#24. Mengantar

86 5 0
                                    

Perlahan suara aneh mulai terdengar. Rya terbangun berkat suara tersebut. Ia duduk di pinggir kasur, mengusap wajah, setengah mengantuk tak terbiasa bangun tengah malam.

Daun telinga runcing berkutip, suara itu berasal di ruang kamar sebelah, kamar Simon.

Rya tak mempermasalahkan hal tersebut. Ia mengambil boneka beruang, lalu memeluknya dengan erat, kembali tidur. Dan menganggap suara gaduh itu yang dibuat Simon sedang mengerjakan pr. Atau memarahi tiga anjing peliharaan Simon.

Saat Rya memejamkan mata, ia dikejutkan oleh seseorang mengetuk pintu.

"Rya. Waktunya bangun."

Simon mengatur napas. Dengan cekatan ia me-resleting celana jeans biru sebelum Rya membuka pintu. Ketika Rya membuka pintu kamar, ia segera mengambil handuk pink miliknya. Tanpa sengaja jari kecilnya menyentuh caira lengket di pinggir resleting celana jeans Simon.

"Ada sesuatu di celana, kakak?"

Simon buru² mengusap jari Rya yang terkena cairan salive dengan lengan bajunya.

"Bukan apa-apa."

"Apa itu?"

Simon tersenyum simpul, mengacak poni rambut Rya.

"Tidak ada. Lebih baik kamu mandi. Nanti terlambat ke sekolah."

Rya mengangguk kepala. Menuruti perintah Simon. Simon mengatur napas, lalu mengganti celananya yang kotor dengan celana katun hitam. Ia tak punya celana lain selain celana seragam sekola. Lantas menatap bayangan samar² dari pantulan cermin. Menyisir rambut pendek dan kusut. Dan mengoleskan krim anti-bulan ke wajahnya. Dia mau tampil sempurna di saat mengantarkan Rya ke sekolah dasar sekali pun.

Pada saat Simon membuat 2 lembar roti bakar dengan selai stowberi, Rya langsung duduk di kursi dan menikmati segelas susu coklat yang telah dipersiapkan Simon.

"Kau imut" puji Simon.

Menaruh sepiring roti dengan olesan selai strowbery, menu sarapan kesukaan Rya.

"Enak" ucap Rya. Kini mulutnya penuh potongan roti yang dikunyah.

"Makan perlahan. Nanti kamu kesedak" peringatan Simon. Lantas meneguk kopi hitam pahit, mengambil satu lembar roti di piring Rya. "Kamu sudah kerjakan pr?"

Rya mengangguk, meneguk susu coklat sampai habis.

"Ayo, kakak. Waktunya berangkat."

Simon tersenyum kecut, menunjukkan gigi taring yang tajam. "Baru makan sudah langsung pergi. Sabar, yah! Kakak mau pakai kaos kaki."

"Baik."

Rya mengambil tas sekolah gambar my little pony di atas meja. "Aku tunggu di teras, kak."

Simon mengangguk, lantas mengambil sepatu sekolah miliknya di rak sepatu dekat pintu rumah. Hendak pakai kaos kaki putih, ia sempat mencium bau tak sedap yang berasal dari kaos kaki ia pegang. Simon mendengus berat. Kapan terakhir kali aku mengganti kaos kaki lamaku dengan baru? Umpat Simon. Simon tak pikir lama, ia mengambil kaos kaki baru dicuci di dalam mesin pengering.

Ruang bawah tanah sungguh gelap. Jika lampu tidak dinyalakan, meskipun Simon punya pengelihatan di malam hari. Tapi ia selalu menghemat tenaga sebaik mungkin, kecuali melakukan onani tentu saja. Itu adalah kebutuhan. Simon melakukannya karena membutuhkan terapi yang terbukti sehat oleh salah satu doktor pakar ahli soal vinisial kemaluan pria di acara iklan produk yang sering ditampilkan di tv saat tengah malam. Bukan jam tengah malam dunia ini. Namun, jam tengah malam dunia manusia saat tengah hari lagi cerah. Biasanya, iklan itu ditayangkan saat jam istirahat kedua. Terpaksa, Simon harus bersembunyi di tempat sepi dan tak banyak orang dikunjungi saat menit² tertentu; misalnya atap gedung. Supaya ia lebih leluasa nonton sepuasnya tanpa diketahui oleh siapa pun. Namun, karena tempat favorit Simon telah diketahui oleh Rian.

Ia diam di toilet kosong dan lama tak terpakai dekat gudang sekolah. Itu pun toilet itu sudah digantikan menjadi taman buang yang baru selama dua belas hari terakhir ini. Mengingat itu Simon jadi sedih.

Semua itu adalah kesalahan Rian. Jika saja dia tidak bersekolah di sini, mungkin Simon dapat berkuasa di beberapa lokasi yang strategis untuk melakukan hubungan seks dengan anak sekolah; adik kelas. Tahun ajaran ini cewek², adik kelas Simon pada cantik dan seksi. Tubuh ramping, berkulit putih selembut salju, dan kaki lenjang. Menambah kepuasan batin Simon saat berangkat ke sekolah maupun pulang ke rumah. Sungguh kaum penyihir di kerajaan Snow White tak ada bandingannya dengan cewek² pelacur di kota ini.

"Kakak!!!!"

Seketika, pamggilan Rya membuyarkan lamunan Simon. Fantasi seks langsung hilang dibenak Simon lalu digantikan dengan kesibukan penting yang harus dijalani saat ini. Ia menampar pipi sampai merah dengan sengaja. Agar fokus untuk mengantar Rya ke sekolah.

Buru-buru memakai kaos, lantas menuju ke teras rumah. Di sana Rya sedang duduk sambil membenarkan tas dipunggung, menunggu.

"Ayo berangkat, Rya."

Rya berbalik, memegang tangan Simon dengan erat.

***

Rya menatap lampu jalan dari balik jendela. Puluhan pejalan kaki ramai di sepanjang jalan. Di dalam bus, ia bisa lihat langit cerah di malam hari, penuh bintang yang bertaburan di atas sana. Rya senang. Karena ia bisa diantarkan oleh kakak.

Saat menoleh ke samping, ia mendapatkan kakaknya sedang tertidur lelap hingga mendengkur sangat keras membuat penumpang lain tidak nyaman.

"Kakak, bangun." Rya menggoyang-goyang tangan Simon.

Kemudian Simon terbangun dengan setengah mata terbuka, mengantuk. "Kita sudah sampai di sekolah, Rya?"

"Belum. Kakak lelah?"

Simon mengangguk, menguap. "Iya."

"Maafkan aku" pelan Rya.

Merasa bersalah. Karena telah merepotkan Simon. Seharusnya ini waktunya bagi Simon tidur.

"Kenapa kamu minta maaf?"

"Aku minta maaf sudah menyuruhmu mengantarku ke sekolah. Padahal kakak harusnya sudah tidur." Rya menjelaskan secara perlahan.

Simon tersenyum simpul, mengusap rambut Rya pelan-pelan.

"Jangan khawatir. Sekarang kakak sudah tidak mengantuk."

Rya mendongak kepala sedikit, kini ia menatap wajah Simon tampak lesuh. "Benarkah?"

Simon mengangguk, "iya."

Psycho In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang