#40. Crazy Dreams

4 0 0
                                    

Rian dipenuhi seribu satu pertanyaan. Bangun cepat, mengedarkan sekitar. Ia tidur di ruang UKS. 

Ruang terkutuk ini buat perutnya meronta, hendak mengeluarkan isinya.

Ada yang masuk.

Kagome tutup pintu, bawa seember air hangat dan handuk.

"Kau bangun."

"Kapan aku tidur?"

"Tiga jam yang lalu. Kau pingsan. Mungkin, demammu membuatmu tidur seperti mayat di lorong. Bagaimana rasanya?"

"Apa maksudmu?"

"Aku belum pernah melihat manusia pingsan. Apalagi di sekolah monster seperti ini. Kau mudah dihabisi. Perutmu dirobek hingga semua ususmu keluar. Seperti cacing tanah keluar dari saranganya karena terkena serangan listrik."

Kagome tersenyum.

Rian canggung, duduk di pinggir kasur.

"Sepertinya kau tidak butuh ini."

Kagome berjalan, buka jendela. Menumpahkan air hangat keluar, mengenai guru sejarah. 

"Siapa yang melakukannya?!" Pak. Micheal marah, hendak mengeluarkan cakarnya.

"Maaf, Pak!" Kagome teriak.

Lantai ruang UKS berada di lantai 5 menghadap pegunungan.

"Tidak apa-apa." Pak. Michael tersenyum ramah.

Kagome buang napas kesal, melirik cepat. Tutup jendela dan dikunci. Lemparannya, tepat. Lipatan handuk basah mengenai ke kening Rian. Berjalan cepat, hendak keluar.

"Tunggu!"

Langkah Kagome berhentik, menoleh ke samping.

"Terimakasih."

"Jangan berterimakasih padaku. Simon bawa kau ke sini."

"Aku sangat tertolong. Terimakasih."

"Aku sangat berterimakasih bila kau lenyap dari dunia ini."

Kagome keluar, banting pintu. 

Simon menunggu di luar, melirik ke samping ketika tunangannya mendekat. Berhadapan, hendak bicara. "Bagaimana keadaannya?"

"Dia mati. Aku gantung lehernya di kipas angin."

"Syukurlah, dia baik-baik saja."

Kagome diam, mengeluarkan pisau. Mendekat, hendak menusuk perutnya. Simon selangkah lebih maju darinya. Mencengkram pergelangan tangan, pisau jatuh karena pegangannya sangat kencang dan menyakitkan.

"Redamkan emosimu."

"Kita hampir ciuman."

"Hampir."

"Kau suka dia karena bola kertas payah itu?"

"Iya."

"Batalkan saja pertunangan kita. Kau bebas."

"Aku membutuhkanmu."

"Kau tawarkan apa untukku?"

"Uang jajan setiap bulan."

Kagome menyeringai lebar, gigi taring sangat runcing. "Uang?"

"Kau mau apa?"

"Aku dengar, kau punya kekuatan. Itu sangat besar. Yang kuinginkan. Senjata yang kau punya."

"Aku tidak punya."

"Sungguh?"

"Iya."

"Kalau gitu, aku gigit lehernya dan hisap darahnya. Bagaimana?" Senyum Kagome menyeramkan, sepasang mata seperti boneka.

Psycho In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang