#21. Tugas

44 6 0
                                    

Simon melangkah malas menuju sekolah, menyimpan sepatu dengan sepatu putih berbahan plastik. Vampire muda itu sulit mencari keseruan yang pas, misalkan bermain badminton.

"Jack-sama..."

Panggilan kagum dari puluhan murid putri, berjalan mendekat pada Jack. Manusia serigala yang pembuat onar. Sekarang berubah drastis seratus delapan puluh derajat menjadi salah satu murid populer urutan ke-2 setelah Kagome yang mendapatkan posisi urutan pertama di sekolah. Ya ampun, isu beredar Jack baru pacaran sama Kagome selama tiga bulan sudah jadi berita tersohor di sekolah ini.

Faktanya Simonlah yang dulu pacaran sama Kagome sebelum Jack. Seharusnya kepopulerannya untuk Simon, bukan Jack. Simon memalingkan wajah saat kerumunan Jack melewatinya seperti rumput.

Mengepal tangan erat, meludah sembarang. Lantas membanting sepatunya ke dalam loker sembarangan. Ketika ia berbalik, Simon dikejutkan pada sesuatu yang ada di belakangnya. Ia menatap Rian yang memiliki wajah pucat habis keluar dari kamar mayat.

"Rian. Itu kau? Bukannya kamu berada di rumah sakit?" tanya Simon.

Manusia pintar suka pelupa. Menghela napas dengan berat. "Aku sehat. Mengerti?"

Ia mengganti sepatu pakai sepatu plastik warna putih.

"Sehat, dari mana? Wajahmu lebih pucat dari biasanya."

"Bacot mulu, lo. Bisa ga bahas yang lain?"

"Ya... Menurutmu kamu mau bahas apa?"

"Terserah."

Rian berlalu dan masuk ke dalam kelas. Teman sekelas tertuju pada Rian, dua orang berbisik entah membicarakan siapa yang jelas mereka melirik Rian. Ia menatap bangku miliknya penuh corat-coret dan usang, bau bangkai tercium di kolong meja. Pasti seluruh anak menyimpan sampah di kolong meja bukan tong sampah. Waduh, kalau jujur Rian suka orang berkata jujur dari pada menyiksanya secara perlahan.

Ya, udah. Lebih baik punya bangku dari pada tidak punya, seperti kutu buku pakai kacamata tebal itu.

Dengan berat hati ia duduk di bangkunya, mengeluarkan buku. Kali ini niatannya untuk belajar bukan tidur sepanjang jam pelajaran hari ini. Ia serius. Karena ujian kelulusan sebentar lagi. Rian harus banyak belajar. Lagian amplop cokelat yang di kasih Axel isinya surat keluhan semua guru, termasuk kepala sekolah. Jika tahun ini Rian membolos lagi, tidur di jam pelajaram pertama sampai akhir. Maka konsekuensinya adalah tidak naik kelas alias tetap di kelas tahun berikutnya.

Surat itu tertulis:

"1. Tugas membuat laporan fisika/sains, tema bebas; dari Mr. Theo..."

Ia menopang bahu sambil memikirkan tugas pertama yang harus di selesaikan. Kalau tidak salah tugas itu buat kelompok beranggotakan dua orang. Dan anggota kelompok Rian, yaitu Simon. Untung Rian pengingat hebat soal urusan mendadak.

"Simon udah buat laporan belum, yah?" umpat Rian.

Ketika Simon berlari langsung duduk di bangkunya. Rian berniat menanyakan tugas laporan sains.

"Simon. Kamu sudah buat laporan?"

Ia menoleh, berkata "hah?!" dengan nada keras.

Rian diam, kecewa. "Aku tanya. Kamu sudah buat laporan dari Mr. Theo, belum?"

Simon menggeleng. "Belum."

"Oh. Kapan kamu mau mengerjakannya?"

"Gak tau. Soalnya tugas itu sudah lewat 2 bulan. Pastinya, guru galak itu gak mau menerima tugasku. Bila dikasih sekarang." Simon menjelaskan perlahan. Berfokus bermain hp.

Rian mengangguk kecil, paham.

"Kamu mau mengerjakannya sama aku?"

Simon menoleh, menyeringai tajam. "Kamu mau sama aku kerjain tugas? Tentu saja, tidak. Aku tak sudi bekerja sama denganmu, apa lagi dekat. Bikin jijik."

"Bilang saja kamu gak mau. Ga usah bilang 'jijik'. Aku mengerti." Rian berkata, melihat lelaki kutu buku berdarah penyihir sedang mengambil meja baru dari gudang. "Gomez!!"

Gomez melirik, "ada apa?"

"Bantuin aku buat laporan sains dari Mr. Theo."

"Oke. Kapan?"

"Besok. Di perputakaan. Seperti biasa."

Biasa? Simon tak percaya. Manusia itu mau ketemuan sama kutu buku penuh kutu di kepalanya itu? Dia pasti bercanda.

"Iya." Gomez mengacungkan jempol.

Psycho In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang