#2. Go To School

454 17 0
                                    

Hembusan angin meniup daun kering dari dahan pohon, beberapa murid SMA berangkat ke sekolah. Satu-dua siswi berwujud kerangka manusia sedang mengobrol tentang kelas. Tiga-empat murid saling menyapa kepada temannya. Sedangkan vampire seperti Simon, tidak saling menyapa atau mengobrol tentang masalah mereka. Murid-murid dari kaum dan derajat yang berbeda, akan menjauh atau memberikan jalan kepada para kaum penghisap darah. Itulah, membuat Simon kesepian, dan iri kepada siapa saja yang tertawa atau berbahagia dihadapannya.

"Kamu tau gak?" seorang siswi.
"Tahu apa?" balas siswi dengan rambut dikuncir.

Mereka saling menatap, lalu memperhatikan Simon.

Simon menelan ludah, lalu berjalan cepat sambil memeluk tas erat-erat, dan mengabaikan dua murid manusia jadian. Simon merasa cemas, penciuman mereka lebih tajam. Bisa-bisa aku jadi hidangan pembukaan? pikir Simon, sementara dua murid manusia jadian sedang melihat pria tampan di halte bis.

Lorong kelas dan anak tangga terlihat ramai, kebanyakan orang menunggu bel berbunyi di luar kelas dibandingan berada di dalam kelas. Lendir siput mengotori lantai, dua-tiga murid jatuh sewaktu berjalan. Salah mereka. Tidak perhatikan sedang jalan. Toh, mereka cepat lupa, dan tertawai kebodohan masing-masing. Terkadang mereka kesal, sekaligus malu, karena jatuh di depan teman mereka sendiri. Simon senang, pemandangan tersebut lebih tepat disebut acara komedi. Simon tidak perlu menginjakan kaki di lantai kotor penuh lendir siput, sebab ia berjalan di langit-langit bangunan tanpa jaring laba-laba sedikit pun. Bahkan seorang murid yang melihat keberadaan Simon, iri dengan kemampuan Simon.

"Hei Simon, selamat pagi," sapa Jack, menepuk bahu Simon.

"Selamat pagi juga," balas Simon, melotot ke arah Jack.

"Apa ada? Pagi-pagi sudah marah. Jangan-jangan kamu dicampaki lagi sama pacarmu" selidik Jack. Ia hampir mirip seorang pakar ahli cinta, atau seorang doktor aneh.

"Semalam aku mengerjakan tugas, dan pagi-paginya hewan peliharaanku menghancurkan seisi kamarku. Lalu yang tersisa baju seragamku kotor oleh kotoran mereka. Aku tidak menyangka mereka kelaparan setelah aku memberi mereka daging mentah sebulan yang lalu." Marah Simon.

Ia menaruh tas sembarangan ke dalam loker, beberapa buku tebal dilempar begitu saja, melepaskan jas sekolah dan mengganti jas sekolah baru. Simon gesit mengambil dua buku pelajaran, berjalan cepat meninggalkan Jack sendirian. Simon tidak mengkhawatirkan loker yang terbuka, melainkan ia khawatir dengan murid yang selalu mengerjainya. Simon tidak tahu identitas penguntit itu, Simon bahagia dia dimakan oleh manusia raksasa bermata satu. Jack memperhatikan Simon dari belakang, ia tidak senang dengan ide Simon.

"Lebih enak, di gimanain yah...! Aku pengen penguntit itu, dikuliti dengan pisau berkarat. Dilumuri saus super pedas di atas bola matanya. Bahkan kasih air panas langsung ke mulutnya. Aku tidak sabar pulang sekolah, mungkin aku langsung makan jantung penguntit itu saja."

Jack hanya bisa mendengar isi hati Simon.

Dasar psikopat?! pikir Jack, ia berjalan menyesuaikan langkah kaki Simon. Semua orang memandang tertuju ke arah Simon, beberapa dari murid sangat mengidolakan Simon. Atau sedang membicarakan keahlian Simon dari belakang. Keterampilan dan kecepatan menguasai pelajaran dari akademik dan non akademik ia miliki. Sungguh tiada tandingannya dengan semua monster yang hidup di sekitarnya. Simon sungguh bangga dengan apa yang ia miliki, lebih tepat, ia sangat sombong dengan kelebihannya.

Dan menunjukkan, betapa angkuhnya terhadap manusia serigala, mumi, zombie, siluman berbagai jenis, hantu penasaran, dan mahluk paling rendah yang pernah Simon bayangkan, yaitu manusia.

Psycho In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang