Simon langsung ke bangkunya. Lima belas menit lagi, pelajaran pertama akan segera dimulai. Simon memeriksa tugas dari guru Killer sekali lagi, "dasar tidak berguna, untungnya sempat selesai dikerjakan," Simon menaikan ujung bibir. Pekerjaan rumah seperti pelajaran Sains sangat mudah.

Simon memalingkan wajah, menatap meja.

Di balik jendela, lapangan sekolah ramai dengan anak-anak baru keluar kelas, hendak pulang. Semenjak kebijakan baru dari kepala sekolah yang baru, sekolah ini terbagi menjadi dua kelas, yaitu: kelas pagi dan kelas malam.

Simon mengambil kelas pagi hari, lamat-lamat percakapan terdengar.

Dia membaca isi hati mereka; "nilaiku jelek lagi," dan "ngantuk banget, pengen pulang langsung tidur selama seminggu penuh."

Terlalu banyak Simon dengar, mereka tampak kesal dan marah. Namun sebagian besar di antara murid mengambil kelas malam, ada yang memanfaatkan waktu tersebut untuk bersenang-senang.

Keributan di anak tangga dan lorong kelas mencair. Guru-guru sudah keluar dari ruang guru, menuju kelas masing-masing. Tidak ada yang ingin terlambat saat pelajaran dimulai.

Suara ketukan sepatu yang khas semakin terdengar mendekati kelas 1-A, teman sekelas Simon diam di bangku masing-masing sambil membongkar tas.

Mereka gugup.

Ketika pintu kelas terbuka, pelajaran segera dimulai.

Gumpalan awan hitam menutupi langit biru, rintik hujan membasahi lapangan sekolah dan jendela. Cuaca buruk selalu terjadi, perkiraan cuaca hari ini harusnya cerah. Simon tidak mempermasalahkan datangnya hujan karena tidak membawa payung. Bau tanah basah menyengat tak karuan, setelah musim kemarau panjang.

Jam pelajaran pertama adalah biologi, Simon memasang muka sumringah mungkin, agar tidak menguap.

Guru biologi bernama Erik, dia pria tampan dan pintar, dia lebih cocok sebagai guru tutorial yang baik. Sebagian besar anak perempuan lebih mengidolakan guru berdarah panas, sifat ramah dan mudah diajak bicara, membuat Simon lebih membencinya.

Hari ini, Mr. Erik tidak menyuruh murid pindah ke laboratorium, jadi dia menyuruh tiga-empat murid dari kelas lain, membawa peralatan yang disuruh Mr. Erik.

Lima toples besar berisikan reptil yang diawetkan, terpajang rapi di dalam etalase.

Tiga otak manusia jenius dengan IQ tertinggi, yang disimpan dalam toples khusus untuk diteliti berada di meja guru. Semua teman sekelas terkesima, termasuk Simon. Label otak Albert Einstein berada di urutan ketiga di antara toples yang berjajar, dia adalah orang jenius dengan IQ sekitar 160-190.

Simon tidak dapat memastikan dengan akurat, Simon lebih tertarik dengan golongan darah atau berbau tentang daging dan darah.

Lalu urutan kedua adalah otak milik Leonardo Da Vinci, dia memiliki IQ 220, lebih jenius di antara para jenius seperti Albert Einstein.

Simon tidak mampu membayangkan; suatu hari nanti mereka berdua akan bertemu dan memperebutkan Medali Copley di abad 28? wajah Simon tampak pucat, jika waktu dapat diulang, Simon akan mengubah sejarah dan terjadi Butterfly effect di kemudian hari.

Dan terakhir, toples diberi label adalah William James Sidis, dia lebih jenius di antara Leonardo Da Vinci dan Albert Einstein. William James Sidis pemilik IQ lebih dari 250 atau kisaran 250 - 300. Beberapa teman sekelas, bahkan Jack, tidak mempercayai catatan sejarah yang ditulis oleh manusia.

Psycho In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang